Tahun 2011 Adalah Tahun yang tidak Produktif bagi Pemerintahan SBY

Tahun 2011 Adalah Tahun yang tidak Produktif bagi Pemerintahan SBY

Banyak kalangan pengamat mengatakan bahwa sepanjang tahun 2011 ini, Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai masih tidak mampu melepaskan diri dari karakter politik kepemimpinan yang lebih mengedepankan pencitraan ketimbang menunjukkan kinerja yang bisa memuaskan harapan rakyat.

Akibat dari gaya kepemimpinan SBY itulah, energi pemerintahan Presiden SBY terkuras habis hanya untuk mengurusi pencitraan dan masalah remeh temeh, ketimbang mencari solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat.

Seperti pemberantasan korupsi, stabilisasi harga pangan, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pencitaan keamanan. Itu semua menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintahan SBY- Boediono ditahun-tahun mendatang.

Pramono Anung bahkan menyebut pemerintahan SBY-Boediono di tahun 2011 ini tidak produktif. Hal ini karena terlalu banyak hiruk pikuk, namun masalah tidak terselesaikan. Kasus Century, Gayus, Nazar, Nunun dan banyak persoalan-persoalan besar lainnya itu menjadi salah satu indikator pekerjaan rumah itu.

Menurut Pram hiruk pikuknya luar biasa, namun dari semua hiruk pikuk itu, tak ada satu persoalanpun yang tuntas. Bahkan terkesan tumpang tindih dalam penyelesaiannya. Persoalan- persoalan tersebut sudah seharusnya menjadi refleksi yang harus diperbaiki bagi kinerja pemerintahan di masa yang akan datang.

Kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam mengurusi stabilitas politik di pemerintahannya, terutama sejak adanya koalisi, justru makin menurun. Hal ini terjadi akibat cara pengelolaan atau manajemen politik Presiden SBY yang mengarah pada pola pragmatisme dan demi keselamatan rezimnya.

Di bidang hukum, kelemahan mendasar pemerintah terlihat ketika Presiden tidak mampu berbuat banyak terkait upaya penegakan supremasi hukum. Retorika SBY terhadap masalah pemberantasan korupsi terkesan hanya menjadi wacana yang tak mampu diimplementasikan dengan baik. Hal ini terlihat ketika banyak kader Partai Demokrat terindikasi terlibat skandal korupsi. SBY justru tidak mengambil tindakan apa pun. Padahal, sebagai Ketua Dewan Pembina seharusnya secara internal SBY menghukum kadernya, bukan justru melindunginya.

Publik sebenarnya berharap banyak ketika Presiden melakukan reshufle kabinet Oktober 2011 lalu. Namun kenyataannya, pasca perombakan kabinet tersebut, ekspektasi masyarakat terhadap pemerintahan kembali menurun drastis ketika hasil prombakan kabinet ternyata tidak memuaskan masyarakat. Bahkan, perombakan yang diyakini akan membawa perubahan pun, di mata publik itu hanya sekadar transaksi politik.

Pram menyebut reshuffle yang dilakukan kemarin bukanlah upaya untuk

pemerintah, melainkan menenangkan partai-partai pendukung atau koalisi. Pram bahkan menilai reshuffle ini justru membuat keributan baru dalam lingkaran partai koalisi.

meningkatkan

kenerja

Tidak produktif dan tertatihnya pemerintahan SBY juga terlihat ketika dalam kasus keamanan dan konflik buruh di Papua, SBY tak cukup sigap menyelesaikan masalah. Ditambah berbagai persoalan dan konflik perbatasan yang tak kunjung terselesaikan dengan baik. Bahkan di akhir tahun ini, Pekerjaan rumah Pemerintahan SBY makin bertambah besar lagi ketika dugaan kasus pelanggaran berat HAM mencuat yang terjadi di Mesuji Lampung dan Sumatra Selatan yang sudah terekspos melalui video dan sudah dipublikasi ke dunia internasional.

Bahkan Pram menilai khusus kasus di Papua SBY tidak berdaya menangani konflik disana. Sebab Pram menyakini ada campur tangan pihak luar terkait konflik yang berkepanjangan di Provinsi tersebut.

Bahkan Amerika sendiri mempunyai kepentingan. Dengan gampang orang melihat peristiwa ini juga mendorong baik dari dalam maupun dari luar. Apa yang terjadi di Papua, tentunya tidak berdiri sendiri. Pram menengarai ada pihak di luar NKRI, yang mencoba ambil kentungan yang terjadi di Papua.

Pramono menegaskan, konflik itu harus diselesaikan dengan cepat oleh pemerintah. Namun jangan diselesaikan dengan kekerasan. Akan lebih baik jika diselesaikan dengan pendekatan humanistik.

Belum lagi kasus skandal politik Bank Century yang diprediksi akan lebih membuat energi pemerintahan SBY semakin terkuras, karena publik berharap banyak agar skandal tersebut terungkap melalui KPK Jilid III. Termasuk pengungkapan kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin dan kasus Cek pelawat Deputi Gubernur BI, Nunun Nurbaety.

Menurut Pramono Anung, Pemerintahan SBY akan memperoleh kembali kepercayaan publik apabila berbagai kasus tersebut secara substansial dapat dituntaskan dengan baik.

Atas kenyataan berbagai persoalan yang tidak tuntas itulah, Presiden SBY diharapkan bertindak konkret pada tahun 2012 dan hingga sisa masa pemerintahannya. Dengan pemberantasan korupsi dan kondisi kesejahteraan masyarakat yang lebih baik, citra dan popularitas Presiden SBY dengan sendirinya menjadi membaik.

Pada akhirnya berbagai masukan dan kritik yang dilakukan oleh pemerintah, DPR maupun kelompok masyarakat terhadap kinerja pemerintahan ini, sejatinya harus dimaknai sebagai dorongan bagi pemerintahan SBY-Boediono untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan kinerja demi memenuhi harapan publik.

Menurut Pramono Anung, ditengah iklim kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah hyper demokrasi ini, yang diperlukan adalah ketegasan sikap pemimpin dalam mengambil keputusan.

Ketegasan sikap kepemimpinan itulah yang sejatinya akan mengembalikan kepercayaan dan dukungan publik terhadap pemerintahan SBY.

Pramono Anung, ketika ikutan menjadi pemain ludruk di acara Musikal Ludrukan Kartolo Mbalelo, T I M - Jakarta 2 Juli 2011