Analisis Seven Green Wastes

47

5.2.5 Resiko Rantai Pasok

Resiko rantai pasokan pada komoditas karet alam ini dibagi menjadi dua, yaitu resiko operasional serta resiko lingkungan dan kebijakan. Resiko operasional merupakan resiko yang terjadi berupa masalah teknis, dan pada umumnya disebabkan oleh cuaca, penyakit tanaman karet dan serangan binatang, serta kesalahan dari sumber daya manusia. Resiko operasional ini sangat mempengaruhi hasil produksi, seperti adanya jamur pada pohon karet sehingga mempengaruhi kualitas lateks, kadar karet kering menurun akibat cuaca sedang hujan, atau kuantitas lateks yang rendah akibat kesalahan pemanenan yang dilakukan pekerja. Di setiap tahapan kegiatan pemeliharaan dan pengolahan memang rentan dengan kesalahan dan kerugian, namun jika SDM yang menanganinya terampil dan teliti, hal itu dapat diminimalisir. Resiko kebijakan dan lingkungan merupakan faktor eksternal yang sifatnya tidak pasti. Resiko ini umumnya berasal dari Pemerintah sebagai penentu kebijakan Negara. Contoh dari resiko ini adalah kenaikan harga BBM atau Tarif Dasar Listrik dan kebijakan pemerintah mengenai peraturan lalu lintas barang dan jasa.

