Wacana Pemakzulan : Kontroversi Pernyataan SBY

Wacana Pemakzulan : Kontroversi Pernyataan SBY

Di hadapan perwira dan pimpinan TNI di Markas besar TNI Cilangkap, Presiden pernah memaparkan bahwa untuk

pemakzulan presiden maupun wakil presiden, terdapat aturan- aturan yang sudah ditetapkan dalam UUD. Presiden atau wapres disebut tidak layak memimpin negara bila melakukan pelanggaran berat, pengkhianatan terhadap negara, korupsi, melakukan perbuatan tercela dan tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kepala negara maka aturan yang sudah jelas itu lah yang menjadi korido r. “Aturannya jelas, bukan pasal karet yang bisa dibawa ke sana ke mari. Mari kita ke pemahaman yang utuh ke UUD,” jelas Presiden.

Menurutnya, dengan perumusan dan penjernihan kembali sistem ketatanegaraan di Indonesia, dapat memberikan kepastian kepada ma syarakat. “Saat ini banyak yang membicarakan dan mempertanyakan apakah sistem ketatanegaraan yang dianut presidensial atau parlementer atau malah setengah presidensial atau setengah parlementer. Harus dikembalikan agar ada kepastian,” jelasnya.

Presiden menjelaskan, yang membedakan sistem presidensial dengan parlemen adalah jika parlemen bisa saja mengeluarkan mosi tidak percaya, sehingga dapat membubarkan parlemen. Dalam bahasa kasar, sambung Presiden, kabinet bisa saja jatuh bangun.

Dalam era parlementer, tiga bulan kabinet bisa bubar. Karena itulah Bung Karno mengembalikan sistem ketatanegaraan kembali ke UUD.

Tentu saja sinyalemen dan pernyataan SBY tersebut ada korelasinya dengan masalah kondisi dinamis politik nasional saat ini. Yang paling memberikan pengaruh, tentu saja apa yang tengah dihadapi pemerintah, terkait dengan kebijakannya Tentu saja sinyalemen dan pernyataan SBY tersebut ada korelasinya dengan masalah kondisi dinamis politik nasional saat ini. Yang paling memberikan pengaruh, tentu saja apa yang tengah dihadapi pemerintah, terkait dengan kebijakannya

Istilah atau wacana pemakzulan memang berkaitan dengan hipotesis beberapa kalangan termasuk juga sebagian anggota pansus setelah menghadirkan para saksi maupun ahli. Intinya sebenarnya Presiden harus bertanggungjawab. SBY melihat bahwa Pansus telah melewati substansi dan etika politik terkait proses ikhwal pembentukannya. Dan tentu saja SBY tidak ingin kasus Century ini menjadi salah stau pintu masuk strategis bagi upaya pihak-pihak

mendelegitimasi kekuasaannya.

Oleh karenanya pertemuannya dengan mengumpulkan seluruh pejabat tinggi negara di Bogor, kemudian dikuatkan kembali pernyataannya di markas besar TNI Cilangkap, menunjukkan bahwa SBY perlu melakukan komunikasi politik sekaligus warning bagi semua pihak yang akan berupaya melakukan tindakan inskonstitusional. Pertemuannya di Istana Bogor menunjukkan SBY perlu yakin bahwa lembaga tinggi negara sampai saat ini tetap solid dan mendukung pemerintah.

Melalui public anouncement yang dilakukan SBY dengan pendekatan atau perspektif sejarah ketatanegaraan Indonesia, SBY mengajak segenap masyarakat untuk ”tidak percaya” atau menafikan wacana tentang pemakzulan tersebut. Padahal sejatinya kerja pansus belum selesai, padahal sejatinya kerja KPK juga belum selesai, padahal sejatinya belum ada kesimpulan apapun tentang apakah terjadi tindak pidana dan penyalah gunaan jabatan atau dugaan korupsi terkait penanganan kebijakan bailout Century.

Sebagai salah satu pimpinan DPR, Pramono Anung menyatakan partainya tidak ingin larut dalam isu pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden seperti santer diberitakan media.

PDI Perjuangan menurut Pram, tidak pernah mengisukan pemakzulan terkait kasus Bank Century. Kami masih menunggu hasil keputusan Pansus dan panwas Century dan hasil pemeriksaan KPK terkait pihak-pihak yang akan diperiksa.

Pram juga mengatakan PDI Perjuangan tidak mempunyai kepentingan apa pun dalam kasus ini, melainkan hanya ingin menguak kebenaran. Isu pemakzulan berasal dari kekuatan pemerintah itu sendiri. Pram juga menegaskan bahwa PDI Perjuangan bukanlah parpol bermuka dua yang tidak mempunyai pendirian. "PDI Perjuangan tetap fokus sebagai oposan yang mengeritik kebijakan pemerintah yang dinilai tidak prorakyat."

Polemik pemakzulan ini muncul menyusul putusan Mahkamah Konstitusi yang mempermudah syarat pengajuan hak menyatakan pendapat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Implikasi dari keputusan MK tersebut memang memberikan peluang pengajuan hak itu oleh DPR semakin terbuka, termasuk dalam kasus Bank Century.

Dengan pembatalan itu, Presiden tidak boleh bermain-main dalam mengambil kebijakan. Pasalnya, DPR akan dengan mudah mengajukan hak menyatakan pendapat. Dengan demikian, peluang penggunaan hak menyatakan pendapat itu pun semakin terbuka lebar karena bisa berjalan tanpa dukungan Fraksi Partai Demokrat, fraksi terbesar yang mendukung pemerintah.

Namun demikian, Putusan MK itu, menurut Pramono Anung hanya akan menggairahkan kehidupan politik Indonesia. Dan kegairahan itu diyakini tidak akan sampai kepada pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden.

Dikatakan, putusan MK tersebut akan menjadi amunisi bagi sejumlah partai anggota koalisi pemerintahan untuk mencari posisi tawar dan trade off dengan kekuasaan.

PDI Perjuangan sebagai partai penyeimbang tentu tidak punya kepentingan untuk hal-hal seperti menjaga posisi atau kursi kabinet.

Putusan MK tersebut sejatinya juga akan mendorong aparat penegak hukum lebih serius mengusut kasus Bank Century. Namun, jika hak menyatakan pendapat itu terjadi, Pramono meyakini, politisi tidak akan berpikir jauh hingga pemakzulan.

Pram juga menilai bahwa putusan MK tersebut jangan diartikan sebagai ancaman bagi pemerintah. Sebab Politik bukan soal angka dan persentase, tetapi pasti juga menghadirkan rasionalitas, akal sehat, dan pemahaman tentang kepentingan bangsa.Yang penting adalah bagaimana semua lembaga negara dan lembaga lainnya bekerja yang terbaik.

Pramono Anung menerima kunjungan anggota DPRD Mimika Papua yang diketuai oleh Nurman Sk di Gedung Nusantara III DPR, Kamis (2/3). Dok : DPR RI