2014 Adalah Momentum Regenerasi Politik

2014 Adalah Momentum Regenerasi Politik

Bung karno diakui dunia melalui pledoi politiknya yang berjudul “Indonesia Menggugat” di Pengadilan Hindia Belanda kira-kira berumur 30 tahun. Ketika menjadi Presiden ia berumur sekitar 40-an tahun, Muhammad Hatta juga kira-kira berumur 40-an, Sutan Syahrir menjadi Perdana Menteri di umur 39 tahun, Burhanudin Abdullah, Amir Syarifuddin menjadi Perdana Menteri juga berumur kurang lebih 40 tahun. Begitu pula Suharto, menjadi Presiden di umur 47 tahun.

Setelah lebih satu dasa warsa reformasi, Indonesia melahirkan Presiden Habibie dengan umur lebih 62 tahun, Gus Dur 63 tahun, Megawati 59 tahun, dan Susilo Bambang Yudhoyono saat ini sudah berumur 60-an tahun.

Melihat konstalasi umur pemimpin bangsa kita, anda bisa tebak sendiri-bahwasanya disadari atau tidak-diakui atau tidak ternyata benar bahwa sejatinya realitas peran kaum muda telah terdeviasi oleh kuatnya demarkasi pemimpin “tua” yang mengkanalisasi budaya dan akses kepemimpinan bagi kamu muda secara politis.

Diskursus dikotomi kaum muda dan kaum tua saat ini terjadi bukan pada konteks persoalan kompetensi kepemimpinan dan pengalaman memimpin, tapi pada kesempatan yang disediakan oleh sistem maupun oleh budaya politik konsitusional parpol yang secara minim menempatkan anak muda pada ranah yang mampu melegitimasikan eksistensinya di kancah piramida kepemimpinan nasional.

Padahal kita harusnya sangat percaya dengan potensi kaum muda yang memiliki keniscayaan untuk mengisi pos sebagai pemimpin masa depan Indonesia. Mereka-mereka yang sudah memimpin bangsa ini seharusnya juga mulai membuka demarkasinya untuk kaum muda tanpa reserve dan retorika.

Berikan kepada kaum muda jalan sistemik dan mekanisme kepemimpinan tersebut, baik melalui partai politik atau melalui jalan alternatif lain yang menyediakan kesempatan bagi kaum muda untuk mendorong dirinya secara alamiah dan ilmiah agar tampil ke muka publik sebagai pemimpin alternatif masa depan.

Terkait persoalan usia tua – muda dan tantangan kepemimpinan di masa yang akan datang itu, menurut Pramono Anung sebenarnya the battle of the last Mohicans (”perang” antara tokoh politik dianalogikannya dengan suku Indian terakhir di Amerika, Mohican) sudah terjadi di tahun 2009 lalu. The last Mohicans-nya ada Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), Amien Rais, Megawati, Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono, termasuk Jusuf Kalla. Mereka ini the last Mohicans.

Politik ke depan, tantangannya akan berbeda. Masyarakat akan semakin rasional, kemudian juga hal yang dihadapi generasi setelah ini akan berbeda pula. Apa yang terjadi di DPR saat ini, di mana dipimpin anak-anak muda, saya, Anis Matta (PKS), Priyo Budi Santoso (Partai Golkar), Marzuki Alie (Partai Demokrat), secara historis tidak punya dendam atau friksi apa pun. Beda dengan antara Mbak Mega dengan Pak Harto, ini kan tidak bisa dihindari. Antara Gus Dur dengan Pak Harto, Amien Rais dengan Pak Harto. Ada luka secara pribadi.

Kalau kita melihat sekarang ini, ke depan yang bertarung kemungkinan besar adalah politik rasionalitas. Demokrasi yang kita potret ditahun 1999 bergeser memasuki 2004. Pada 2009 dan seterusnya, pergeseran akan semakin tajam.

Perdebatan Presiden-Wakil Presiden pada tahun 2009 lalu masih bersifat pada seremonial, bukan substansi. Pram melihat ditahun 2014 mendatang, perdebatan pasti akan rasional dan tema-tema yang diusung juga adalah tema-tema implementatif. Misalnya bagaimana persoalan pajak, masalah energi dan subsidi bahan bakar minyak, juga pupuk.

