Stigma ”Bohong” Oleh Para Pemuka Agama Semoga Menjadikan Pemerintah Lebih Serius Memperbaiki Keadaan

Stigma ”Bohong” Oleh Para Pemuka Agama Semoga Menjadikan Pemerintah Lebih Serius Memperbaiki Keadaan

Publik barangkali masih ingat, ketika para tokoh lintas agama berkumpul pada pada hari Senin 10 Januari 2011 di kantor Dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta. Para tokoh tersebut adalah Syafii Maarif, Andreas A Yewangoe, Din Syamsuddin, Pendeta D Situmorang, Bikkhu Pannyavaro, Shalahuddin Wahid, I Nyoman Udayana Sangging, Franz Magnis Suzeno, dan Romo Benny Susetyo.

Ke-9 tokoh agama itu membicarakan tentang berbagai persoalan bangsa yang menurut pandangan mereka, pemerintah pada dasarnya telah abai pada amanat konstitusi agar menjadikan masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang adil dan sejahtera. Berbagai persoalan yang dikiritisi oleh para pemimpin bangsa tersebut terkait banyak hal. Dari persoalan ekonomi dan kemiskinan, persoalan hukum, terorisme hingga persoalan menyangkut kasus lumpur Lapindo yang tidak pernah tuntas dan telah menyengsarakan rakyat.

Melalui pernyataan politiknya, para pemuka agama kemudian menyimpulkan bahwa pemerintah SBY telah melakukan kebohongan publik. Sehingga mereka berkomitment untuk melawan berbagai bentuk kebohongan tersebut. Pernyataan itu kontan membuat pemerintah SBY kebakaran jenggot. Suasana politik menjadi panas. Pemerintah sangat terganggu dengan pernyataan politik tersebut dan menganggap bahwa pernyataan politik para pemuka agama itu merupakan langkah politik awal untuk setidaknya memberikan opini negatif untuk selanjutnya melakukan “makar” kepada pemerintah.

Menurut para pemuka agama, setidaknya terdapat 9 kebohongan lama pemerintah, yaitu :

1. Pemerintah mengklaim bahwa pengurangan kemiskinan mencapai 31,02 juta jiwa. Padahal, data penerimaan beras rakyat miskin pada 2010 mencapai 70 juta jiwa dan penerima layanan kesehatan bagi orang miskin (Jamkesmas) mencapai 76,4 juta jiwa.

2. Presiden Yudhoyono pernah mencanangkan program 100 hari untuk swasembada pangan. Namun, pada awal 2011 kesulitan ekonomi justru terjadi secara masif.

3. Presiden Yudhoyono mendorong terobosan ketahanan pangan dan energi berupa pengembangan varietas Supertoy HL-2 dan program Blue Energi. Program ini mengalami gagal total.

4. Presiden Yudhoyono melakukan konferensi pers terkait tragedi pengeboman Hotel JW Marriot. Ia mengaku mendapatkan data intelijen bahwa fotonya menjadi sasaran tembak teroris. Ternyata, foto tersebut merupakan data lama yang pernah diperlihatkan dalam rapat dengan Komisi I DPR pada 2004.

5. Presiden Yudhoyono berjanji menuntaskan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir sebagai a test of our history. Kasus ini tidak pernah tuntas hingga kini.

6. UU Sistem Pendidikan Nasional menuliskan anggaran pendidikan harus mencapai 20% dari alokasi APBN. Alokasi ini harus dari luar gaji guru dan dosen. Hingga kini anggaran gaji guru dan dosen masih termasuk dalam alokasi 20% APBN tersebut.

7. Presiden Yudhoyono menjanjikan penyelesaian kasus lumpur Lapindo dalam Debat Calon Presiden 2009. Penuntasan kasus lumpur Lapindo tidak mengalami titik temu hingga saat ini.

8. Presiden Yudhoyono meminta semua negara di dunia untuk melindungi dan menyelamatkan laut. Di sisi lain Presiden SBY melakukan pembiaran pembuangan limbah di Laut Senunu, NTB, sebanyak 1.200 ton oleh PT Newmont dan pembuangan 200.000 ton limbah PT Freeport ke sungai di Papua.

9. Tim audit pemerintah terhadap PT Freeport mengusulkan renegosiasi. Upaya renegosiasi ini tidak ditindaklanjuti pemerintah hingga kini.

