Penelitian Terdahulu Pola Konsumsi, Pengeluaran dan Willingness to Pay Rumah Tangga terhadap Layanan Air Bersih

b. Pertanyaan terbuka. Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter rupiah yang ingin dibayar untuk suatu proyek perbaikan lingkungan. c. Payment Cards. Nilai lelang dengan teknik ini diperoleh dengan cara menanyakan apakah responden mau membayar pada kisaran nilai tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai ini ditunjukkan kepada responden melalui kartu. d. Model referendum atau discrete choice dichotomous choice. Responden diberi suatu nilai rupiah, kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak. 3. Menghitung rataan WTP Setelah survei dilaksanakan, tahap berikutnya adalah menghitung rataan WTP setiap individu. Nilai ini dihitung berdasarkan nilai lelang bid yang diperoleh pada tahap dua. Perhitungan ini didasarkan pada nilai mean rataan dan nilai median tengah. Pada tahap ini harus diperhatikan kemungkinan timbulnya outliner nilai yang sangat jauh menyimpang dari rata-rata. Perlu juga diperhatikan bahwa perhitungan nilai rataan WTP lebih mudah dilakukan untuk survei yang menggunakan pertanyaan yang berstruktur daripada pertanyaan bermodel referendum Ya atau Tidak. 4. Mengagregatkan data Tahap selanjutnya adalah mengagregatkan rataan lelang yang diperoleh pada tahap tiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi ini adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi N. 5. Memperkirakan kurva lelang Bid Curve

3.1.2 Analisis Surplus Konsumen

Surplus konsumen merupakan pengukuran klasik dari perubahan kesejahteraan yang dirasakan oleh konsumen. Surplus konsumen diukur berdasarkan fungsi permintaan Marshallian. Surplus konsumen didefinisikan sebagai keuntungan yang diterima oleh konsumen karena mempunyai kesempatan untuk membeli suatu barang pada harga marjinalnya bukan harga rata-ratanya Hartono, 2004. Menurut Sugiarto, Dkk 2007, surplus konsumen menunjukkan keuntungan yang diperoleh konsumen karena mereka membeli suatu komoditas. Keuntungan tersebut diperoleh oleh konsumen karena harga yang berlaku pada kondisi keseimbangan lebih rendah daripada harga yang mereka mau bayarkan. Surplus konsumen menunjukkan terjadinya kelebihan kepuasan yang dinikmati oleh konsumen. Kelebihan kepuasan ini muncul akibat adanya perbedaan antara kepuasan yang diperoleh seseorang dalam mengkonsumsi sejumlah komoditas dengan pembayaran yang harus dikeluarkannya untuk memperoleh komoditas tersebut. Pada saat terjadi surplus konsumen, kepuasan yang diperoleh oleh konsumen selalu lebih besar daripada pembayaran yang mereka keluarkan. Para ekonom telah mengembangkan konsep surplus konsumen. Surplus konsumen memungkinkan terjadinya peningkatan atau penurunan kesejahteraan yang diperkirakan dari kurva permintaan pasar untuk sebuah produk. Gambaran perubahan kesejahteraan dari surplus konsumen dipertimbangkan dari berapa banyak yang rela dibayarkan seseorang dengan kurva permintaan yang diillustrasikan dalam Gambar 1 Nicholson, 1995. Gambar 1 Peningkatan surplus konsumen akibat penurunan harga Sumber : Nicholson, 1995 Dimana: D = Kurva permintaan Px = Harga awal Px 1 = Harga akhir Px Px 1 Harga Jumlah X per periode X X 1 D A B C X = Barang atau produk X = Jumlah barang X pada harga awal Px X 1 = Jumlah barang X pada harga akhir Px 1 Gambar 1 menunjukkan bahwa seseorang yang dihadapkan pada kondisi awal dengan harga Px , konsumen mengkonsumsi barang X sebesar X dan membelanjakan sejumlah Px ·X . Penurunan harga yang terjadi dari Px ke Px1, mengakibatkan konsumen mengkonsumsi barang X lebih banyak, yaitu sebesar X 1 dan membelanjakan sejumlah Px 1 ·X 1 . Hal ini mengakibatkan perubahan surplus konsumen. Surplus konsumen awal dengan harga Px dan konsumsi sebesar X ditunjukkan oleh bidang Px AC. Penurunan harga dari Px ke Px 1 mengakibatkan peningkatan kesejahteraan atau surplus konsumen yang ditunjukkan oleh bidang Px ABPx 1 .

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Keterbatasan air baku dan masalah investasi menyebabkan PT. Palyja belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat di wilayah pelayanannya, yaitu Jakarta Barat dan Jakarta Selatan serta sebagian Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Salah satu daerah yang belum terjangkau layanan air bersih perpipaan PT. Palyja adalah Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Kelurahan Kamal terbagi atas daerah terjangkau layanan air perpipaan dan daerah tanpa layanan air perpipaan. Daerah yang telah memiliki layanan air perpipaan Water Treatment Plant di Kelurahan Kamal adalah perumahan yang berada pada RW 10, sedangkan daerah yang belum memiliki layanan air perpipaan Water Treatment Plant maupun PDAM adalah RW 01-09. Hal ini mengakibatkan warga Kelurahan Kamal di RW 01-09 kesulitan mengakses air bersih. Warga RW 01-09 harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk mendapatkan air bersih dari hydran atau pedagang air keliling. Harga yang dibayarkan jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan tarif pemakaian air yang ditetapkan oleh PAM Jaya kepada pelanggan layanan air perpipaan. Warga Kamal juga memiliki sumber air lain selain jaringan air perpipaan dan hydran atau air keliling, yaitu air tanah dan air minum dalam kemasan atau air