3. Memberi kuasa untuk melakukan tindakan sepihak
Pemberian kuasa kepada perusahaan asuransi yang dapat melakukan secara sepihak hal-hal yang dapat mengurangi hak konsumen tidak dibenarkan
oleh peraturan perundang-undangan. Hal ini diatur dalam UUPK pasal 18 ayat 1 huruf c dan POJK-PKSJK pasal 22 ayat 3 huruf c, kecuali perbuatan
tersebut diperboleh oleh undang-undang, sebagai berikut: Menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada Pelaku Usaha
Jasa Keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak atas barang yang digunakan oleh
Konsumen, kecuali tindakan sepihak tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Klausula yang dicatumkan dalam polis telah sesuai dengan ketentuan
di atas.
4. Pemberian kewenangan untuk mengurangi kegunaan produk atau
layanan
Pemerian kewenangan kepada perusahaan asuransi untuk mengurangi produk danatau layanan tidak boleh dicantumkan dalam polis standar. Ketentuan
dijelaskan dalam UUPK pasal 18 ayat 1 huruf e dan POJK-PKSJK pasal 22 ayat 3 huruf e sebagai berikut:
Memberi hak kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk mengurangi kegunaan produk danatau layanan atau mengurangi harta kekayaan
Konsumen yang menjadi obyek perjanjian produk dan layanan. Pada polis yang diterbitkan oleh perusahaan tidak ada klausula yang
bertentangan dengan peraturan di atas.
5. Menyatakan tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan danatau
perubahan yang dibuat secara sepihak
Perbuatan yang dilarang selanjutnya adalah menyatakan pemegang polis untuk tunduk pada peraturan baru yang dibuat secara sepihak oleh
perusahaan tanpa pemberi tahuan terlebih dahulu oleh perusahaan. Larangan ini dinyatakan dalam UUPK pasal 18 ayat 1 huruf f dan POJK-PKSJK pasal
22 ayat 3 huruf f yang menyatakan bahwa: Menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru, tambahan,
lanjutan danatau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam masa Konsumen memanfaatkan produk
danatau layanan yang dibelinya. Pada kenyataannya banyak perusahaan yang melakukan perubahan
tersebut khususnya terhadap besaran biaya pengelolaan, kontribusi, dan klaim yang akan diterima. Pada sebagian polis dinyatakan bahwa perubahan tersebut
dapat dilakukan dengan pemberitahuan terlebih dahulu kemudian pihak pemegang polis menyatakan persetujuan atau tidaknya. Akan tetapi ada juga
yang tidak mengatur hal demikian. Sebagaimana polis yang dikeluarkan oleh Axa Mandiri pasal 8 angka 7 yang menyatakan bahwa:
Besar dan jenis biaya seperti diatur pada pasal 8 ayat 5 ditentukan oleh pengelola dan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan keputusan
pengelola dengan meyampaikan pemberitahuan tertulis sebelumnya.
Klausula ini sangat tidak adil karena tidak memberikan kesempatan kepada pemegang polis untuk memilih melanjutkan atau tidak. Padahal hal ini
dapat merugikan pihak pemegang polis. Sebab, apabila peserta tidak mampu
untuk membayar maka konsekuensi yang diterima akan berbeda dengan pengakhiran.
6. Pencantuman klausula yang sulit dipahami
Klausula yang sulit dipahami sepertinya sudah menjadi kebiasaan dalam polis yang dikelaurkan oleh perusahaan asuransi. Kesulitan tersebut
dapat disebabkan oleh bahasa yang berbelit-belit. Seperti yang tercantum dalam polis Polis PT. Asuransi Allianz Utama Indonesia bagian 1 angka 4
mengatur:
Di samping konsekwensi kecelakaan juga diperlakukan sebagai seperti itu.
a. penetrasi bebas dari suatu kecelakaan-dengan seketika atau sesudahnya
– dari kuman pathognenic ke dalam suatu luka-luka dan tempat yang secara medis dapat dipastikan dan muncul sebagai akibat
dari suatu kecelakaan. Bahasa “sebagai seperti itu” sulit dipahami, karena maksudnya tidak
dijelaskan dengan tegas dan dapat menimbulkan berbagai penafsiran. Sebab, pada ketentuan sebelumnya pengecualian dari kecelakaan. Harusnya kata
“sebagai seperti itu” diganti dengan “dikecualikan”, agar lebih jelas. Bahasa yang digunakan bukan merupakan bahasa Indonesia khususnya
polis syariah yang banyak menggunakan istilah yang tidak seragam seperti istilah kahar yang jikalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti kereta
yang ditarik oleh kuda, lembu, atau kerbau atau bisa juga berarti pedati dan dokar. Sedangkan dalam bahasa Arab berarti keadaan yang tidak disukai,
yang kalau diistilahkan dalam bahasa hukum perdata sebagai force majeure.