Disamping kebohongan lama, para pemuka agama juga melansir 9 kebohongan baru pemerintah, yaitu :

1. Agustus 2010 Presiden Yudhoyono menyebutkan bahwa Indonesia harus mendukung kerukunan antar peradaban atau harmony among civilization. Faktanya, catatan The Wahid Institute menyebutkan sepanjang 2010 terdapat 33 penyerangan fisik dan properti atas nama agama dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri menyebutkan 49 kasus kekerasan ormas agama pada 2010.

Presiden Yudhoyono menginstruksikan polisi untuk menindak kasus kekerasan yang menimpa pers. Instruksi ini bertolak belakang dengan catatan LBH Pers yang menunjukkan terdapat 66 kekerasan fisik dan nonfisik terhadap pers pada 2010.

2. Dalam pidato

yang

sama

3. Presiden Yudhoyono menyatakan akan membekali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan telepon genggam untuk mengantisipasi permasalahan kekerasan. Aksi ini tidak efektif karena di sepanjang 2010 Migrant Care mencatat kekerasan terhadap TKI mencapai 1.075 orang.

4. Presiden Yudhoyono mengakui menerima surat dari Robert Zoelick (Bank Dunia) pada pertengahan 2010 untuk meminta agar Sri Mulyani diizinkan bekerja di Bank Dunia. Tetapi, faktanya, pengumuman tersebut terbuka di situs Bank Dunia. Presiden Yudhoyono diduga memaksa Sri Mulyani mundur sebagai Menteri Keuangan agar menjadi kambing hitam kasus Bank Century.

5. Presiden Yudhoyono berkali-kali menjanjikan sebagai pemimpin pemberantasan korupsi terdepan. Faktanya, riset ICW menunjukkan bahwa dukungan pemberantasan korupsi oleh Presiden dalam kurun September 2009 hingga September 2010, hanya 24% yang mengalami keberhasilan.

6. Presiden Yudhoyono meminta penuntasan rekening gendut perwira tinggi kepolisian. Bahkan, ucapan ini terungkap sewaktu dirinya menjenguk aktivis ICW yang menjadi korban kekerasan, Tama S Langkun. Dua Kapolri, Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Jenderal Timur Pradopo, menyatakan kasus ini telah ditutup.

7. Presiden Yudhoyono selalu mencitrakan partai politiknya menjalankan politik bersih, santun, dan beretika. Faktanya, 7. Presiden Yudhoyono selalu mencitrakan partai politiknya menjalankan politik bersih, santun, dan beretika. Faktanya,

8. Kapolri Timur Pradopo berjanji akan menyelesaikan kasus pelesiran tahanan Gayus Tambunan ke Bali selama 10 hari. Namun, hingga kini, kasus ini tidak mengalami kejelasan dalam penanganannya. Malah, Gayus diketahui telah sempat juga melakukan perjalanan ke luar negeri selama dalam tahanan.

9. Presiden Yudhoyono akan menindaklanjuti kasus tiga anggota KKP yang mendapatkan perlakuan tidak baik oleh kepolisian Diraja Malaysia pada September 2010. Ketiganya memperingatkan nelayan Malaysia yang memasuki perairan Indonesia. Namun, ketiganya malah ditangkap oleh polisi Diraja Malaysia. Sampai saat ini tidak terdapat aksi apa pun dari pemerintah untuk nmenuntaskan kasus ini dan memperbaiki masalah perbatasan dengan Malaysia.

Selang seminggu pernyataan politik para pemimpin agama tersebut meluas dan menjadi sorotan opini publik di media massa, pemerintah kemudian meresponsnya dengan menggelar kabinet terbatas di Istana Presiden, Jakarta, Senin (17/1). Sidang dihadiri lembaga penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan dan sejumlah menteri seperti Menteri Keuangan dan Menteri Hukum Hak Asasi Manusia.

Usai menggelar rapat, Presiden Yudhoyono menyampaikan 12 instruksi presiden yang isinya sebagian besar merepons sinyalamen dan kesimpulan padangan para pemuka agama tersebut tentang kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah terkait berbagai masalah dan berbagai persoalan bangsa lainnya yang dikritisi oleh para pemuka agama tersebut.

