Perlindungan Konsumen dalam Kontrak Baku

syariah harus mencantumkan ketentuan akad tabarru’ tersebut dalam setiap polis. Dalam fatwa di atas dijelaskan bahwa dalam sebuah polis minimalnya harus mencantumkan beberapa hal berikut ini: a. hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu; b. hak dan kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badankelompok; c. cara dan waktu pembayaran premi dan klaim; d. pilihan penempatan surplus underwrinting dari dana tabarru’. Terkait dengan hal-hal yang harus dicantumkan dalam sebuah polis, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18PMK.0102010 tentang Penerapan Prinsip Syariah Pada Usaha Asuransi dan Reasuransi Syariah Pasal 8 ayat 1 menyatakan bahwa: Akad Tabarru ’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, wajib memuat sekurang-kurangnya: a. kesepakatan para Peserta untuk saling tolong menolong ta’awuni; b. hak dan kewajiban masing-masing Peserta secara individu; c. hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dalam kelompok; d. cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunanklaim; e. ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kembali oleh Peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh Peserta; f. ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus Underwriting; dan g. ketentuan lain yang disepakati. Dari berbagai macam akad tabarru’ akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad hibah, yang berarti bahwa dana yang telah diberikan tidak dapat dikembalikan lagi kepada pemberi hibah tertanggung tersebut. Dana hibah yang diberikan tertanggung setiap pembayaran premi dapat dialokasikan dalam bentuk investasi dengan mengaplikasikan akad mudharabah, mudharabah musytarakah atau akad wakalah bil ujrah. Dana hibah dari pembayaran premi yang diinvestaksikan tersebut harus dipisahkan pembukuaannya dengan dana premi yang berbentuk akad tijari. Hal ini berimplikasi juga pada pembagian keuntungannya. Pada akad tabarru’ walaupun dana tersebut tidak bersifat ekonomis akan tetapi masih diperbolehkan untuk diinvestasikan, keuntungan dari underwriting tersebut dikembalikan kepada anggota asuransi. Sebab, pada dasarnya dana tersebut adalah milik peserta asuransi. Ada tiga pilihan dalam pengalokasian surplus underwriting sebagaimana diatur dalam PMK Nomor. 18PMK.0102010 pasal 13 ayat 1: a. Seluruhnya ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’. b. Sebagian ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’ dan sebagian dibagikan kepada peserta, atau c. Sebagian ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’, sebagian dibagikan kepada peserta, dan sebagian dibagikan kepada perusahaan. Ketiga pilihan di atas dapat dilakukan oleh peserta asuransi. Pilihan tersebut harus disepakati oleh tertanggung dan dicantumkan dalam polis, ketentuan ini secara tegas dijelaskan dalam fatwa PMK PMK Nomor. 18PMK.0102010 pasal 13 ayat 2. Ada dua permasalahan dari ketentuan pengembalian surplus underwriting tersebut: a. Polis baku yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi syariah menempatkan posisi peserta asuransi tidak memiliki hak suara. b. Polis baku tidak memungkinkan kepada peserta asuransi untuk melakukan negosiasi kepada perusahaan asuransi. Walaupun demikian, harusnya polis tersebut juga dapat memberikan hak suara kepada peserta asuransi untuk membicarakan surplus dana tabarru’ tersebut. Selain permasalahan di atas terdapat juga permasalahan mengenai pemgembalian dana tabarru’ kepada anggota yang berhenti sebelum waktu perjanjian berakhir. Pada dasarnya dana tabarru’ tidak dapat dikembalikan kepada peserta yang berhenti tersebut. Hal ini sejalan dengan Hadis Rasulullah saw: هئيق ىلع ئقي بلكلاك هتبه ىف دئاعلا Artinya: “Orang yang mengambil kembali barang yang telah dihibahkannya, seperti anjing yang menjilat muntahnya.” Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan dana hibah tersebut dikembalikan kepada peserta. Kemungkinan ini dilegitimasi sebagaimana dalam fatwa DSN-MUI Nomor 81DSN-MUIIII2011. Apabila peserta sepakat dalam aturan mereka untuk mengembalikan dana hibah yang telah disetor oleh peserta yang mengundurkan diri tersebut, sebagaimana ditegaskan dalam PMK Nomor. 18PMK.0102010 pasal 8 ayat 1 huruf e. Maka perusahaan asuransi harus mengembalikan dana tersebut. Sebab, dana hibah adalah sepenuhnya hak peserta asuransi.