BAB IV KENDALA-KENDALA DALAM PENINDAKAN ADMINISTRATIF
ATAS PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG ASING
A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pelanggaran
Keimigrasian di Indonesia
Pada Tahun 1993 Menteri Kehakiman RI menetapkan kebijakan tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat BVKS yang berisi pembebasan visa bagi
kunjungan singkat 60 hari dan tidak dapat diperpanjang kepada 20 negara tambahan 26 negara BVW menjadi BVKS. Kebijakan BVKS ini dimaksud untuk
memperlancar dan meningkatkan arus kunjungan orang asing ke Indonesia guna mendorong pembangunan ekonomi. Modifikasi kebijakan BVKS muncul pada
saat Joop Ave menjadi menteri pariwisata. Pada saat itu perluasan defenisi kepariwisataan secara sempit sekedar rekreasih tetapi juga meliputi kegiatan lain
seperti mengunjungi teman atau saudara, pengobatan, religi, mengikuti seminar kunjungan usahabisnis, konvensi, asal bukan kerja.
192
Orang asing yang masuk ke Indonesia pada umumnya menggunakan fasilitas BVKS maupun menggunakan visa wisata akan mendapat izin kunjungan
wisata sesuai dengan izin masuk baik dengan visa atau bebas visa. Di dalam izin kunjungan tersebut dijelaskan bahwa izin kunjungan digunakan penggunaannya
untuk berwisata, tetapi kenyataannya ada juga wisatawan yang
192
Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI, Lintas Sejarah IMIGRASI INDONESIA: Jakarta, 2005, Hal 155-157
Universitas Sumatera Utara
menyalahgunakannya untuk keperluan lain sebagai sampingan bahkan ada juga wisatawan yang sama sekali tidak berwisata. Penyalahgunaan tersebut bisa terjadi
karena faktor-faktor ruang lingkup fasilitas bebas visa yang dinilai terlalu luas, dan pemberian tenggang waktu pada izin kunjungan wisata yang terlalu lama atau
karena faktor petugas Imigrasi sendiri. Hal ini dimanfaatkan oleh orang asing untuk menyalahgunakan izin keimigrasian.
193
Sebagai contoh, menurut pak Ali Said semakin banyak orang Cina yang datang dari Hongkong berkunjung ke Indonesia dan terus menghilang. Sulitnya
mendeteksi keberadaan orang-orang asing yang menghilang di Indonesia itu adalah disebabkan mereka terdiri dari orang-orang Cina yang dilahirkan dan
dibesarkan di Indonesia. Dulu, pada waktu memperoleh kesempatan untuk “beramai-ramai pulang kampung Republik Rakyat Cina RRC,” mereka
meninggalkanmembuat Pernyataan melepaskan kewarganegaraan RI-nya dan memperoleh paspor RRC untuk pulang ke RRC. Kenyataaan membuktikan bahwa
setelah mereka tiba dan hidup di RRC, kebudayaan dan kehidupan di RRC jauh berbeda dengan di Indonesia sehingga mereka berusaha untuk kembali ke
Indonesia dengan berbagai cara. Kesulitan untuk mendeteksi keberadaan mereka kembali di Indonesia adalah disebabkan begitu mereka sampai di kampong
orangtuanya di Indonesia lantas saja mereka membuang paspornya dan memohonmemperoleh Kartu Tanda Penduduk KTP warga Negara Indonesia.
Kemudian mereka membaur kembali dengan penduduk setempat, karena mereka
193
Ibid, Hal 155-157
Universitas Sumatera Utara
memang dilahirkan di Indonesia dan masih fasih bicara bahasa daerah maupun bahasa Indonesia.
194
Kebijakan BVKS memang mendorong berkembangnya industri pariwisata di Indonesia. Tentu saja juga mendatangkan keuntungan bagi dunia usaha
transportasi, perhotelan, biro jasa turisme travel biro dan lain-lainnya. Akan tetapi tidak mendatangkan keuntungan atau pemasukan devisa langsung buat
negara, seperti yang akan dilihat nantinya. Malahan dipihak lain menimbulkan pula akses negatif yakni penyalahgunaan fasilitas BVKS oleh orang asing
misalnya untuk bekerja di Indonesia.
195
Pelaksanaan BVKS diberikan semata-mata untuk kepentingan kunjungan berdasarkan asas manfaat, saling menguntungkan dan tidak menimbulkan
ganguan keamanan. Hal ini juga diberlakukan bagi orang asing dari negara tertentu yang melakukan kerjasama bilateral atau multirateral berdasarkan asas
timbale balik atau resiprokal dengan pemerintah Indonesia.
196
a. Kunjungan wisata
Pelaksanaan teknis bebas visa, yang meliputi
b. Kunjungan sosial budaya
c. Kunjungan usaha
194
Saleh Wiramihardja, Di Bawah Naungan Sumpah Jabatan, Jakarta: Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI, 2006, Hal 123
195
Wawancara dengan Friement F.S. Aruan, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan, Faktor-faktor terjadinya Pelanggaran Keimigrasian, Tanggal 27 Juni 2012, Lihat juga
Keputusan Menteri Kehakiman No. M.01-12.01.02 tahun 1993 tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat BVKS
196
Kementerian Hukum dan HAM RI Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM Akademi Imigrasi, Tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat, Op.Cit,Hal.459
Universitas Sumatera Utara
Kunjungan wisata adalah perjalanan mengunjungi Indonesia untuk berlibur, menikmati objek-objek wisata dan lain-lain. Kunjungan sosial budaya
adalah kunjungan dalam rangak mengunjungi keluarga, melakukan penelitian dan kunjungan yang bersifat sosial budaya, sedangkan kunjungan usaha adalah
kunjungan dalam rangaka membina hubungan bisnis, pembicaraan bisnis dan penjajakan memperluas usaha bisnis di Indonesia.
