Perumusan Masalah Pola Konsumsi, Pengeluaran dan Willingness to Pay Rumah Tangga terhadap Layanan Air Bersih

2.2 Permintaan dan Penawaran Sumber Daya Air

Jumlah penduduk meningkat secara eksponensial. Peningkatan jumlah penduduk dan kualitas hidup membutuhkan sumber daya air dalam jumlah besar. Semakin meningkatnya aktivitas manusia, akan memerlukan lebih banyak air, yang akhirnya akan menghasilkan limbah yang lebih banyak. Pencemaran air semakin meningkat. Akibatnya, air tersedia namun tidak dapat dikonsumsi. Hal ini menimbulkan kelangkaan sumberdaya air. Kelangkaan sumber daya air tersebut berasal dari sisi permintaan karena meningkatnya kebutuhan air oleh masyarakat dan dari sisi penawaran sumber daya air telah menyusut persediannya yang ditentukan oleh berbagai faktor. Penyusutan persediaan sumber daya air disebabkan oleh terjadinya kerusakan- kerusakan pada sistem perlindungan air, terutama rusaknya vegetasi penutup tanah yang dapat mempertahankan aliran-aliran air secara mantap akibat penggundulan hutan dan pendirian bangunan-bangunan yang menghalangi peresapan dan penyimpanan air secara alami dengan baik Arsyad dan Rustiadi, 2008. Hasil analisis statistik air minum yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik 1997 menunjukkan bahwa kuantitas penyediaan air bersih terus meningkat dari tahun ke tahun. Meski demikian belum cukup untuk memasok kebutuhan penduduk kota, terutama di kota-kota sebagai akibat laju urbanisasi dan aktivitas ekonomi yang meningkat. Kemampuan untuk menyediakan kebutuhan air bersih yang cukup, terlebih-lebih untuk keperluan kota, dibatasi oleh kendala alam dan dana. Masalah yang banyak muncul terletak pada bagaimana manajemen sumber daya air harus dioptimalkan dengan terbatasnya segala sumber daya yang ada. Masalah lainnya yang sering muncul ialah distribusi kuantitas, kualitas, dan modus pemakaian yang sangat bervariasi dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dengan demikian sering terjadi di suatu lokasi terdapat kelebihan air, sedangkan di lokasi lain menderita kekurangan air Sanim, 2011. Kebutuhan air bersih di perkotaan berbeda dengan di pedesaan. Di perkotaan kebutuhan akan air bersih terus meningkat, setara dengan semakin meningkatnya urbanisasi ke kota. Sebagai contoh, dalam tahun 1970 apabila diasumsikan kebutuhan orang akan air bersih di kota sebanyak 150 liter per orang per hari, maka dibutuhkan air bersih dari 17.884.500 m 3 per hari pada tahun 1970, naik menjadi 26.879.180 m 3 per hari pada tahun 1990. Ini berarti dalam 20 tahun, kebutuhan akan air bersih naik sekitar 50 persen. Peningkatan kebutuhan air bersih ini akan tampak lagi apabila dilihat kemampuan produksi PAM dalam melayani kebutuhan air bersih semakin terbatas. Kebutuhan air bersih di pedesaan tidak sebesar angka-angka tersebut di perkotaan. Kebutuhan terbesar di pedesaan adalah untuk keperluan pertanian, yaitu sebesar 4.000 m 3 per detik Sanim, 2011.

2.3 Sistem Penyediaan Air Minum SPAM

Pasal 40 ayat 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum SPAM yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Badan Usaha Milik Negara BUMN danatau Badan Usaha Milik Daerah BUMD merupakan penyelenggara pengembangan SPAM. Koperasi, Badan Usaha Swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM. Pengaturan terhadap pengembangan SPAM bertujuan untuk terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan, serta meningkatkan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah berdasarkan pasal 40 ayat 8 UU RI Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Poin mendasar dari peraturan pemerintah ini yaitu peraturan pengembangan SPAM yang harus diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan sarana dan prasarana sanitasi yang berkaitan dengan air minum, sehingga pengelolaan sistem air minum harus terintegrasi dengan sistem sanitasi dan persampahan. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI Nomor 18PRTM2012 tentang Pedoman Pembinaan Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum perlu ditetapkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 ayat 4 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