Sekali lagi, orang tidak lagi bicara tentang tema-tema besar. Orang akan bicara tentang tema yang implementatif, bisa diterapkan secara langsung di masyarakat sehingga memang akhirnya yang akan muncul lebih pada orang-orang yang punya latar belakang aktivis, intelektual, dan pendidik.

Memang keuntungan utama dari demokrasi yang semakin mature adalah terjadinya seleksi secara alamiah. Siapa orang yang secara rasional bisa dipegang, bisa dibanggakan untuk menjadi pemimpin masa depan. Namun demikian proses berdemokrasi kita yang semakin mature ini, bukan tidak meninggalkan kelemahan. Dan salah satu kelemahan itu adalah susahnya mencari sosok- sosok anak muda yang akan cemerlang dalam lima tahun ke depan.

Menurut Pram, hal tersebut disebabkan Pertama, proses rekrutmen dalam partai masih didominasi oleh senior. Kedua, yang namanya regenerasi tidak secara alamiah diberikan. Kalau proses rekrutmen diberikan kepada anak-anak muda, maka tidak akan menghadapi tempaan sejarah yang kuat.

Pram optimis, di pemilu 2014 mendatang akan muncul pemimpin- pemimpin usia 40-an, 50-an, secara alamiah. Sebagaimana kita lihat, seluruh pemimpin yang jadi pemimpin republik ini bukan yang digadang-gadang, tapi disiapkan jauh-jauh hari.

Kemunculan Bung Karno beda dengan yang lain, melalui proses yang lebih panjang karena muncul pada masa revolusi. Pak Harto saat itu bukan yang disiapkan, termasuk munculnya Gus Dur, Mbak Mega, Juga kemunculan Habibie, Yudhoyono, bahkan Boediono. Dan tentu saja yang menyiapkan pemimpin itu adalah publik dan partai politik.

Bagi kaum muda, ketersediaan jalan tersebutlah yang memberikan mereka kesempatan karena telah memiliki pengalaman dan kematangan serta pengetahuan tentang problem kepemimpinan nasional yang selama ini dipimpin oleh pemimpin sebelumnya.

Pemimpin tua juga sebaiknya tidak menjadikan perdebatan tua- muda sebagai salah satu pelatuk untuk menganalogikan pemimpin dengan menegasikan umur produktif. Juga jangan terlalu under estimate terhadap psikologis pemimpin muda yang progresif, reaksioner, cepat mengambil keputusan sebagai suatu ciri negatif dalam diri kaum muda-sebaliknya ciri-ciri tersebut adalah merupakan ciri positif yang saat ini memang ditunggu aktualisasinya oleh masyarakat kita dalam menghadapi gelombang masalah baik politik, ekonomi, sosial, budaya dan masalah keamanan.

Jika hal tersebut tetap dijadikan barometer argumentatif untuk menghadapi determinasi kaum muda. Maka quo vadis kepemimpinan nasional alternatif dengan dominasi kaum muda sebagai pemimpinan masa depan tetap menjadi barometer dan isue aktual kedepan.

Bukankah seharusnya kita juga berkaca kepada negara-negara lain yang mampu memimpin negaranya di usia muda, Perdana menteri perancis Sarkozy yang berumur 40 an, kesuksesan Fladimir Putin ketika awal memimpin negerinya di usia 40 an tahun, Tony Blair di Inggris, Mahmoud Ahmadinedjad di Iran, Presiden AS saat ini Barack Obama yang mendapat dukungan kuat dari rakyat Amerika dan masih banyak lagi pemimpin-pemimpin dunia yang bisa kita jadikan cermin untuk menempatkan kaum muda pada tempat yang seharusnya sudah mereka pikul. Atau paling tidak berkacalah pada Sukarno, Hatta, Syahrir, Amir Syarifudin dan Suharto yang pernah menjadi pemimpin negeri ini.

Oleh karenanya di 2014 nanti, kita berharap ada tokoh alternatif dari kaum muda yang memiliki keberanian dan determinasi konstruktif dari segi kepemimpinan, pemikiran, pendidikan dan moral untuk menjadi pemimpin negeri ini.

Meninjau lokasi Gempa di Padang Sumatera Barat bersama Ketua DPR RI Marzuki Alie, Di Padang Sumatera Barat.