Penggunaan Akad Tijari Analisis Isi Kontrak Baku Menurut Prinsip Syariah

dalam pasal 8 huruf f yang menyatakan bahwa: “pemilihan tempat penyelesaian perselisihan.” Seluruh fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI yang berkaitan dengan asuransi syariah pada penutupannya mengatur penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase syariah nasional BASYARNAS. Akan tetapi fatwa tersebut tidak disambut baik oleh perusahaan asuransi syariah. Polis yang dikeluarkan oleh PT. Asuransi Allianz Utama Indonesia, Axa Mandiri, dan PT. Asuransi Allianz Life Indonesia tidak memilih lembaga BASYARNAS dalam penyelesaian perselisihannya. Lebih banyak memilih cara musyawarah. Kecuali Takaful Keluarga yang telah memilih badan Arbitrase Syariah sebagai wadah penyelesaian sengketa mereka, penegasan ini dijelaskan dalam pasal 33 angka 2 huruf a. Perlu juga mendapat perhatian bahwa pilihan pengadilan tempat penyelesaian perkara. PT. Asuransi Allianz Utama Indonesia lebih memilih Pengadilan Negeri sebagai wadah untuk menyelesaikan sengketa mereka. Padahal hal ini bertentangan dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 49 yang memberikan kewenangan penyelesaian sengketa Ekonomi Syariah. Yang dimaksud dengan sengketa ekonomi syariah dalam penjelasaanya dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah mencakup sebelas hal yaitu: bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah. Dengan demikian selayaknya polis yang dicantumkan oleh asuransi syariah memilih penyelesaian sengketa mereka di Pengadilan Agama PA, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Axa Mandiri dalam pasal 12, Takaful Keluarga pasal 33 angka 2 huruf a.

B. Analisis Isi Kontrak Baku Persfektif Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah ruh usaha asuransi syariah berjalan dengan baik atau tidak. Sebab, semakin baik perlindungan konsumen maka secara otomatis kepuasan dan tingkat kepercayaan kepada konsumen akan semakin meningkat. Walaupun demikian masih banyak ditemukan pelanggaran dalam kontrak baku yang dikeluarkan oleh asuransi syariah. Pelanggaran ini dapat terjadi memanfaatkan posisi peserta asuransi yang lemah secara ekonomi dan kesempatan mereka untuk mempelajari polis yang ditawarkan kepada mereka. Pengaturan menganai ketentuan polis baku telah diatur oleh UUPK pasal 18 dalam empat ayat dan OJK dalam aturannya Nomor: 1POJK.072013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan pasal 22 ayat 3 menjelaskan ada 7 tujuh larangan dicantumkan dalam polis standar yang dibuat. Berikut beberapa pengaturan dalam polis asuransi syariah yang bertentangan dengan perlindungan konsumen, sebagai berikut:

1. Pengalihan tanggung jawab atau kewajiban perusahaan kepada

konsumen Usaha perusahaan asuransi untuk melepaskan tanggung jawabnya dari kejadian-kejadian yang seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan untuk ditanggung sering kali dihindari dengan mencantumkannya dalam kontrak baku yang mereka buat. Perbuatan ini dilarang oleh UUPK dan POJK-PKSJK melarang pencantuman klausula klausula eksemsi tersebut. Larangan tersebut jelas diatur dalam UUPK pasal 18 ayat 1 huruf a dan POJK- PKSJK pasal 22 ayat 3 huruf a yang intinya mengatur bahwa: “menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepad a Konsumen.” berikut beberapa klausul yang perlu dicermati terkait dengan pasal tersebut: a. Polis PT. Asuransi Allianz Utama Indonesia Bagian 8 Ganti RugiKlaim angka 7 menyatakan bahwa: Hak ganti rugi berdasarkan atas asuransi ini dapat dihapuskan, jika ganti rugi tidak dituntut dalam waktu 2 tahun setelah hak tersebut muncul, tanpa mengurangi hak pada bagian 13, sub-bagian 2. Dalam surat permintaan asuransi jiwa syariah Axa Mandiri mencantumkan hal yang senada seperti di atas pad bagian L tentang pernyataan dan surat kuasa: