ASURANSI SYARIAH DALAM SISTEM

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semakin pesatnya perkembangan ekonomi, teknologi, dan pengetahuan modern menggiring masyarakat agraris ke arah masyarakat modern 1 yang selalu diiringi dengan tingkat kewaspadaan yang terus meningkat dalam segala bidang, bisnis, sosial, politik atau dalam interaksi lainnya. Dalam hal berbisnis, setiap orang pribadi atau badan hukum tidak ingin menanggung resiko berat apalagi resiko tersebut sampai pada kondisi yang dapat merugikan atau membebani kelancaran kehidupannya. Dalam hal ini asuransi adalah salah satu solusi untuk menghindari kondisi tersebut. Asuransi diharapkan mampu untuk mengurangi atau memperkecil resiko yang diakibatkan resiko tersebut. 2 Meningkatnya pertumbuhan ekonomi biasanya selalu diiringi dengan meningkatnya pertumbuhan asuransi. Asuransi sebagai jalan keluar dari kesulitan yang tidak diduga-duga sering kali menjadi acuan para pelaku usaha atau pada orang pribadi untuk menjamin kelangsungan hidup seperti kesehatan, property, pendidikan, jiwa, dan lain-lain, sebab, asuransi ditujukan untuk membantu menyelesaikan masalah yang tidak dapat diduga. 3 Atas tujuan itu pula banyak 1 Mohammad Muslehuddin, Insurance and Islamic Law, 2 nd Edition, Delhi: Markazi Maktaba Islami, 1995, h.ix. 2 Abbas Salim, Asuransi dan Menejemen Resiko, Edisi 2. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007, h.9-11. 3 Muhammad al-Bahî, Nidhâm al- Ta’min fi Hady Ahkâm al-Islâm, wa Dhorûrât al-Mujtama’ al- Mu’âshir, ttp: Maktabah Wahbah, 1965, h.5. masyarakat yang ikut serta dalam mengasuransikan dirinya atau yang dia miliki kepada asuransi baik itu asuransi syariah atau asuransi konvensional. Asuransi syariah dan asuransi kovensional memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Di antara perbedaan tersebut adalah bahwa asuransi konvensional dilakukan untuk memindahkan resiko yang akan ditanggung oleh si tertanggung kepada si penanggung. 4 Sedangkan asuransi syariah tidak demikian, si penanggung hanya sebagai perantara daripada tertanggung. Dalam hal ini yang menanggung resiko adalah para tertanggung sendiri atau lebih dikenal dengan konsep ta’âwun tolong menolong, dengan landasan konsep al-mudhârobah, 5 atau dalam bentuk kontrak yang lain. Walaupun demikian, kedua sistem asuransi di atas tetap terfokus kepada konsumen atau tertanggung. Konsumen adalah tulang punggung perusahaan asuransi, berjalan atau tidaknya perusahaan asuransi tergantung pada pelayanan perusahaan terhadap konsumen mereka. Dalam hal ini menjadi penting pembahasan konsumen di perusahaan asuransi syariah. Pelayanan kepada konsumen menjadi promosi paling ampuh untuk mengembangkan usaha asuransi. Meningkatkan pelayanan kepada konsumen adalah bentuk dari perlindungan konsumen. Walaupun demikian perusahaan tetap lebih mengutamakan kepentingan perusahaan dengan terus meningkatkan keuntungan. Terkadang perusahaan untuk meningkatkan keuntungan tersebut 4 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: Intermasa, 1994, h.1. 5 Mohd Ma’sum Billah, Kontekstualisasi Takaful dalam Asuransi Modern: Tinjauan Hukum dan Praktek, Penerjemah, Suparto. Jakarta: PT. Multazam Mitra Prima, 2010, h.30.