IV. GAMBARAN UMUM
4.1 Perkembangan Infrastruktur Jalan di Indonesia
Jalan merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat. Fungsinya sebagai media bagi distribusi barang dan orang membuat jalan sangat penting bagi
perekonomian suatu negara. Apalagi Indonesia sebagai negara yang memiliki luas wilayah yang sangat besar menjadikan jalan sebagai penyambung antar wilayah
yang paling penting karena jalan dapat menghubungkan berbagai daerah baik dekat maupun jauh. Terutama di era desentralisasi sekarang membuat fungsi jalan
semakin penting bagi pemersatu bangsa. Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 2004, jalan merupakan salah satu sarana transportasi yang memiliki unsur penting
dalam pengembangan hidup berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan kesatuan dan persatuan. Pentingnya jalan ini dibuktikan dengan pembangunan secara
berkelanjutan oleh pemerintah dari tahun ke tahun. Pembangunan jalan bahkan telah dilakukan sejak jaman Belanda masih
menjajah Indonesia. Pembangunan jalan Anyer-Panarukan pada tahun 1808 yang panjangnya hingga mencapai 1000 km dibangun pada masa Gubernur Belanda
Herman Willem Daendels. Kini, sebagian dari jalan ini dikenal dengan jalur Pantai Utara atau Pantura yang membentang sepanjang utara Pulau Jawa.
Meskipun tujuan utama dari pembangunan jalan ini adalah sebagai pertahanan militer dari Inggris namun ternyata pembangunan jalan ini memiliki manfaat
ekonomi. Pengangkutan hasil produk kopi dari tanam paksa dari kota Priangan ke pelabuhan Cirebon dan Indramayu mulai terjadi semenjak jalan yang dikenal
dengan Jalan Raya Pos ini dibangun. Sebelumnya, hasil produk kopi membusuk di gudang-gudang penyimpanan. Selain itu perjalanan Jakarta-Surabaya yang biasa
dicapai hingga 40 hari perjalanan bias dipersingkat menjadi 7 hari perjalanan. Infrastruktur jalan Indonesia telah mengalami perkembangan. Hal ini bisa
dilihat dari pertambahan panjang jalan dari tahun ke tahun, baik untuk jalan nasional, provinsi, maupun kotakabupaten. Dari tabel 4. terlihat bahwa dari tahun
ke tahun panjang jalan di Indonesia semakin bertambah. Namun dari tahun 2004 hingga tahun 2008 jalan nasional dan jalan provinsi tidak mengalami penambahan
panjang jalan. Hanya jalan kotakabupaten yang mengalami penambahan panjang jalan. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat akan jalan yang menghubungkan
antar wilayah yang cukup dekat. Penambahan jalan kotakabupaten juga bertujuan agar tidak terjadi penumpukkan kendaraan di jalan-jalan yang banyak dilalui oleh
masyarakat.
Tabel 4. Panjang Jalan di Indonesia, 1987 - 2008
Tahun Negara
Propinsi KabKota
Jumlah Km
1987 13.863
40.277 168.784
222.924 1993
23.483 46.231
275.178 344.892
1998 27.977
47.863 279.523
355.363 1999
26.206 46.538
283.207 355.951
2005 34.628
49.125 316.255
391.009 2008
34.628 49.125
363.006 437.759
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008
Tabel 4 memperlihatkan pula terjadinya pengurangan panjang jalan Negara dan propinsi di Indonesia pada tahun 1999. Karena saat perhitungan
panjang jalan pada tahun 1999, Departemen Pekerjaan Umum Pusat dan Daerah tidak memperhitungkan panjang jalan di Timor Timur. Hal ini berkaitan dengan
adanya Jajak Pendapat yang menghasilkan keputusan bahwa Timor Timur resmi keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penambahan panjang jalan dari tahun ke tahun ternyata tidak mengatasi permasalahan di jalan raya, yaitu kemacetan. Semakin hari kemacetan Indonesia
semakin parah, terutama untuk wilayah yang padat akan penduduk. Penyebab utama kemacetan adalah pertambahan jumlah kendaraan yang tidak diikuti dengan
pertambahan ruas jalan. Sehingga banyaknya kendaraan tidak sebanding dengan banyaknya jalan raya akibatnya terjadi penumpukkan kendaraan. Kota Jakarta
merupakan bukti nyata dari keadaan kurangnya ruas jalan raya jika disesuaikan dengan jumlah kendaraan yang berada di Jakarta setiap harinya. Sehingga hampir
setiap hari pada jam sibuk di kota Jakarta terjadi kemacetan yang cukup panjang.
