Undang-Undang No 38 Tahun 2004 Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Mempercepat Pembangunan Jalan Tol di Indonesia

Akibatnya ketika kenaikan tarif dilakukan, kenaikan melebihi laju inflasi yang terjadi. Seperti yang terjadi pada tahun 2010 ketika Jasa Marga hendak menaikkan tarif tol bandara dan tol Cikampek sebesar 12. Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sebagai pelindung konsumen bahwa laju inflasi tidak mencapai 12. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS inflasi pada bulan Mei 2010 sebesar 0,29. Sedangkan laju inflasi Januari-Mei 2010 sebesar 1,44 dan laju inflasi Mei 2010 terhadap Mei 2009 sebesar 4,16. Ketidakkonsistenan regulasi akan menyebabkan kerugian bagi kedua belah pihak, operator sebagai produsen dan pemakai jalan tol sebagai konsumen. Sehingga diperlukan regulasi yang bisa dijalankan dan menguntungkan kedua belah pihak. Operator bisa melakukan penaikkan tarif tol sesuai dengan kondisi dan konsumen bisa mendapatkan pelayanan yang baik sesuai dengan aturan Standar Pelayanan Minimal SPM.

4.6 Kebijakan Pemerintah Dalam Rangka Mempercepat Pembangunan Jalan Tol di Indonesia

Dalam rangka mempercepat pembangunan jalan tol pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan yang tersurat dalam Undang-Undang, antara lain:

4.6.1 Undang-Undang No 38 Tahun 2004

Kebijakan mengenai jalan secara umum tercantum dalam Undang-Undang No 38 Tahun 2004 ini termasuk mengenai jalan tol. Undang-Undang ini merupakan pengganti Undang-Undang No 13 Tahun 1980 tentang jalan. Pemberlakuan Undang-Undang ini merupakan awal baru sejarah jalan tol di Indonesia karena bersamaan denga disahkannya Undang-Undang ini maka dibentuk pula Badan Pengatur Jalan Tol BPJT sebagai perpanjangan tangan pemerintah dalam penyelenggaraan, pengawasan, dan pembinaan jalan tol di Indonesia. Penggantian Undang-Undang No 13 tahun 1980 ini dilatarbelakangi oleh perubahan kondisi Indonesia yang saat ini berada dalam era demokrasi. Selain itu adanya tuntutan otonomi daerah dan persaingan globalisasi memerlukan suatu landasan hukum yang dapat mendukung kondisi tersebut. Ada beberapa perbedaan yang cukup besar antara Undang-Undang No 38 tahun 2004 dengan Undang-Undang No 13 tahun 1980. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain, penentuan ruas jalan tol, tarif tol, jenis kendaraan bermotor yang melalui jalan tol, dan penggunaan jalan tol berdasarkan Undang-Undang No 38 tahun 2004 ditentukan dan diputuskan oleh menteri. Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No 13 tahun 1980 hal tersebut ditentukan oleh presiden dengan masukkan dari menteri. Kemudian mengenai wewenang penyelenggaraan atau pengusahaan jalan tol yang bisa diserahkan kepada BUMN, BUMD, ataupun BUMS secara langsung. Sedangkan UU No 13 tahun 1980 menetapkan bahwa pneyelenggaraan atau pengusahaan jalan tol hanya diserahkan kepada BUMN jalan tol atau Jasa Marga. Pemisahan antara tugas sebagai operator dan regulator juga ditetapkan dalam Undang-Undang No 38 tahun 2004. Pada Undang-Undang sebelumnya tugas sebagai operator dan regulator jalan tol dilakukan secara bersamaan oleh Jasa Marga selaku Badan Usaha Milik Negara jalan tol. Namun saat ini, Jasa Marga hanya berperan sebagai operator murni dan tugas regulator dipegang oleh Badan Pengatur Jalan Tol atau BPJT. Undang-Undang No 38 Tahun 2004 ini juga mengatur penyesuaian tarif tol yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 2001. Berdasarkan Undang-Undang ini kenaikan tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali sejak tarif tol terakhir ditetapkan bedasarkan tingkat inflasi wilayah yang bersangkutan dari Badan Pusat Statistik. Hal ini tentu akan menguntungkan bagi pengusaha jalan tol. Sedangkan peraturan pemerintah yang mengatur tarif sebelumnya menetapkan bahwa kenaikan tarif tol dilakukan setiap tiga tahun sekali dengan kenaikan maksimum 25 persen. Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol pun diatur dalam Undang- Undang ini sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 1990 pasal 41 yang menetapkan bahwa pengadaan lahan dibiayai oleh pemerintah. Sedangkan dalam Undang-Undang yang baru tercantum bahwa dana yang digunakan untuk pengadaan tanah bisa berasal dari pemerintah maupun dari badan usaha swasta yang membangun jalan tol. Selama ini ketentuan yang berjalan adalah apabila dana pengadaan tanah dibiayai oleh pihak swasta maka dihitung sebagai investasi dan akan diperhitungkan kompensasinya dalam bentuk penambahan panjang konsesi. Sedangkan jika dana yang dikeluarkan oleh pemerintah, dana tersebut tidak diperhitungkan dan tidak ada kompensasinya. Seharusnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah juga harus ada perhitungan dan kompensasinya karena dana yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah berasal dari pinjaman. Sehingga dana yang sudah ada harus kembali kepada pemerintah melalui pemberian kompensasi yang sesuai.

4.6.2 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol