Akad-akad Asuransi Syariah ASURANSI SYARIAH DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

Pengertian ini diatur dalam PMK Nomor 18PMK.0102010 pasal 1 angka 11: Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi Dana Tabarru ’ danatau Dana Investasi Peserta, yang digabungkan dengan kekayaan Perusahaan, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil nisbah yang besarnya ditentukan berdasarkan komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah disepakati sebelumnya. 21 Hal-hal yang harus dicantumkan dalam akad mudharabah musytarakah sekurang-kurangnya sebagai berikut: a. Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif danatau Peserta secara individu sebagai shâhibul mâl pemilik dana; b. Hak dan kewajiban Perusahaan sebagai mudhârib pengelola dana termasuk kewajiban Perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan; c. Investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan; d. Batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan; e. Cara dan waktu penentuan besar kekayaan Peserta dan kekayaan Perusahaan; f. Bagi hasil nisbah, cara, dan waktu pembagian hasil investasi; 21 Bandingkan dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 50DSN-MUIIII2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah. Sebagai sebuah akad dalam asuransi syariah konsekuensi yang diterima dalam memilih akad ini adalah apabila terjadi kerugian pada saat investasi dana tersebut maka kedua belah pihak menanggung kerugian tersebut secara bersama-sama. Inilah yang membedakan akad ini dengan wakalah bil ujrah sebagaiaman dijelaskan di bawah. Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI 22 bahwa pembagian hasil keuntungan investasi dapat dilakukan melalui dua alternatif sebagai berikut: Alternatif pertama: 1 Hasil investasi dibagi antara perusahaan asuransi sebagai mudhârib dengan peserta sebagai shâhibul mâl sesuai dengan nisbah yang disepakati. 2 Bagian hasil investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi sebagai mudharib dibagi antara perusahaan asuransi sebagai musytarik dengan para peserta sesuai dengan porsi modal atau dana masing-masing. Alternatif kedua: 1 Hasil investasi dibagi secara proporsional antara perusahaan asuransi sebagai musytarik dengan peserta berdasarkan porsi modal atau dana masing-masing. 22 Lihat Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 51DSN-MUIIII2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah. 2 Bagian hasil investasi sesudah disisihkan untuk perusahaan asuransi sebagai musytarik dibagi antara perusahaan asuransi sebagai mudharib dengan peserta sesuai dengan nisbah yang disepakati. c. Wakalah Bil Ujrah Secara bahasa wakalah berarti al-hifz menjaga Qs. Ali Imran [3]: 173. Secara etimologis wakalah diartikan sebagai tafwîdh al-tashorruf, wal hifzh ila al-wakîl 23 yang berarti pengalihan pemilikan kepada orang lain untuk diinvestasikan dan dipelihara oleh wakil. Kata “ujrah” dapat diartikan sebagai “fee”. Dengan demikian yang dimaksud dengan wakalah bil ujrah adalah penyerahan modal kepada pihak kedua untuk diinvestasikan dengan imbalan. Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI wakalah bil ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan imbalan pemberian ujrah fee. 24 Pemberian wewenang kepada perusahaan asuransi syariah untuk mengelola dana dikenakan biaya-biaya. Dalam fatwa DSN-MUI menjelaskan bahwa yang dapat dijadikan objek wakalah bil ujrah pada tujuh objek, yaitu: a. kegiatan administrasi; b. pengelolaan dana; c. pembayaran klaim; d. underwriting; e. pengelolaan portofolio risiko; f. pemasaran; g. investasi; 23 Abdullah al- ‘Abâdî, Syarh Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtashid, h.1967. 24 Lihat Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 52DSN-MUIIII2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah. Dalam akad Wakalah bil Ujrah hal-hal yang harus disebutkan sekurang-kurangnya adalah: a. Objek yang dikuasakan pengelolaannya; b. Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif danatau Peserta secara individu sebagai muwakkil pemberi kuasa; c. Hak dan kewajiban Perusahaan sebagai wakil penerima kuasa termasuk kewajiban Perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan risiko danatau kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan; d. Batasan kuasa atau wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan; e. Besaran, cara, dan waktu pemotongan ujrah fee; 25 Sebagai sebuah akad antara perusahaan dengan nasabah tetunya ada konsekuensi-konsekuensi apabila akad ini yang dipilih. Perusahaan dalam akad ini tidak akan mendapatkan keuntungan apapun dari hasil investasi yang dia lakukan, kecuali hanya sebatas fee yang telah disepakati dalam polis. Atas dasar itu pula perusahaan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami selama itu dilakukan secara profesional. Perusahaan baru bertanggung jawab atas terjadinya kerugian apabila dia 25 Lihat Peraturan Mentri Keuangan Nomor 18PMK.0102010 pasal 10 ayat 1. menginvestasikan modal tersebut tidak secara profesional dan wanprestasi. 26 2. Akad tabarru’ Kata tabarru’ berasal dari kata barra’a yang berarti memberikan tanpa mengharapkan apapun atau pemberian cuma-cuma, dapat juga diartikan sebagai pemberian yang tidak diwajibkan untuk dikembalikan. 27 Akad tabarru’ dalam usaha asuransi syariah adalah “ruh” dalam usaha asuransi syariah, dengan akad ini para tertanggung saling memberikan bantuan apabila terjadi evenemen sebagaimana yang telah ditetapkan oleh perusahaan asuransi dalam polis. Dana tabarru’ hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang langsung berkaitan dengan nasabah, seperti klaim, cadangan tabarru’ dan reasuransi syariah. 28 Inilah yang membedakannya dengan akad tijari yang boleh dialihkan fungsikan menjadi akad hibah. Kebolehan penggunaan akad tabarru’ telah difatwakan DSN-MUI dengan Nomor 53DSN- MUIIII 2006 tentang Akad Tabarru’ Pada Asuransi Syariah yang disahkan pada tanggal 23 Maret 2006 yang berisi tujuh ketetapan. Dalam akad tabarru’, harus disebutkan sekurang-kurangnya: 26 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor. 52DSN-MUIIII2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah. 27 Sa’idi Abu Hubaib, al-Qâmûs al-Fiqhî Lughotan wa Ishtilahan, Damaskus: Dar al-Fikr, 1988, h.37. 28 Agus Edi Sumanto, dkk., Solusi Berasuransi Lebih Indah Dengan Syariah, h.77. a. Kesepakatan para Peserta untuk saling tolong menolong ta’awuni; g. Hak dan kewajiban masing-masing Peserta secara individu; h. Hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dalam kelompok; i. Cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunanklaim; j. Ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kembali oleh Peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh Peserta; k. Ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus Underwriting; 29 Sebagian akad yang termasuk dalam kelompok akad tabarru’ adalah hibah, kafalah dan takaful. 30