197
Keputusan Menteri Kehakiman ini merupakan suatu kebijaksanaan pemerintah yang memperluas pemberian fasilitas bebas visa jika dibandingkan
dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman tentang pelaksanaan pembebasan keharusan memiliki visa bagi wisatawan asing, yang
merupakan fasilitas untuk kunjungan khusus wisata.
198
Hasil penelitian Tim Evaluasi dan Analisa dari Badan Pembinaan Hukum Nasional BPHN yang dilakukan sejak tahun 1992-1993 disejumlah daerah
wisata di Indonesia mengenai Pengaturan Fasilitas BVW bagi orang asing yang berkunjung ke Indonesia, menyebutkan adanya pelanggaran terhadap pemberian
fasilitas BVW. Meskipun ruang lingkup fasilitas bebas visa dalam BVKS diperluas tetap saja ditemukan pelanggaran yang sama. Oleh karena itu, kegagalan
ini telah dimanfaatkan orang asing sebagai salah satu cara masuk ke Indonesia.
199
197
Lukman Bratamidjaja, “Aspek Ilmu Perundang-undangan BVKS Bagian I”, Pintu Gerbang No. 44, Direktorat Jendral Imigrasi, Jakarta, 2002, hal. 25
198
Tim Analisa dan Evakuasi Antonius Ginting, dkk, “Analisa dan Evaluasi tentang Pengaturan Fasilitas Bebas Visa wisata bagi Orang Asing yang Berkunjung ke Indonesia”
Laporan Penelitian, Badan Pembinaan Hukum Nasional BPHN, Jakarta, 1984, hal. 9. Lihat juga Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-12.01.02 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Pembebasan Keharusan Memiliki Visa Bagi Wisatawan Asing
199
Wayan Tangun Susila, dkk, Op. Cit, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
Tenggang waktu pemberian fasilitas bebas visa bagi wisatawan dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan kepariwisataan dan meningkatkan
arus wisatawan. Tenggang waktu wisatawan di Indonesia selama 2 dua bulan merupakan pendapatan bagi pengelola industri pariwisata di daam negeri. Namun
tenggang waktu 2 dua bulan tersebut masih terlalu panjang atau lama. Hal ini dikarenakan jarang sekali wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia selama
2 dua bulan untuk berwisata saja. Lamanya jangka waktu ini ternyata dapat memberikan peluang bagi wisatawan asing untuk melakukan pelanggaran dengan
berbagai motivasi, seperti disalahgunakan untuk bekerja. Sedangkan bagi orang asing yang akan bekerja di Indonesia sudah ada pengaturannya, yaitu mempunyai
Izin Tinggal Terbatas dan memiliki Izin Kerja yang diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja.
200
Tidak dapat dipungkiri, meskipun aturan tentang keimigrasian telah baik, harus didukung oleh peranan petugas Imigrasi dalam hal pengawasan. Terutama
para petugas yang bertugas di pintu masuk TPI orang asing ke Indonesia, apabila mereka bertindak masa bodoh, maka orang asing tersebut akan leluasa berkeliaran
di Indonesia.
201
200
H. S. Sjarif, Pedoman Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan Peraturan- peraturannya, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 6-8.
Selain kebjakan BVKS, Pemerintah Indonesia pada akhirnya memberlakukan bebas visa dengan prinsip resiprokal atau prinsip timbal balik.
Hanya apabila suatu negara memberlakukan bebas visa terhadap WNI yang datang ke suatu negara maka, Indonesia akan memberlakukan hal yang sama
terhadap warga negara tersebut. Penerapan prinsip resiprokal ini dilakukan karena pemberian visa kepada negara – negara seperti Amerika Serikat, Australia,
201
I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
Taiwan, dan Korea Selatan tidak diimbangi dengan kebijakan yang sama oleh negara-negara tesebut terhadap Indonesia. Alasan-alasan kebijakan fasilitas visa
secara resiprokal ini didasari karena banyaknya indikasi peanggaran keimigrasian oleh fasilitas BVKS.
202
Hasil pengamatan terhadap orang asing yang berkunjung, khususnya yang menggunakan fasilitas bebas visa untuk wisata menunjukkan perlu adanya
pemantauan terhadap orang asing baik saat masuk, terhadap kegiatan-kegiatan atau saat keluar wilayah Indonesia yang bertujuan untuk mengetahui secara dini
setiap peristiwa yang dapat diduga mengandung unsur-unsur pelanggaran keimigrasian. Oleh karena itu dengan semakin banyaknya TPI diharapkan mampu
memberikan pelayanan dan pemeriksaan yang lebih terpadu dan teliti sehingga mampu mengurangi orang asing yang diduga atau patut diduga akan melakukan
pelanggaran keimigrasian di Indonesia.
B. Kendala-kendala dalam Penindakan Adminsitratif Keimigrasian