Validasi Pendugaan Model Komposit

Pada peta terlihat bahwa model dapat menerangkan dengan baik area-area kelas kepadatan hotspot tinggi di bagian selatan dan tenggara wilayah studi Kecamatan Mata Usu, Lantari Jaya dan Tinanggea, namun kurang baik dalam memprediksi sebagian kecil area kepadatan hotspot tinggi di bagian barat daya Kecamatan Watubangga dan timur laut Kecamatan Puriala. Kawasan hutan mangrove sulit terjadi kebakaran, untuk itu peta kerawan kebakaran pada hutan mangrove yang dihasilkan oleh model perlu dikoreksi. Kepadatan hotspot dengan kategori rendah umumnya dapat diprediksi dengan baik oleh model, baik di bagian tengah maupun utara wilayah studi sebagian besar wilayah kecamatan. Hasil visualisasi model selaras dengan data temuan kejadian kebakaran di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Tahun 2011-2012 berdasarkan data laporan Regu Pengendalian Kebakaran Hutan BTNRAW. Posisi kejadian kebakaran umumnya berada pada kelas kerawanan kebakaran tinggi dan sedang. Keterbatasan data temuan kejadian kebakaran ini adalah pada aspek posisi kejadian kebakaran dimana pada umumnya temuan ini banyak terkonsentrasi di area-area berdekatan dengan aksesibilitas jalan yang difungsikan sebagai jalur patroli petugas. Untuk area-area yang sulit diakses, data yang dimiliki sangat terbatas. Posisi temuan kejadian kebakaran terhadap model dapat dilihat pada Gambar 22. Gambar 22 Posisi temuan kebakaran pada peta kerawanan kebakaran Perhitungan akurasi juga dilakukan dengan cara membandingkan skor komposit yang dihasilkan oleh hotspot pembangun model terhadap skor komposit yang dihasilkan oleh hotspot validasi untuk setiap piksel area Jumlah 3 872 piksel. Perbandingan nilai statistik dilakukan dengan dukungan software Arc GIS 9.3 untuk menghitung nilai minimum, maksimum, jumlah, rata-rata, standar deviasi, simpangan agregat, simpangan rata-rata, Root Mean Square Error RMSE dan bias pada kedua jenis data untuk mengetahui keakuratan model dalam menerangkan kerawanan kebakaran. Hasil perhitungan beberapa nilai statistik pada skor komposit model dan validasi ditampilkan pada Tabel 36. Tabel 36 Perbandingan nilai statistik skor komposit hotspot model dan validasi Parameter Statistik Model Validasi Count 3872 3872 Minimum 15.4958 15.4705 Maksimum 98.3252 100.01 Sum 186 341.57 189 636.75 Mean 48.1254 48.9764 Standard Deviation 15.75 15.44 Berdasarkan nilai statistik pada Tabel 36, dihasilkan parameter statistik akurasi skor komposit yang dihasilkan oleh model sebagai berikut : Simpangan Agregat SA = -0.0177 Simpangan Rata-rata SR = 0.000 Root Mean Square Error RMSE = 2.53 Bias e = 2.67 Signifikansi = 0.000 Gambar 23 Peta kerawanan kebakaran diekstrak dari hotspot validasi Pada hasil perhitungan parameter akurasi di atas terlihat bahwa simpangan agregat berada di dalam kisaran -1 sampai dengan 1, simpangan rata-rata kurang dari 10 , Root Mean Square Error RMSE kecil, bias rendah dan signifikansi 0.05. Ini menunjukkan bahwa model sudah cukup baik menerangkan tingkat kerawanan kebakaran di wilayah studi. Visualisasi model yang diekstrak dari hotspot validasi dengan pembagian kelas mengikuti kriteria nilai interval skor komposit pada Tabel 35 memberikan hasil seperti pada Gambar 23.

5.6 Analisis Kerawanan Kebakaran Menurut Tata Ruang Zonasi

Penataan ruang di dalam kawasan taman nasional dikenal dengan sistem zonasi. Sistem zonasi Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan PHKA Kementerian Kehutanan melalui SK.43IV-KK2008 tanggal 14 April 2008, terdiri atas zona inti, zona rimba, zona rehabilitasi, zona pemanfaatan, zona tradisional dan zona khusus. Zona terluas adalah zona rimba 42 dan zona terkecil berupa zona khusus berada di dalam kawasan TNRAW sepanjang jalan poros Desa Tatangge-Desa Lantari dan jalan Desa Bou. Zona inti memiliki luas 26 863 ha 26 , merupakan kawasan yang memiliki status perlindungan tertinggi di dalam kawasan TNRAW. Perkiraan luas masing-masing zona berdasarkan wilayah administrasi kabupaten sebagaimana ditampilkan pada Tabel 37. Tabel 37 Luasan zonasi TNRAW Kab. Zona Inti ha Zona Rimba ha Zona Rehabilitasi ha Zona Pemanfaatan ha Zona Tradisional ha Zona Khusus ha Jumlah ha Konawe Selatan 5 221 11 113 9 905 4 539 3 604 95 34 468 Bombana 14 185 24 409 2 041 1 480 1 990 164 44 254 Kolaka 3 383 3 695 4 132 2 087 1 406 14 703 Konawe 4 075 5 397 1 438 858 11 769 Jumlah 26 864 44 615 17 516 8 964 6 999 259 105 194 Sesuai tingkat kerawanannya, 77.51 termasuk dikategorikan kerawanan rendah, 8.82 kerawanan sedang dan 13.04 kerawanan tinggi. Kelas kerawanan tinggi banyak terdapat pada zona rimba 9.97 , sedangkan zona inti dengan kerawanan tinggi proporsi luasannya hanya 0.20 dari seluruh luas kawasan. Perkiraan luas tiap kelas kerawanan tiap zona ditunjukkan Tabel 38. Untuk menentukkan area prioritas dilakukan analisis resiko dengan mengalikan skor kerawanan dengan skor tingkat kepentingan kawasan. Area prioritas ditentukan menurut nilai skor resiko 3 skor tertinggi. Perhitungan nilai skor resiko selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 39. Dari hasil analisis resiko, persentase luasan area resiko tinggi luasnya 11.19 dengan jumlah skor ≥ 8, sedangkan resiko sedang memiliki persentase luas 33.04 dengan jumlah skor 4- 6 dan sisanya 55.77 dengan skor 4 dikategorikan area resiko rendah. Tabel 38 Persentase luas kelas kerawanan berdasarkan jenis zona KELAS KERAWANAN KEBAKARAN Rendah Sedang Tinggi JENIS ZONA Luas km² Persentase Luas km² Persentase Luas km² Persentase A. Zona Inti 255.75 24.31 10.76 1.02 2.10 0.20 B. Zona Rimba 286.36 27.22 54.88 5.22 104.86 9.97 C. Zona lainnya 273.21 25.97 27.10 2.58 30.19 2.87 Zona Pemanfaatan 40.96 3.89 20.34 1.93 28.33 2.69 Zona Khusus 0.29 0.03 0.30 0.03 1.77 0.17 Zona Tradisional 69.41 6.60 0.60 0.06 0.00 0.00 Zona Rehabilitasi 162.54 15.45 5.86 0.56 0.08 0.01 Jumlah 815.32