2.4 Unit Pengolahan Air Water Treatment Plant

Menurut Kodoatie dan Sjarief 2008, fungsi Water Treatment Plant adalah untuk mengolah air baku dari sungai atau sumber lainnya menjadi air bersih yang layak untuk didistribusikan kepada pelanggan. Bila air baku berasal dari sungai, danau, bendungan atau waduk maka ada beberapa hal yang harus diketahui menyangkut kualitas air. Bangunan pengolahan air diperlukan untuk mengubah air baku menjadi air bersih. Air yang biasanya keruh dalam proses di Water Treatment Plant dialirkan ke dalam bak pengendapan awal pre-settling tank untuk melakukan pengendapan awal. Dalam proses pengendapan ini larutan khlorin Cl 2 dimasukkan ke dalam air untuk membunuh unsur-unsur organik yang berbahaya. Material padat termasuk lumpur akan terendapkan di dasar bak ini. Air yang sudah agak bersih selanjutnya dialirkan ke bak klarifikasi. Tawas atau alumunium sulfat Al 2 SO 4 dimasukkan ke dalam bak ini sehingga terjadi penggumpalan koagulasi, air menjadi lebih bersih dan endapan hasil dari gumpalan akan terkumpul di dasar bak pengendapan. Air selanjutnya dialirkan ke bak penyaringan. Bahan untuk menyaring air adalah ijuk, pasir dan kerikil, serta dapat ditambah arang. Kotoran yang masih ada akan terpisah dari air. Walaupun demikian, volume air yang diproses cukup banyak menyebabkan masih ada sisa kotoran. Endapan semakin banyak dengan semakin banyaknya air yang diproses. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencucian mulai dari bak pengendapan, bak klarifikasi dan bak penyaringan. Proses pencucian dilakukan secara kontinyu sehingga komponen-komponen yang ada dalam setiap bak akan selalu relatif bersih. Air bersih selanjutnya dialirkan ke penampungan air bersih dan ditambahkan larutan kapur CaOH untuk pengontrolan keasaman air yang biasanya 8 pH. Air yang mempunyai pH rendah akan bersifat asam dan mempunyai sifat korosif untuk pipa-pipa pengaliran, sebaliknya air dengan pH yang tinggi juga kurang baik karena bila digunakan untuk mencuci dengan sabun, busa yang dihasilkan sedikit.

2.5 Penelitian Terdahulu

Arianti 1999 melakukan penelitian mengenai analisis pilihan sumber air bersih dan keinginan membayar bagi perbaikan kualitas dan kuantitas air PDAM Kodya Bengkulu. Analisis perbandingan peluang terpilihnya sumber air bersih yaitu PDAM, sumur, PDAM dan sumur, dilakukan dengan menggunakan fungsi pilihan kualitatif Models of Qualitative Choice yang disusun dalam persamaan regresi perbandingan peluang pilihan multinomial multinomial logit terhadap berbagai sumber air bersih dengan berbagai variabel bebas penentu pilihan tersebut. Rendahnya kualitas dan kuantitas air PDAM menyebabkan menurunnya kepuasan berupa ketidaknyamanan dalam mengkonsumsi air PDAM. Pelanggan yang mengalami ketidaknyamanan berhak menerima kompensasi yang ditentukan melalui penilaian pelanggan berupa kesediaan untuk membayar Willingness to Pay, WTP sejumlah uang untuk mengembalikan mereka kepada kondisi kepuasan berupa kenyamanan mengkonsumsi air PDAM dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. WTP pelanggan diperoleh berdasarkan teknik survei atas kesediaan pelanggan untuk membayar apabila air PDAM diperbaiki kualitas dan kuantitasnya dengan menggunakan Contingent Valuation Method CVM. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WTP pelanggan dilakukan analisis regresi atas variabel bebas penentu WTP pelanggan. Penelitian yang dilakukan oleh Oktavianus 2003 adalah analisis keinginan membayar penduduk perkotaan terhadap pelayanan air bersih PDAM Tirtamusi Kota Palembang. Penelitian ini menggunakan analisis metode harga hedonik dengan pendekatan regresi linier berganda. Hasil menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya keinginan membayar penduduk perkotaan terhadap pelayanan air bersih dari PDAM Tirtamusi adalah jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga, pengeluaran keluarga, kelancaran aliran air bersih, dan keluhan atas aliran air bersih dari PDAM Tirtamusi. Irfanti 2010 melakukan penelitian mengenai perbandingan biaya dan kerugian ekonomi non-pelanggan dan pelanggan air bersih PT. Palyja di Kelurahan Kamal Muara dan Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Penelitian yang dilakukan adalah membandingkan sumber air yang digunakan setiap rumah tangga pelanggan dan non-pelanggan PAM dan berapa