Tahap Pemilihan Alternatif Pengambilan Keputusan

berada pada tutupan lahan hutan wilayah Desa Trimulya, Kecamatan Onembute, Kabupaten Konawe. Pengujian terhadap hotspot NOAA dengan akuisisi 3 bulan sebelum akuisisi citra Bing 2011 memperoleh 11 hotspot sampel. Dari 11 hotspot tersebut, dijumpai bekas-bekas kebakaran pada jarak 1 km dari 10 hotspot 91 , dan tidak ada tanda bekas kebakaran pada 1 hotspot 9 . Verifikasi dengan laporan lapang di sebagian kawasan TNRAW juga menunjukkan ada hubungan positip antara kejadian kebakaran dengan peta area kebakaran yang diekstrak dari citra Bing. Jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan hasil patroli regu DALKARHUT ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15 Perjumpaan kejadian kebakaran di sebagian kawasan TNRAW No Bulan Kejadian Kebakaran Tahun 2011 Kejadian Kebakaran tahun 2012 1. Januari 8 2. Februari 11 3. Maret 6 4. April 7 3 5. Mei 6 6. Juni 4 3 7. Juli 9 1 8. Agustus Tidak ada data 17 9. September 4 10 10. Oktober Tidak ada data 13 11. Nopember Tidak ada data 4 12. Desember Tidak ada data Jumlah 55 51 Verifikasi dengan data lapang dapat menerangkan kejadian kebakaran pada area savana khususnya area di sepanjang kiri-kanan jalan poros Desa Tatangge-Desa Lantari. Terbatasnya area monitoring dipengaruhi oleh kemampuan mobilitas sarpras pendukung seperti mobil dan kendaraan bermotor untuk menjangkau daerah-daerah yang sulit dan sedikitnya jumlah personil dibandingkan luas kawasan yang harus dimonitor. Verifikasi hotspot untuk area- area yang lebih luas masih mengandalkan pemanfaatan citra resolusi tinggi. Rekapitulasi data kejadian kebakaran hasil monitoring regu DALKARHUT tahun 2011 dan 2012 selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Dengan hasil verifikasi tersebut di atas, secara umum hotspot di wilayah studi cukup layak digunakan sebagai indikator kejadian kebakaran hutan dan lahan. Sesuai hasil verifikasi juga diketahui adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan di wilayah studi sebagai hasil analisis visual maupun perjumpaan di lapangan tidak diidentifikasi sebagai hotspot oleh satelit MODIS maupun NOAA. Salah satu contohnya adalah kejadian kebakaran di lahan pertanian dan hutan yang terjadi di wilayah Kecamatan Lambandia dan Watubangga pada Gambar 5. Di lokasi tersebut tidak ditemukan adanya hotspot di sekitar area terbakar pada bulan Mei-Oktober 2011. Keterbatasan data hotspot satelit juga terlihat pada hasil verifikasi kebakaran hutan dan lahan berdasarkan monitoring regu DALKARHUT BTNRAW dimana banyak temuan kebakaran dengan luasan kurang dari 1 km² tidak terdeteksi sebagai hotspot. Secara umum, kesulitan sensor mengidentifikasi kebakaran sebagai hotspot diduga disebabkan beberapa faktor, seperti : a. Area kebakaran tidak terlalu luas. Ini seperti terjadi pada beberapa area pertanian lahan kering yang terbakar di Kecamatan Lambandia dan beberapa kejadian kebakaran savana di Kecamatan Lantari Jaya dan Kecamatan Tinanggea hasil monitoring regu DALKARHUT. b. Area kebakaran luas namun api tidak terlalu besar sehingga sulit dideteksi sensor. Ini dapat terjadi pada kebakaran savana yang memiliki volume vegetasi penutup lahan biomassa yang telah menurun akibat pengaruh kekeringan pada musim kemarau. c. Di atas area terbakar terdapat awan sehingga terjadi haze atmosfer. d. Kebakaran telah berhentipadam ketika satelit melintas di atas wilayah studi. Gambar 5 Contoh area terbakar yang tidak teridentifikasi sebagai hotspot Hasil pengujian kedua jenis hotspot menunjukkan bahwa hotspot bersumber dari MODIS memiliki keunggulan dibandingkan dengan NOAA dalam hal kemampuan untuk mendeteksi kebakaran dan resolusi temporalnya. Hotspot yang dihasilkan oleh MODIS dari sisi kuantitas lebih banyak sehingga kebakaran yang tidak teridentifikasi sebagai hotspot lebih sedikit dibandingkan NOAA. Berdasarkan hasil tersebut maka penelitian ini menggunakan hotspot MODIS sebagai indikator kebakaran hutan dan lahan di wilayah studi.