77.51 92.74

8.82 137.14

13.04 Gambar 24 Peta kelas kerawanan kebakaran TNRAW sesuai jenis zonanya Keterangan gambar : ZI = Zona Inti, ZKh=Zona Khusus, ZP = Zona Pemanfaatan, ZRi = Zona Rimba, ZTr=Zona Tradisional, Zre=Zona Rehabilitasi Pada Gambar 24 terlihat bahwa zona inti yang memiliki kerawanan kebakaran tinggi umumnya berlokasi di jajaran perbukitan di sekitar Gunung Watumohai, berdekatan dengan tutupan lahan savana. Area ini perlu mendapatkan perhatian dalam mitigasi atau pengendalian kebakaran untuk menghindari dampak kerusakan ekologis khususnya terhadap spesies rentanterancam punah. Berdekatan dengan zona inti, terdapat zona pemanfaatan dan zona rimba yang memiliki kelas kerawanan kebakaran yang tinggi pula. Zona rimba memiliki fungsi yang sangat penting setelah zona inti, sebab zona rimba berfungsi sebagai zona penyangga bagi spesies dilindungi pada zona inti. Zona ini juga sering difungsikan sebagai tempat hidup, berkembang biak, mencari makan, tempat migrasi dan jalur jelajah spesies terancam punah, sehingga kadangkala memiliki peran sama penting dengan zona inti. Ada pula area prioritas tinggi di kawasan Rawa Aopa, dimana di daerah ini dapat terjadi kebakaran disebabkan kondisi lahan yang tidak selalu tertutup air. Kondisi Rawa Aopa sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim penghujan air Rawa Aopa melimpah dan saat kemarau terjadi penyusutan debit air. Pada saat kemarau inilah daerah rawa yang tak berair rawan kebakaran khususnya di daerah-daerah dengan vegetasi rerumputan atau pohon bersemak. Penyusunan strategi terkait sosial ekonomi memerlukan informasi desa- desa penyangga terdekat sebagai sasaran DALKARHUT. Prioritas desa penyangga didasarkan pada skor resiko desa terkait kebakaran hutan dan lahan di dalam kawasan TNRAW. Secara spasial perhitungan skor resiko dilakukan dengan mempertimbangkan unsur kedekatan jarak dan tingkat aktivitas desa bersangkutan di dalam area prioritas sesuai informasi petugas. Tabel 39 Nilai skor resiko kebakaran Tingkat Kepentingan Skor Tingkat Kerawanan Skor Tinggi 4 Sedang 3 Rendah 1 Zona Inti 4 16 12 4 Zona Rimba 2 8 6 2 Zona Lainnya 1 4 3 1 Kriteria yang digunakan sebagai penentu skor resiko area prioritas desa penyangga adalah sebagai berikut : Kriteria desa prioritas tinggi: 1. Sebagian wilayahnya memiliki skor resiko tinggi peta resiko 2. Berdekatan dengan area skor resiko tinggi analisis jarak pada peta resiko 3. Memiliki masyarakat yang memiliki interaksi tinggi terhadap area dengan resiko tinggi informasi dari petugas Kriteria desa prioritas sedang : 1. Sebagian wilayahnya memiliki skor resiko sedang peta resiko 2. Berdekatan dengan area skor resiko sedang analisis jarak pada peta resiko 3. Memiliki masyarakat yang memiliki interaksi tinggi terhadap area dengan resiko tinggi informasi dari petugas Desa-desa yang tidak memenuhi kriteria di atas dikategorikan sebagai desa prioritas rendah, disebabkan posisinya berdekatan dengan area-area TNRAW yang kurang diprioritaskan dalam upaya DALKARHUT. Mengacu kriteria tersebut, 74 desa terdekat dari kawasan TNRAW terbagi menjadi 3, yaitu 16 desa termasuk prioritas tinggi, 27 desa prioritas sedang dan 32 desa prioritas rendah. Posisi masing-masing area berdasarkan skor resiko ditunjukkan oleh Gambar 25.