D. Produk Asuransi Syariah

Dennis W. Goodwin 1992 mengatakan bahwa produk adalah semua yang diterima oleh konsumen. 31 Produk asuransi syariah terbagi ke dalam berbagai macam, sesuai dari sudut pandang kita melihatnya. Dilihat dari dana, produk asuransi syariah terbagi dua, yaitu: produk yang memiliki unsur tabungan. Kedua, produk yang tidak memiliki unsur tabungan. 32 Sedangkan jika melihat dari pembuatannya ada dua jenis. Produk standar, yaitu produk yang dipasarkan sesuai dengan surat keputusan direksi, mengenai manfaat, premi, maupun syarat- 29 Lihat Peraturan Mentri Keuangan Nomor 18PMK.0102010 pasal 8 ayat 1. 30 Muhammad Luthfi, Asuransi Dalam Pandangan Islam, Jakarta:Lembaga Pers Bekasi, 2003, h.97. 31 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, Solo: Tiga Serangkai, 2007, h.81. 32 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.83. syarat penutupannya sudah diatur terperinci. Kedua, produk tidak standar tailor made. Produk ini dibuat berdasarkan permintaan konsumen. 33 Berikut ini beberapa contoh produk asuransi dengan unsur tabungan: 1. Program dana pendidikan. 34 2. Program dana haji 35 3. Program unit link. 36 Merupakan program asuransi jiwa unit link yang memberikan santunan kepada orang yang berhak apabila pesarta mengalami musibah, sebagaimana diakadkan dalam polis. Produk non tabungan. Maksud asuransi non tabungan adalah jenis produk yang tidak memiliki unsur tabungan karena premi yang dibayar oleh peserta hanya dimasukkan ke dalam rekening khusus, yaitu rekening tabarru’. Sebagai dana yang diniatkan untuk saling menolong apabila ada peserta lain yang terkena musibah. 37 1. Program kecelakaan diri 38 2. Program kecelakaan siswa. 39 3. Program kecelakaan diri perkumpulan. 40 Program ini ditujukan untuk perusahaan atau organisasi berbadan hukum yang ingin menyediakan 33 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.83. 34 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.83. 35 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.86. 36 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.87. 37 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.89. 38 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.89. 39 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.90. santunan bagi karyawananggotanya apabila mengalami musibah karena kecelakaan. Program ini biasanya disyaratkan diikuti minimal 25 orang. 4. Program asuransi falah. Program ini merupakan produk yang dirancang secara khusus untuk peserta yang menginginkan manfaat asuransi secara luas atau menyeluruh. Maksudnya mencakup segala sisi kebutuhan peserta guna memperoleh proteksi dari kerugian financial akibat musibah yang menimpa. 41 5. Program asuransi kesehatan kumpulan. 42 Ditujukan pada karyawan perusahaan atau anggota organisasi. Dua jenis produk, yaitu: takaful jiwa life insurance dan takaful kerugian general insurance. 43 Jenis takaful jiwa terdiri dari empat jenis produk yaitu: takaful dana siswa, takaful dana investasi, takaful dana haji, dan takaful khairat. Jenis takful kerugian terdiri dari tiga jenis yaitu: takaful kebakaran, takaful kendaraan, takaful kecelakaan. 40 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.90. 41 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.94. 42 Kholil Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Mashlahat, h.95. 43 Gemala Dewi, dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, h.168. 34

BAB III ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KONTRAK BAKU

ASURANSI SYARIAH A. Kontrak Baku 1. Pengertian Kontrak Baku Sebagaimana pada umumnya kontrak baku atau perjanjian baku sama halnya dengan perjanjian pada umumnya. Perikatan sebagai ikatan yang menghubungkan antara dua pihak. 1 Sebagaimana dijelaskan dalam KUH Perdata pasal 1313 perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana seorang atau lebih mengikatkan dririnya terhadap satu orang lain atau lebih. Kontrak baku, kontrak standard atau kontrak adhesi adalah beberapa istilah yang digunakan terhadap perjanjian yang seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau minta perubahan. 2 Perjanjian baku pada umumnya telah tercetak boilerplate sehingga pihak lain tidak memiliki kesempatan untuk menegosiasi, pilihan yang ada adalah mengambil kontrak tersebut atau meninggalkannya, 3 hal yang senada 1 Soebekti, Hukum Perjanjian, cet. Ke-19. Jakarta: Intermasa, 2002, h.1. 2 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993, h.66. 3 Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Buku Kedua, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, h.76.