Setelah itu, Presiden Yudhoyono kemudian mengundang para pemuka agama untuk bersilaturahmi. Publik menilai bahwa langkah yang dilakukan Presiden Yudhoyono adalah untuk Setelah itu, Presiden Yudhoyono kemudian mengundang para pemuka agama untuk bersilaturahmi. Publik menilai bahwa langkah yang dilakukan Presiden Yudhoyono adalah untuk

Namun alih-alih untuk meredam amarah para pemimpin agama, justru yang terjadi adalah para pemimpin agama itu malah kembali mengeluarkan pernyataan keras dan sikap politik yang amat pedas kepada SBY.

Melihat keadaan seperti itu, berbagai pihak kemudian memberikan opininya di media massa. Berbagai analisis bermunculan terkait ekspektasi politik para pemuka agama dan respons Presiden Yudhoyono terhadap sikap politik mereka.

Melihat kenyataan seperti itu Pramono Anung memberikan masukan, bahwa sebaiknya pemerintah lebih fokus menerima kritik secara konstruktif. Retorika politik tidak cukup produktif meredam pandangan dan pemikiran para pemuka agama yang melihat secara langsung realitas atau kenyataan yang dialami oleh rakyat.

Tentu sangat paradoksal apa yang dikemukakan pemerintah dengan kenyataan yang dihadapi rakyat. Retorika politik dalam konteks itu justru tidak lebih dari upaya memadamkan amarah, ketimbang mencari solusi tepat atas kritik pedas kepada pemerintah.

Presiden Yudhoyono menurut Pram sebaiknya segera meninjau ulang kinerja pemerintahan yang dipimpinnya dengan jujur dan segera melakukan perbaikan. Karena tidak mungkin seorang pemimpin agama dimasyarakat menyatakan sebuah pandangan dan pemikiran tanpa dibarengi oleh analisis dan dasar kenyataan yang sebenarnya.

Yang paling penting sebenarnya bukan kemudian diadakan pertemuan dan saling menjelaskan, tapi apa yang menjadi suara Yang paling penting sebenarnya bukan kemudian diadakan pertemuan dan saling menjelaskan, tapi apa yang menjadi suara

Jadi yang paling penting menurut Pram adalah sebenarnya bukan pertemuan kembali antara pemerintah dan tokoh agama tapi bagaimana pemerintah mewujudkan janji-janji yang dibuat, karena dengan perbaikan itulah diharapkan kesenjangan yang saat ini terjadi itu betul-betul bisa teratasi.

Kritik yang dilontarkan para pemuka agama tak perlu diragukan. Pasalnya, para pemuka agama cuma menangkap suara umatnya untuk disampaikan kepada pemerintah. Tokoh agama bukanlah elit politik yang maksudnya bisa ditafsirkan banyak hal. Termasuk kekhawatiran dan ketidakpercayaan diri pemerintah, bahwa para pemuka agama memiliki maksud dan target politik tertentu yang bermuara pada upaya kudeta terhadap pemerintah SBY.

Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang Pramono Anung saat menerima Asistant Secretary of the States for Economy, Energi and Bussines affair Mr Joze Fernandes diRuang Tamu Pimpinan Nusantara III DPR RI Senayan Jakarta, Kamis(07/10) Foto:libert/parle/DS Dok : DPR RI

Kenyataannya memang ada kesenjangan dalam banyak hal yang dirasakan oleh pemerintah dan rakyat. Karena tentunya pemerintah kuat dengan angka-angka keberhasilan sementara kenyataan di publik beda dan itu menjadi pertanyaan besar, apa yang salah dengan pertumbuhan itu. Ditambah lagi potret kegagalan di bidang kehidupan berbangsa dan bernegara sudah banyak terpampang di pemberitaan media massa.

Calon Kapolri Komjen Pol Timur Pradopo saat bertemu dengan Pimpinan DPR-RI Marzuki Alie, Wakil Ketua DPR Pramono Anung, Anis Matta, Priyo Budi Santoso, dan Taufik Kurniawan. Pertemuan selama 30 menit digelar diRuang Kerja Ketua Gedung Nusantara III DPR RI Senayan. Pertemuan tersebut untuk memberitahukan mekanisme dan proses selanjutnya (fit and profer test) untuk menjadi Kapolri. Foto:doeh/parle/DS. Dok : DPR RI