Hotspot diproses oleh MODIS Rapid Response Sistem menggunakan algoritma berstandar MODIS MOD14MYD14 Fire dan produk Thermal
Anomalies. Deteksi kebakaran dilakukan dengan memanfaatkan emisi yang kuat dari radiasi inframerah tengah yang dipantulkandipancarkan oleh kebakaran.
Algoritma memeriksa setiap pixel dari petak MODIS, dan parameter data meliputi data
yang hilang,
awan, air,
non-api, api,
atau tidak
diketahui http:firefly.geog.umd.edufirms
.
3.1.2 Faktor –faktor yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan
Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terdiri dari dua faktor
yaitu faktor alam antara lain petir, letusan gunung berapi atau potensi batu bara yang terbakar berupa dan faktor manusia baik yang sengaja maupun tidak sengaja
Syaufina 2008. Menurut Asian Development Bank tahun 19971998, kebakaran hutan disebabkan oleh 99 perbuatan manusia dan 1 faktor alam. Kebakaran
yang disebabkan perbuatan manusia dapat dikelompokan menjadi : puntung rokok 35, kecerobohan 25, konversi lahan 13, perladangan 10, pertanian 7,
kecemburuan sosial 6, kegiatan transmigrasi 13 Sumantri 2007.
Di Nevada, kebakaran yang disebabkan oleh alam sering terjadi pada daerah dengan kerapatan petir yang tinggi. Pengaruh faktor alam terlihat pada
daerah-daerah yang sulit diakses oleh manusia yang dapat memicu terjadinya penyalaan api. Kebakaran secara alami ini terjadi ketika didukung oleh kesesuaian
bahan bakar dan topografi Dilts et al. 2009. Untuk Indonesia kebakaran disebabkan faktor alam ini jarang terjadi. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan mencakup faktor sosial ekonomi dalam segitiga api terkait sumber penyalaan dan biofisik terkait bahan bakar.
3.1.2.1
Faktor Sosial Ekonomi Pengolahan Lahan
Menurut penelitan hampir 100 kebakaran hutan dan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh faktor kesengajaan manusia akibat adanya kegiatan
pembukaan lahan Syaufina 2008. Sebagian masyarakat sengaja membakar hutan untuk memperluas lahan garapan. Pembakaran lahan dapat meningkatkan
kesuburan tanah secara mudah dan murah, dimana masyarakat untuk mengolah lahannya tidak perlu mengeluarkan dana untuk membeli pupuk. Pembakaran
lahan secara nyata telah menurunkan sifat biologi tanah seperti jumlah mikroorganisme yang hidup di tanah Wasis 2003.
Prasad et al. 2008 juga menemukan keterkaitan yang erat antara aktivitas masyarakat dengan kejadian kebakaran hutan di India. Permintaan terhadap kayu
bakar di pedesaan terkait erat dengan pembersihan dan pembakaran lahan pertanian, dimana vegetasi pohon ditebang dan dibakar dengan tujuan membuka
lahan. Ketergantungan masyarakat pada hutan sebagai penyedia kayu bakar dan sumber utama energi menyebabkan deforestasi yang serius di beberapa bagian
hutan. Populasi yang terus meningkat menyebabkan konsumsi bahan bakar kayu meningkat dengan cepat. Hal ini seringkali memicu terjadinya kebakaran hutan.
Demografi Penduduk
Kepadatan penduduk pedesaan, angka buta huruf serta ketergantungan penduduk pedesaan pada sumber daya hutan merupakan faktor yang berpeluang
menimbulkan kebakaran hutan Prasad et al. 2008. Pengaruh tingkat kepadatan penduduk ini juga terlihat pada pola sebaran kebakaran yang frekuensinya
semakin meningkat di daerah-daerah berpenduduk padat dan sedkit di daerah- daerah yang penduduknya jarang Calcerrada et al. 2010.
Di banyak daerah kebakaran dipengaruhi oleh jumlah penduduk dimana pada daerah-daerah yang penduduknya rendah ada kecenderungan jumlah
kebakaran yang terjadi juga rendah. Ini terkait dengan faktor manusia sebagai penyebab terjadinya penyalaan api. Dengan semakin banyaknya jumlah
penduduk, intensitas aktivitas manusia untuk mengakstraksi sumberdaya alam dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonomi juga meningkat meningkat Zhai et
al. 2003; Yamashita 2008; Syphard et al. 2009.
Faktor pendorong terjadinya kebakaran hutan di Riau adalah pertambahan jumlah penduduk yang cukup tinggi, lapangan kerja, dan kesempatan kerja yang
terbatas, kurangnya pembinaan terhadap masyarakat di sekitar hutan dan tidak adanya sanksi adat yang diberikan kepada masyarakat di sekitar hutan
Mangandar 2000
Samsuri 2008 mengidentifikasi ada empat faktor utama yang berpengaruh terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan
Tengah, yaitu tipe sistem lahan, tipe tutupan lahan, tipe tanah dan fungsi kawasan yang dapat digunakan untuk menduga kepadatan hotspot per km².
