Pola Bintang Pola Komunikasi Pengurus LDS dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5

Perbedaannya yakni model komunikasi publik bisa dilakukan seorang pementor pendakwah yang menyampaikan dakwahnya di tempat dengan jumlah orang sangat banyak yang mendukung dakwahnya sehingga tidak lagi hanya sebatas intrapersonal. Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, ketika kondisi masyarakat dirasa sudah bisa menerima Islam rasul pun melakukan dakwahnya secara terang-terangan di depan ratusan bahkan ribuan orang. Sangat berbeda jika diaplikasikan dalam kegiatan mentoring yang jumlah ideal orangnya tidak lebih dari sepuluh orang. Walaupun begitu, justru model komunikasi untuk dakwah yang cocok di Indonesia adalah bentuk komunikasi publik.Hal ini dibuktikan dengan fakta yang terjadi di lapangan.Bisa kita lihat dalam keseharian, mayoritas para pendakwah di Indonesia kerap melakukan dakwahnya melalui ceramah yang merupakan contoh komunikasi publik. Bentuk dari komunikasi antarpribadi pada pola bintang berikutnya berdasarkan teori dari Wayne Pace dan Don Faules adalah komunikasi massa. Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepeda khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi, surat kabar, dan film. Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang sebelumnya, komunikasi massa memiliki ciri tersendiri. Sifat pesannya terbuka dengan khalayak yang variatif, baik dari segi usia, agama, suku, pekerjaan, maupun dari segi kebutuhan. Peradaban manusia yang bergeser kearah kehidupan modern dimana teknologi menjadi makanan keseharian memaksa para pendakwah untuk ikut menunggangi kemajuan ini. Dan salah satu media dakwah di jaman sekarang adalah lewat media masa atau mengikuti model komunikasi massa. Realisasinya hal ini sudah terjadi, dimana penyampaian pesan dakwah kini banyak bertebaran di media baik cetak, elektronik maupun media online bahkan jejaring sosial. Tetapi dalam aplikasinya pada kegiatan mentoring, sangat jelas pola bintang pada teori ini tidak ada kaitannya sama sekali. Jika berbicara pada kegiatan mentoring, terdapat beberapa contoh pola komunikasi bintang. Seperti misalkan dalam berinteraksi pementor dengan peserta mentor, peserta mentor tidak sungkan untuk menegur dan bertanya kepada pementor. Hal ini juga yang diterapkan oleh Yoga Julian Ketua LDS SALAM 5 yaitu dengan membebaskan mereka untuk berbicara hal-hal apa saja saat pelaksanaan mentoring. Seperti peserta mentor dibiarkan mengenal sesuatu kenapa sesuatu itu penting untuk dipelajari. Atau membebaskan mereka untuk curhat dengan para pementor. Selain itu, setiap pementor juga harus memberikan contoh dan berinteraksi semaksimal mungkin dengan mereka, seperti mengajak peserta mentor untuk bagaimana mengarahkan diri mereka sendiri melalui informasi. Dengan semua itu mereka akan merasa bahwa mereka adalah bagian dari kita dan kita adalah bagian dari mereka, sehingga tercipta sikap saling percaya. Pola komunikasi seperti ini menjelaskan bahwa komunikasi yang terjadi dua arah dan semua pihak terlibat di dalamnya. Pada kelompok ini, dapat diketahui bahwa peserta mentor memberikan feedback kepada pementor dengan baik. Pola komunikasi dua arah ini diindikasikan oleh adanya peluang yang sama dari komunikator dan komunikan untuk menyampaikan gagasan. Salah satu indikator komunikasi dua arah ialah kemampuan peserta mentor untuk mengungkapkan perasaannya. Kemampuan ini berkaitan dengan penciptaan iklim yang positif dalam kegiatan mentoring, yang memungkinkan peserta mentor mau mengungkapkan perasaan atau masalah yang dihadapinya tanpa merasa takut kepada pementor. Komunikasi seperti ini, sudah bisa dikatakan efektif karena semua orang yang terlibat dalam mentoring dapat melakukan komunikasi secara dua arah. Komunikasi efektif adalah proses di mana pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat diterima dengan sempurna oleh komunikan melalui saluran channel yang bervariasi dan mengakibatkan terjadinya kepuasan dan menyenangkan kedua belah pihak. 