Identifikasi Variabel Metode Penelitian

peta yang masih menggunakan koordinat geografis ini diproyeksikan ke sistem UTM area 51 S untuk memudahkan analisis luas dan jarak.

4.3.3 Pra Pengolahan Data

4.3.3.1 Peta Lereng dan Elevasi

Peta topografi peta lereng dan elevasi diekstraksi dari data SRTM menggunakan analysis tool pada Arc GIS 9.3 menghasilkan keluaran berupa data raster. Data ini selanjutnya dikelaskan menggunakan reclassify pada Arc GIS, lalu dikonversi ke format vector untuk mendukung analisis hubungan antara variabel terhadap kepadatan hotspot.

4.3.3.2 Peta Hujan Tahunan dan Suhu Rata-rata

Pembuatan peta tematik ini memanfaatkan data raster Global Climate Model GCM. Jenis data yang digunakan adalah GCM current condition yang diinterpolasikan dari data iklim tahun 1950-2000, diunduh dari http:www.worldclim.org. File diunduh dalam format tile dengan resolusi 1 km x 1 km 30 arc-seconds. Resolusi ini lebih tinggi daripada format global yang tersedia dengan resolusi 2.5 arc-minutes, 5 arc-minutes dan 10 arc-minutes. Peta curah hujan diekstrak dari tile prec_310, sedangkan peta suhu bulanan rata-rata dari tmean_310. Data ini dibuka dengan softwareopen source DIVA-GIS 7.5, dimana software ini memungkinkan dilakukan analisis matematik untuk menghasilkan data raster curah hujan tahunan dan suhu bulanan rata-rata. Data out put selanjutnya diekspor dalam format berekstensi .bil yang dapat terbaca oleh Arc GIS, untuk selanjutnya dilakukan konversi data ke bentuk vector.

4.3.3.3 Peta Penutupan Lahan dan Peta Area Terbakar

Data citra satelit diunduh dari internet USGS dan Bing, untuk selanjutnya dilakukan koreksi geometrik dan radiometrik. Citra landsat terkoreksi diolah dengan supervised classification ERDAS Imagine 9.2 dan hasilnya diperbaiki dengan metoda visual memanfaatkan citra Bing dan citra landsat akuisisi rentang waktu 1 tahun tahun 2008-2010. Perbaikan hasil klasifikasi digital tersebut juga bermanfaat untuk menghilangkan tutupan awan. Citra resolusi tinggi Bing juga digunakan untuk memetakan area terbakar dan verifikasi tingkat kesesuaian hotspot dalam mengindikasikan kejadian kebakaran hutan dan lahan di lapangan.

4.3.3.4 Peta Kepadatan Penduduk, Tingkat PDRB Perkapita dan Pendidikan

Ketiga peta tematik ini menggunakan batas spasial wilayah administratif. Peta PDRB per kapita administrasi kabupaten, tingkat pendidikan administrasi kecamatan dan kepadatan penduduk administrasi desa disusun menggunakan batas wilayah sesuai dengan tingkat ketersediaan data. Data sosek pada ketiga peta dijadikan sebagai atribut peta.

4.3.3.5 Peta Jarak dari Sungai,

Mangrove, Kota Kecamatan dan Jalan Peta jarak dari sungai, jalan, kota kecamatan dan mangrove dibuat dengan memanfaatkan tool buffer pada Arc GIS 9.3. Untuk pembuatan peta ini digunakan input data spasial berupa peta sungai, peta jalandan peta lokasi ibu kota kecamatan hasil digitasi citra landsat serta peta batas mangrove dari peta penutupan lahan.

4.3.3.6 Peta Status Lahan

Peta status lahan disusun dengan memanfaatkan batas wilayah kawasan hutan pada peta paduserasi kawasan hutan Sulawesi Tenggara. Peta ini memberikan informasi tentang batas wilayah kawasan hutan dengan kawasan budidaya Area Peruntukkan Lain.

4.3.4 Metode Pemodelan

Analisis data yang dilakukan terhadap hotspot, data-data spasial dan kuisionerwawancara. Data hotspot yang bersumber dari situs NASA memiliki sistem koordinat geografis. Data ini diambil dari keseluruhan hotspot yang tercatat selama rentang waktu 5 tahun. Data ini seanjutnya diubah menjadi shapefile dengan memanfaatkan fasilitas “Add XY Data” pada software Arc GIS 9.3. Selanjutnya proyeksi koordinat peta dikonversi dari koordinat geografis ke koordinat UTM dengan datum WGS84 dan zona 51S. Peta sebaran hotspot diverifikasi untuk mengetahui nilai keakuratan hotspot, selanjutnya dilakukan pengacakan untuk memilih hotspot yang akan digunakan untuk pembangun model dan sisanya untuk melakukan validasi model. Hotspot yang akan digunakan untuk membangun model ditetapkan sebanyak 505 hotspot dan untuk keperluan validasi 200 hotspot. Hotspot pembangun model selanjutnya diolah dengan fasilitas Density Tool kernel density pada Arc GIS untuk membuat peta kepadatan hotspot. Out put data berupa data raster dengan ukuran tiap piksel 1 km x 1 km yang mengkalkulasi kepadatan hotspot pada radius 1 km. Peta kepadatan hotspot ini dimanfaatkan untuk menduga variabel-variabel penyusun model kebakaran hutan dan lahan. Langkah berikutnya adalah melakukan analisis spasial terhadap data-data yang telah dilakukan pra pengolahan. Tahapan-tahapan yang dilakukan sebagai berikut :

4.3.4.1 Pengkelasan Peubah

Identifikasi terhadap variabel-variabel pada aspek sosial ekonomi dan biofisik dilakukan sebelum pengkelasan. Jenis-jenis variabel yang akan diuji diperoleh dari hasil penelusuran literatur yang diduga berpengaruh terhadap terjadinya kebakaran. Masing ‐masing variabel yang digunakan dalam penyusunan model ini mempertimbangkan pengaruh aspek terkait biofisik dan antropogenic sosial ekonomi terhadap kebakaran hutan dan lahan.