Aksesibilitas
Faktor utama penyebab kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat adalah aktivitas manusia yang dipengaruhi jarak dari kota, penggunaan lahan, dan
faktor biofisik yang dipengaruhi oleh tutupan lahan Kayoman 2010. Pengaruh faktor manusia ini juga terlihat dari pola sebaran titik api yang
berkorelasi kuat dengan ketersediaan aksesibilitas di wilayah tersebut. Daerah- daerah yang berdekatan dengan jalan lebih rawan terjadi kebakaran daripada
daerah yang jauh Zhai et al. 2003; Calcerrada et al. 2010.
Pemahaman Masyarakat
Lee et al. 2009 mengatakan bahwa ada kaitan kuat antara tingkat pemahaman masyarakat sekitar dengan terjadinya gangguan di beberapa kawasan
lindung Sulawesi. Beberapa variabel prediktor yang digunakan adalah informasi rumah tangga, pendapat terhadap kawasan lindung, pemahaman terhadap
konservasi, interaksi dengan kawasan lindung dan variabel sosial demografi. Parameter-parameter yang diukur adalah tingkat dukungan terhadap pembangunan
kawasan lindung, metoda pemanfaatan yang mendukung keberlanjutan sumber daya, partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan kawasan lindung, konflik
dalam pemanfaatan ruang, jumlah penduduk, proporsi suku asli, jarak dari pemukiman, jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan
jenis mata pencaharian penduduk.
Status Kawasan
Status kawasan yang berbeda menunjukkan frekuensi kebakaran yang berbeda. Berdasarkan status kawasannya, kebakaran lebih sering terjadi di hutan
alam dari pada di Hutan Tanaman Industri maupun Hutan Hak di luar keperluan industri. Hutan hak non industri lebih rendah kerawanannya daripada kedua
status kawasan lainnya. Terkait jenis tanamannya, kebakaran lebih sering terjadi di hutan pinus dan campuran pinus-daun lebar daripada hutan daun lebar. Ini
terkait dengan kemudahan terbakar pada media bahan bakar api Zhai et al. 2003.
Daerah Terbangun
Tingkat perkembangan wilayah juga mempengaruhi frekuensi kebakaran. Kebakaran umumnya meningkat dengan makin dekatnya jarak terhadap pusat-
pusat pemukiman. Daerah yang lebih dekat lebih tinggi kepadatan hotspot-nya dibandingkan daerah yang jauh dan sulit diakses penduduk. Kepadatan hotspot ini
menurun untuk daerah-daerah yang sangat dekat dengan pemukiman Yamashita 2008.
3.1.2.2 Faktor Biofisik
Faktor lingkungan biofisik, mencakup variabel-variabel lingkungan yang
mempengaruhi kemudahan untuk terbakar dan kejadian kebakaran, meliputi :
Topografi
Salah satu unsur yang mempengaruhi perilaku api adalah Topografi. Faktor topografi terdiri atas data ketinggian elevasi, kelerengan slope, aspect
dan tingkat keterisolasian Chuvieco et al. 1997. Slope mempengaruhi kecepatan penjalaran api dan aspek berhubungan dengat kondisi kelembaban udara. Variabel
elevasi mempengaruhi tingkat kelembaban bahan bakar dan udara Setiawan et al. 2004.
Syaufina 2008 menyatakan bahwa semakin curam lereng maka akan semakin cepat api menjalar disebabkan nyala api lebih dekat dengan bahan bakar.
Aliran angin biasanya menuju puncak. Udara yang terpanaskan akan menambah kecepatan angin dan menimbulkan lompatan bara api yang jatuh ke bawah dan
menimpa bahan bakar baru. Bentang alam berpengaruh terhadap pola angin setempat yang dapat menjadi penghalang dan merubah aliran udara yang akan
menyebabkan turbulensi. Aspek adalah arah menghadapnya lereng terhadap penyinaran matahari. Biasanya lereng yang pertama kali mendapat penyinaran
matahari akan mempengaruhi cuaca setempat seperti suhu, kelembaban dan arah angin.
Dalam penelitian yang dilakukan Dilts et al. 2009 mengenai pemodelan kebakaran untuk pemetaan kejadian kebakaran, terdapat hasil yang berbeda.
Kerawanan kebakaran daerah bertopografi tinggi justru lebih rendah dibandingakan topografi rendah. Hal ini disebabkan sulitnya aksesibilitas manusia
yang dapat menyebabkan kebakaran.