13 Selain itu, komunikasi yang terjadi telah memenuhi unsur-unsur komunikasi, yaitu Sender atau komunikator pementor yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang. Dalam hal ini, pementor memformulasikan pesan atau informasi kepada peserta mentor berupa pengetahuan tentang agama Islam. “Semenjak saya ikut mentoring, alhamdulillah sekarang udah mulai lancar ngaji.” Ujar Afif saat diwawancarai. 14 13 Suranto A. W., Komunikasi Sosial Budaya Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, h. 249. 14 Wawancara Pribadi dengan Afif Siswa Peserta Mentoring, Depok, 27 November 2014. Unsur selanjutnya yaitu pesan yaitu gagasan atau ide, informasi, pengalaman yang telah dituangkan baik berupa kata-kata, lambang-lambang atau isyarat. Pada saat penyampaian materi, pesan yang disampaikan pementor dapat diterima oleh peserta mentor. Dikarenakan komunikator menggunakan komunikasi lisan dan tulisan. Lalu unsur berikutnya yaitu Feedback yaitu tanggapan komunikan yang disampaikan kepada komunikator. Bahwa komunikan peserta mentor bisa memberikan umpan balik atau respon dari pesan yang disampaikan oleh komunikator. Biasanya hal ini terjadi ketika mentoring memasuki sesi tanya jawab, sangat terlihat bagaimana terbentuknya pola komunikasi bintang saat sesi tersebut berlangsung. Unsur keempat yaitu media yang merupakan saluran penyampai pesan kepada komunikan. Komunikator biasanya menyampaikan pesan melalui papan tulis, spidol dan buku-buku. Dengan adanya media tersebut memudahkan peserta mentor memahami setiap pembahasan yang diajarkan saat mentoring. Unsur terakhir yaitu efek yang merupakan hasil akhir komunikasi, berupa sikap dan tingkah laku orang, apakah sesuai atau tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Komunikasi yang dilakukan oleh pementor dalam pembinaan perilaku peserta mentor telah berhasil dilakukan karena sikap atau perilaku peserta mentor sudah sesuai dengan yang diinginkan. Karena tujuan akhir dari berkomunikasi adalah untuk memengaruhi sikap. Ada pula komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh para pementor terhadap peserta mentor. Komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh para pementor di LDS SALAM 5 lebih sering digunakan pada saat di luar sesi mentoring. Misalnya pada saat setelah selesai mentoring, siswa atau peserta mentor dapat berkomunikasi dengan pementor dan membicarakan masalah pribadi, dan disediakan juga waktu untuk sesi curhat atau konsultasi. Pada sesi ini, peserta mentor dapat mengutarakan permasalahan dan keluhan tentang masalah hidup yang dihadapi, yang kemudian para pementor akan mencarikan solusinya. Hal ini dilakukan para pementor untuk mengetahui kondisi atau keadaaan yang dialami peserta mentor. Selain itu juga sebagai arahan, dan langkah- langkah dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi. Dalam komunikasi antarpribadi ini, proses komunikasi semakin jelas dan komunikan peserta mentor dapat memberikan feedback secara langsung kepada komunikator pementor.