5.3 Green Map Rantai Pasok Ribbed Smoked Sheet

5.3.1 Analisis Seven Green Wastes

Pada setiap proses rantai pasokan pada agroindustri karet yang berada di Garut ini dilakukan analisis mengenai tujuh sumber pembangkit limbah. Wills 2009 dalam bukunya “Green Intentions: Creating a Green Value Stream to Compete and Win” membagi limbah pada suatu perusahaan ke dalam tujuh jenis yang kemudian dikenal dengan seven green wastes, ketujuh seven green wastes tersebut di antaranya adalah energi, air, bahan, sampah, transportasi, emisi dan biodiversitas. Masing- masing tahapan proses dilakukan identifikasi terhadap seven green wastes yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya dan produksi yang termasuk dalam proses inti pada mekanisme rantai pasok. Energi seringkali didefinisikan dalam ruang lingkup aktivitas yang luas, namun di dalam permasalahan ini, limbah energi yang dimaksudkan adalah penggunaan listrik, bahan bakar, peralatan elektronik, mesin, dan perlengkapan bangunan atau gedung, yang mencakup berbagai macam alat penerangan dan pengamanan. Penggunaan air sama layaknya dengan penggunaan energi, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam suatu aktivitas bisnis. Dalam konsep seven green wastes penggunaan air yang berasal dari sumber mata air maupun perusahaan air diharapkan dapat diminimalisir, namun disisi lain penggunaan air hujan dan air daur ulang yang didapatkan secara gratis diharapkan dapat dijadikan solusi pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya air. Penggunaan material dalam konsep seven green wastes adalah keseluruhan bahan material input yang digunakan untuk menghasilkan produk output akhir. Sedangkan sampah atau garbage yang dimaksud dalam konsep ini adalah seluruh hasil samping dari proses kegiatan produksi. Ide dari konsep green wastes adalah untuk meniadakan jenis limbah ini, sehingga tidak ada limbah atau wastes yang dihasilkan. Konsep meminimalisasi perpindahan dan transportasi yang terjadi dalam proses kegiatan ekonomi merupakan hal penting yang juga menjadi fokus dalam analisis seven green wastes. Perpindahan dan transportasi dianggap tidak diperlukan, karena dapat meningkatkan biaya produksi pada keseluruhan aktivitas. Emisi berkontribusi terhadap peningkatan jumlah polutan di alam dan berdampak pada lingkungan secara keseluruhan. Sumber emisi dalam aktivitas industri dapat berasal dari semua kegiatan yang menggunakan energi, baik itu bahan bakar maupun listrik. Konsep jenis limbah biodiversitas adalah sejumlah ganti rugi yang harus dibayarkan pelaku kegiatan ekonomi atas perusakan atau perubahan biodiversitas yang terjadi akibat aktivitas kegiatan yang dilakukan. Jenis perusakan biodiversitas dapat dibagi menjadi dua, yaitu perusakan secara langsung one-time destruction atau penghancuran, dan perusakan secara bertahap continual destruction. 48 Sumber emisi dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu scope 1, 2 dan 3. Scope 1 adalah emisi karbon dari kegiatan di mana perusahaan punya kendali penuh, seperti pengoperasian boiler, genset atau alat atau fasilitas lainnya yang menggunakan bahan bakar fosil termasuk kendaraan milik perusahaan untuk transportasi orang atau barang. Sumber lainnya bisa dari proses produksi yang mengemisikan gas-gas rumah kaca GRK lainnya , seperti CH 4 , PF dan lain-lain seperti disajikan pada Tabel 8. Untuk mengukur emisi karbon yang dikeluarkan oleh perusahaan pada scope 1 dibutuhkan data jumlah bahan bakar fosil yang digunakan. Tabel 8. Daftar Gas Rumah Kaca GRK dan GWP Jenis Bahan Rumus Kimia GWP Jenis Bahan Rumus Kimia GWP CO 2 CO 2 1 HFC-23 CHF3 11,700 Methane CH 4 21 HFC-236fa C3H2F6 6,300 Nitrous oxide N 2 O 310 HFC-143a C2H3F3 3,800 Perfluoroethane C2F6 9,200 HFC-134a CH2FCF3 1,300 Perfluoropenthane C5F12 7,500 HFC-134 C2H2F4 1,000 Perfuorohexane C6F14 7,400 HFC-32 CH2F2 650 Sulphur hexaluoride SF 6 23,900 HFC-41 CH3F 150 Sumber : Climate change 1995 Scope 2 adalah emisi yang berasal dari energi yang dibeli atau didatangkan dari luar, seperti energi listrik yang dipakai oleh perusahaan dalam kegiatan produksinya dari PLN atau steam dari pemasok luar. Pada pengukuran emisi yang yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk scope 2 diperlukan data jumlah listrik dalam kwh yang digunakan oleh perusahaan pada kegiatan produksinya. Sedangkan scope 3 adalah emisi yang berasal dari kegiatan pemasok yang memasok barang ke perusahaan kita. Biasanya emisi dari scope 3 ini jarang dihitung, selain karena faktor kesulitan dalam akses data juga karena jumlahnya yang relatif kecil. Berdasarkan hasil analisis ini diketahui bahwa penggunaan energi dan air hanya terdapat pada proses kegiatan pembibitan. Energi yang digunakan berasal dari penggunaan pompa air untuk pengairan bibit tanaman dan penggunaan listrik pada kantor pengawasan pembibitan, yang juga merupakan kantor afdeling di lokasi pembibitan terkait. PT. Condong Garut menggunakan air yang bersumber dari gunung disekitar lokasi perkebunan untuk memenuhi kebutuhan air pada kegiatan pembibitan dan proses pengolahan karet di pabrik pengolahan. Sampah atau garbage yang dihasilkan dari kegiatan pembibitan terdiri atas sampah hasil penggunaan polybag pada proses penyemaian. Sedangkan emisi yang dihasilkan berasal dari hasil konversi penggunaan energi listrik pada proses kegiatan pembibitan. Perhitungan emisi yang dilakukan mengacu pada surat edaran Menteri ESDM No. 378321600.52008, dimana faktor konversi untuk mengubah energi listrik menjadi jumlah emisi CO yang dihasilkan sebesar 0.891 kgKWh. Sedangkan faktor konversi konsumsi solar menjadi emisi CO 2 berdasarkan DEFRA dan DECC 2010 adalah sebesar 2.6413 kgliter. Melalui perhitungan ini didapatkan jumlah emisi per bulan pada proses pembibitan sebesar 1,631 kg CO 2 per bulan. Sedangkan luas areal biodiversitas yang digunakan pada proses pembibitan mencapai 194 Ha, yang mencakup luas areal lokasi pembibitan di afdeling Bokor, Cisonggom, Cirejeng, dan Cikadongdong. Pada proses kegiatan perawatan TBM dan TM material yang digunakan adalah berupa kebutuhan pupuk dan obat-obatan tanaman. Proses pemanenan menghasilkan garbage wastes berupa lumb mangkuk yang berasal dari kebun. Sedangkan proses penyaringan menghasilkan garbage wastes berupa ranting dan daun hasil penyaringan lateks. Pada proses kegiatan shipping, emisi yang 49 dihasilkan berasal dari penggunaan bahan bakar solar pada proses pengiriman hasil lateks dari TPH kebun ke pabrik pengolahan. Hasil analisis tujuh sumber pembangkit limbah pada proses kegiatan budidaya karet alam selengkapnya disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis seven green wastes pada proses budidaya Jenis Limbah Proses Kegiatan Pembibitan Perawatan TBM Perawatan TM Pemanenan Penyarin gan Shipping Total Energi kwh 1,830 1,830 Air liter 900 900 Bahan kg 2,359 53,671 75,807 131,836 Sampah kg 334 144,000 3000 147,334 Transportasi km 2,700 2,769 Emisi Kg CO 2 1,631 1,426 3,094 Biodiversity Ha 194 763 1,759 0,02 0,01 2,715 Sumber : Panji 2012 Disajikan dalam jumlah limbah per bulan Didapat Secara Teoritis Selanjutnya, hasil analisis seven green wastes yang terdiri dari energi, air, bahan, sampah, transportasi, emisi dan biodiversitas di masing tahapan proses produksi ribbed smoked sheet dan brown crepe pada PT. Condong Garut. Konsep dari green stream map sendiri adalah mengupayakan limbah hasil samping dari proses produksi dapat ditekan dan diminimalisasi jumlahnya karena kuantitas limbah yang dihasilkan mencerminkan seberapa besar produktivitas pada suatu industri atau perusahaan, semakin kecil limbah yang dihasilkan hal tersebut diartikan bahwa produktivitas hijau pada suatu industri atau perusahaan semakin baik, begitu juga dengan sebaliknya semakin besar jumlah limbah yang dihasilkan hal tersebut mengartikan bahwa produktivitas hijau di suatu industri atau perusahaan semakin buruk. Tabel 10 menyajikan hasil analisis seven green wastes untuk produk ribbed smoked sheet. Tabel 10. Hasil analisis seven green wastes produksi ribbed smoked sheet Jenis Limbah Proses Kegiatan dalam 1x produksi Penerimaan Bahan Baku Pengenceran dan Koagulasi Penggilingan Pengasapan Sortasi Pengepakan Total Energi kwh 3.33 200 170 50 423.33 Air liter 8,549.71 7,000 15,549.71 Bahan kg 45 45 Sampah kg 652 652 Transportasi km Emisi Kg CO 2 2.967 712.8 757.3 147.3 267.3 188.7 Biodiversity Ha - - - - - - - Sumber : Wiguna 2012 Didapat secara teoritis 50

5.3.2 Green Stream Map