Penyelesaian Sengketa Analisis Isi Kontrak Baku Menurut Prinsip Syariah

Berikut beberapa pengaturan dalam polis asuransi syariah yang bertentangan dengan perlindungan konsumen, sebagai berikut:

1. Pengalihan tanggung jawab atau kewajiban perusahaan kepada

konsumen Usaha perusahaan asuransi untuk melepaskan tanggung jawabnya dari kejadian-kejadian yang seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan untuk ditanggung sering kali dihindari dengan mencantumkannya dalam kontrak baku yang mereka buat. Perbuatan ini dilarang oleh UUPK dan POJK-PKSJK melarang pencantuman klausula klausula eksemsi tersebut. Larangan tersebut jelas diatur dalam UUPK pasal 18 ayat 1 huruf a dan POJK- PKSJK pasal 22 ayat 3 huruf a yang intinya mengatur bahwa: “menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepad a Konsumen.” berikut beberapa klausul yang perlu dicermati terkait dengan pasal tersebut: a. Polis PT. Asuransi Allianz Utama Indonesia Bagian 8 Ganti RugiKlaim angka 7 menyatakan bahwa: Hak ganti rugi berdasarkan atas asuransi ini dapat dihapuskan, jika ganti rugi tidak dituntut dalam waktu 2 tahun setelah hak tersebut muncul, tanpa mengurangi hak pada bagian 13, sub-bagian 2. Dalam surat permintaan asuransi jiwa syariah Axa Mandiri mencantumkan hal yang senada seperti di atas pad bagian L tentang pernyataan dan surat kuasa: Telah mendapatkan penjelasan dan sepenuhnya mengerti serta menerima hal-hal di bawah ini: a. Besarnya nilai investasi tidak dijamin, dapat meningkatmenurun sesuai dengan karakteristik dan risiko dari masing-masing jenis nada investasi yang telah sayakami pilih, b. Segala resiko pemilihan jenis dana investasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab sayakami dan karenanya sayakami membebaskan PT. Axa Mandiri Financial Service termasuk afiliasinya, pemegang saham, direksi, komisaris, financial advisor, dan karyawannya dari setiap dan segala tuntutan, gangguan, ancaman, laporan dan gugatan dari siapapun dan dalam bentuk apapun yang mungkin timbul baik pada saat ini maupun dikemudian hari. c. Polis Takaful Keluarga pasal 21 risiko investasi mencantumkan klausula sebagai berikut: Risiko investasi yang timbul karena pilihan investasi, baik atas penetapan nilai unit maupun hasil pengembangan investasi per unit, ditanggung sepenuhnya oleh pemegang polis. Investasi syariah tidak dijamin keuntungannya sebagaimana investasi pada konvensional. Inilah yang membedakan kedua bentuk investasi ini. Akibatnya tanggung jawab apabila terjadi kerugian ditanggung oleh peserta. Selama hal tersebut dilakukan dengan profesional. Kepmenkeu Nomor 422KMK.062003 pasal 11 ayat 2 mengatur bahwa: Apabila dalam Polis Asuransi terdapat perumusan yang dapat ditafsirkan sebagai pengurangan, pembatasan, atau pembebasan kewajiban penanggung, bagian perumusan dimaksud harus ditulis atau dicetak sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah diketahui adanya pengurangan, atau pembebasan penanggung tersebut. Polis yang ada belum mengakomodir aturan di atas, pencantuman klausula dengan mudah diketahui misalnya dengan cara bold atau ceta miring tidak dilakukan.

2. Menolak pengembalian uang

Aturan yang melarang pencantuman klausula yang mengatur penolakan pengembalian uang yang telah diberikan oleh pemegang polis atas premi yang telah dibayarkannya dilarang dalam peraturan perundang- undangan. Larangan ini dicantumkan dalam UUPK pasal 18 ayat 1 huruf b dan POJK-PKSJK pasal 22 ayat 3 huruf b yang pada intinya mengatur sebagai berikut: Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak pengembalian uang yang telah dibayar oleh Konsumen atas produk danatau layanan yang dibeli. Dalam polis yang dikeluarkan oleh PT. Asuransi Allianz Utama Indonesia Bagian 11 yang berjudul Pemutusan, Penundaan dan Peniadaan pada bagian terakhir ditemukan pencantuman klausula yang dilarang tersebut, sebagai berikut: Dalam kasus pembatalan perusahaan tidak berkewajiban untuk mengembalikan premi dan biaya-biaya yang diterima. Antara peraturan perundang-undangan dengan yang diterapkan dalam perjanjian tidak bertentangan. Karena dalam peraturan tersebut dikatakan “berhak”, dengan demikian keputusan tersebut diserhakan kepada perusahaan. Ketentuan tersebutlah yang harus dicantumkan dalam perjanjian.