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengurus LDS dalam Kegiatan Mentoring

di SMA Negeri 5 Depok Jika kita lihat, proses komunikasi itu terlihat mudah. Tapi sebenarnya tidak lepas dari berbagai faktor pendukung dan faktor penghambatnya. Begitupun dalam setiap pelaksanaan suatu program, tentunya akan selalu dihadapkan pada faktor pendukung dan juga faktor penghambat yang ada seiring berjalannya program, khususnya dalam hal ini adalah pelaksanaan mentoring. Biasanya faktor tersebut datangnya dari komunikator, transmisi dan penerima komunikan. Berikut faktor pendukung dan penghambat pengurus LDS dalam kegiatan mentoring antara lain 15 : 15 Observasi Penulis Selama Sebulan, Pertengahan Oktober Sampai dengan Pertengahan November 2014

1. Faktor Pendukung

a. Kemampuan Intelektual yang Memadai Tentunya tidak sembarang orang bisa menjadi seorang pementor dalam hal ini pengurus LDS. Selain mempunyai kredibilitas, tingkat kecakapan, kecerdasan dan keahlian untuk menjadi seorang komunikator yang handal sangat diperlukan. Terutama dalam hal menganalisis suatu kondisi sehingga bisa mewujudkan cara komunikasi yang sesuai, faktor ini telah dimiliki oleh seorang pementor. Dengan kemampuan intelektual tersebut, maka hak peserta mentor untuk dapat mengambil banyak pelajaran mengenai ilmu khususnya tentang pendidikan agama Islam terpenuhi. Pendidikan agama Islam mencakup banyak hal seperti keimanan, amaliyah, dan akhlak. Misalnya dalam pembentukan akhlak moral, agama memiliki peranan sangat penting karena nilai moral bersumber dari agama yang bersifat tetap dalam setiap waktu dan tempat. Selain itu, peserta mentor juga mendapatkan banyak ilmu pengetahuan di luar pendidikan agama Islam, seperti cara berorganisasi dengan baik, membuat proposal untuk event-event tertentu di sekolah, belajar tentang penerapan teknologi komputer, bahkan tak jarang beberapa pementor membagikan ilmu tentang pelatihan jurnalistik. Kembali lagi, ini tergantung kemampuan intelektual dari pementor tersebut menguasai berbagai macam jenis ilmu di luar ilmu tentang pendidikan agama Islam. b. Mempunyai Integritas atau Keterpaduan Sikap Komunikator pementor yang memiliki keterpaduan atau kesesuaian antara ucapan dan tindakan, akan lebih disegani oleh komunikan peserta mentor. Untuk itu maka menjadi salah satu faktor pendukung yang cukup kuat yang dimiliki oleh seorang pengurus LDS. Integritas itu tentu tidak datang dengan sendirinya. Justru yang menilai seorang pementor berintegritas adalah dari peserta mentor itu sendiri. Setiap pementor harus memiliki keterpaduan sikap untuk dicontoh oleh peserta mentor lainnya. Ketika pementor mengucapkan untuk tidak boleh itu, atau kita harus melakukan itu, sebelumnya pementor harus lebih dulu melakukan hal-hal tersebut. Jangan sampai ada ketidaksesuaian antara berucap dan bertindak, karena dapat menimbulkan pementor menjadi tidak disegani oleh peserta mentor. c. Memiliki Kematangan Emosional Faktor pendukung selanjutnya yakni seorang pementor harus mampu mengendalikan emosinya, sehingga tetap dapat melaksanakan mentoring dalam suasana yang menyenangkan di dalamnya. Dengan memiliki emosional yang mantap, maka pementor dapat mengimbangi segala macam kemauan peserta mentornya. Terkadang karena kelelahan saat belajar di kelas, tak jarang beberapa peserta mentor meluapkan emosinya justru di sesi mentoring berlangsung saat pulang sekolah. Akibatnya dalam kegiatan mentoring itu menjadi tidak kondusif karena ulah beberapa peserta yang usil, hal ini wajar karena peserta mentor diisi oleh anak-anak sekolah yang masih labil sikapnya. Jika pementor justru terbawa suasana tersebut, maka kegiatan mentoring tentu tak ada beda kondisinya dengan kumpul-kumpul yang tidak jelas arah pembicaraannya. Untuk itu maka pementor harus memiliki emosional yang matang, yang dengan sikap tersebut mampu merubah suasana tidak kondusif itu menjadi lebih menyenangkan, sehingga kegiatan mentoring terlaksana sesuai dengan aturan yang semestinya. d. Dapat Memahami Kondisi Psikologis Komunikan Dalam mentoring, seorang pementor harus dapat memahami kondisi psikologis orang yang diajak bicara. Pementor harus dapat memilih saat yang paling tepat untuk menyampaikan suatu pesan kepada komunikan. Kalau suasana tidak memungkinkan untuk peserta mentoring melahap materi, maka pementor tidak perlu memaksakan harus diberikan materi. Hal itu bisa dirubah dengan memberikan sebuah games atau permainan, yang manfaat dari permainan itu justru sesuai dengan materi yang ingin disampaikan. Kondisi psikologis dari setiap peserta mentor tentu berbeda-beda. Maka pementor harus dapat bisa menemukan sebuah titik temu, dimana dari masing-masing individu peserta mentoring menemukan saling kecocokan dengan yang laimmya. Ketika sudah saling memahami, kegiatan mentoring pasti terasa lebih banyak manfaatnya. Saling terbuka dalam berdiskusi atau yang lainnya, memahami kondisi psikologis adalah syarat mutlak yang harus setiap pementor miliki.