Tabel 5. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2004 – 2009 persen
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008
2009
Pengangkutan dan Komunikasi 6,2
6,5 6,9
6,7 6,3
6.,3 Pengangkutan
3,9 4,0
4,3 3,8
3,5 3,2
1. Angkutan Rel 0,1
2. Angkutan Jalan Raya 1,9
2,1 2,4
2,2 2,0
1,8 3. Angkutan Laut
0,5 0,5
0,5 0,4
0,3 0,3
4. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan 0,1
0,1 0,1
0,1 0,1
0,1 5. Angkutan Udara
0,4 0,4
0,4 0,4
0,4 0,4
6. Jasa Penunjang Angkutan 0,8
0,8 0,8
0,7 0,6
0,5
Komunikasi 2,4
2,5 2,7
2,9 2,8
3,0
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009
Selain perannya sebagai media distribusi barang dan orang, jalan juga memberikan kontribusi kepada perekonomian Indonesia. Distribusi Persentase
Produk Domestik Bruto merupakan gambaran struktur perekonomian atau peranan setiap sektor dalam perekonomian. Tabel di atas menunjukkan distribusi
persentase PDB sektor pengangkutan dan komunikasi. Dari tabel dapat dilihat bahwa sektor pengangkutan memiliki peran lebih besar pada perekonomian
dibandingkan sektor komunikasi, yaitu sebesar 3.9. Namun jika dibandingkan sektor lain, distribusi dari sektor pengangkutan sangat kecil. Sehingga kadang
tidak diperhitungkan dalam perkembangan perekonomian nasional.
Gambar 3. Kondisi Jalan Nasional, 1997- 2002 Sumber : Bappenas, 2003
Gambar 3 menunjukkan kondisi jalan nasional dari tahun 1997 hingga 2002. Kondisi baik dan sedang cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan
kondisi baik yang cukup besar, hampir 50 terjadi pada tahun 1999. Namun peningkatan kondisi jalan yang rusak berat hingga mencapai 21 juga terjadi
pada tahun 2001. Masih buruknya kondisi jalan nasional ini dikarenakan masih
23,9 15,3
30,3 34,9
34,3 31,4
36,6 45,6
30,1 32,4
30,3 38,1
9,3 23,7
22,7 17,5
14,5 16,5
20,2 15,5
16,9 15,2
21 13,9
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
1997 1998
1999 2000
2001 2002
rusak berat rusak ringan
sedang baik
terbatasnya dana yang dimiliki oleh pemerintah untuk memelihara dan memperbaiki jalan. APBN maupun APBD yang diandalkan untuk membiayai
pembangunan jalan tidak dapat membiayai sepenuhnya pembangunan, pemeliharaan, serta peningkatan jalan.
Kerusakan prasarana jalan menyebabkan kemacetan diberbagai ruas jalan dan juga menyebabkan peningkatan biaya sosial yang diderita oleh pengguna
jalan. Jika kondisi jalan ini tidak secepatnya diperbaiki maka dapat mengganggu perekonomian baik daerah maupun pusat, termasuk kegiatan investasi diberbagai
sektor yang memerlukan prasarana jalan.
4.2 Perkembangan Jalan Tol di Indonesia