Pola komunikasi pengurus Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok

(1)

POLA KOMUNIKASI PENGURUS LEMBAGA DAKWAH

SEKOLAH (LDS) DALAM KEGIATAN MENTORING

DI SMA NEGERI 5 DEPOK

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Robbi Hakhiardy

NIM : 1110051000155

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i ABSTRAK

Robbi Hakhiardy

Pola Komunikasi Pengurus Lembaga Dakwah Sekolah dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Pentingnya komunikasi bagi manusia tidak dapat dipungkiri. Indikator komunikasi akan berjalan dengan baik manakala komunikator atau orang yang memberikan pesan berhasil menyamakan pesan yang ditangkap atau diterima oleh komunikan. Hal ini yang membuat pola komunikasi atau bentuk penyampaian pesan menjadi penunjang atau penentu keberhasilan komunikasi.

Dari uraian di atas, timbul beberapa pertanyaan. Bagaimana pola komunikasi pengurus lembaga dakwah sekolah dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok? Apa faktor pendukung dan penghambat pengurus lembaga dakwah sekolah dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?

Pola komunikasi merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan dalam kegiatan mentoring pelajar. Dengan mengetahui pola komunikasinya, pengurus lembaga dakwah sekolah dapat menggunakan pola komunikasi yang lebih cocok dan tepat sesuai dengan kebutuhan. Terutama dilakukan dalam sebuah kegiatan mentoring, dimana aktivitas komunikasi merupakan perangkat yang utama.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pola komunikasi. H.A.W. Widjaja. Ia mengatakan bahwa terdapat empat jenis pola komunikasi. Keempat jenis pola komunikasi tersebut adalah pola roda, pola rantai, pola lingkaran, dan pola bintang.

Dalam hal ini penulis menggunakan metode pendekatan deskriptif, dimana metode ini bertujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.

Dalam penerapannya, tak jarang muncul berbagai macam faktor pendukung, juga faktor penghambat seorang komunikator sebagai penyampai pesan. Dalam hal ini adalah pengurus lembaga dakwah itu sendiri. Selama proses pola komunikasi itu berjalan dalam kegiatan mentoring, banyak hal yang dapat dijadikan sebagai pendukung dan penghambat. Semua faktor itu datangnya bisa dari dalam (internal) dan juga dari luar (eksternal).

Jadi dapat disimpulkan dengan adanya pola komunikasi yang cocok dalam penerapannya di lapangan, serta mengetahui berbagai macam faktor pendukung dan faktor penghambat baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal), pengurus lembaga dakwah sekolah dapat menjalankan kegiatan mentoring dengan maksimal.


(6)

ii Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillahi rabbil „alamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Sujud syukur dipanjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas segala kemurahan, cinta, kasih, dan sayang-Nya serta banyaknya karunia tak terhingga yang senantiasa diberikan kepada hamba-sayang-Nya sehingga penulis pun dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, dengan usaha dan tekad yang kuat akhirnya skripsi ini dapat penulis selesaikan. Walaupun cukup banyak hambatan dan rintangan yang penulis hadapi, baik itu berupa sifat malas, lalai, dan sombong yang masih melekat kuat di dalam diri penulis. Namun atas izin Allah SWT semua hambatan dan rintangan dapat diatasi dan diselesaikan.

Terselesaikannya skripsi ini, sungguh suatu anugerah terindah yang penulis rasakan. Namun anugerah tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya proses dan dukungan, baik moril maupun materil. Maka untuk itulah, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih tiada henti penulis sampaikan kepada ayahanda (Ardy Kusuma) yang dengan ketegaran hidupnya telah menjadi sumber inspirasi dan semangat bagi penulis dan kepada ibunda (Haslinda) yang air susunya telah mendarah daging dalam tubuh ini, yang dengan keringat dan air matanya telah menyatu dalam jiwa penulis.

Selain itu penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta pembantu dekan dan jajarannya.


(7)

iii

2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam serta Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si. Selaku Sekretaris Jurusan yang telah banyak membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Ade Masturi, M.A. selaku dosen pembimbing, tiada kata yang sangat pantas terucap selain terima kasih yang mendalam atas kesediaannya untuk meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya guna memberikan arahan, masukan, dan membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang pernah mengajar penulis, terimakasih atas ilmu yang diberikan. Semoga berkah dan selalu bermanfaat. 5. Seluruh Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas yang telah membantu

penulis dalam pencarian bahan untuk skripsi ini.

6. Bang Fadli dan Bang Dharma, yang telah memberikan bantuan dukungan baik moril maupun materil, dan kepada adik-adik (Rian dan Rais) -yang hanya cukup dengan diam dan tidak mengganggu penulis- telah banyak membantu penulis.

7. Saudara Yoga Julian, Lutfi Ismail serta keluarga besar SALAM 5 Depok yang telah membantu penulis memberikan data-data yang diperlukan. Dan juga kepada Afif, Dimas, Hisyam, Rafi, Rifki, dan Wahyu selaku siswa SMA Negeri 5 Depok yang bersedia penulis wawancarai.

8. Saudara Andi Riski, Firda Afriyani, Ahmad Fadhilah Rosyadi, yang telah memberikan bantuan yang sangat banyak dan mendorong penulis untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir ini tepat waktu. Terima kasih untuk bantuan di detik-detik yang menentukan. 9. Teman-teman organisasi di Yayasan AISI program beasiswa DPN yang selalu

mendukung penulis dan selalu ada bersama penulis melakukan banyak “proyek kebaikan” untuk pelajar di Kota Depok.


(8)

iv

memberikan warna dan pelajaran berharga bagi penulis. Kalian semua memberikan atmosfir yang menyenangkan di masa-masa penulisan yang menegangkan.

11.Teman-teman KKN SAHABAT, terima kasih untuk satu bulan kenangan yang telah kalian ciptakan, kebersamaan kita saat itu sungguh sangat penulis rindukan.

12.Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan memanjatkan do‟a yang tulus untuk mereka yang tersayang, yang selalu ada disamping penulis ketika sedih dan selalu mengingatkan di saat salah. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Amin ya Rabbal alamin.

Jakarta, 22 Januari 2015


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ……….……… ii

DAFTAR ISI ………...………....………...…... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ….………..…... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………….………... 8

D. Metodologi Penelitian ……….………... 9

E. Tinjauan Pustaka……….………. 14

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Pola Komunikasi ………. 17

1. Pengertian Pola Komunikasi ……….……….. 17

2. Jenis-jenis Pola Komunikasi ………..……….. 19

a. Pola Roda ………...……….. 19

b. Pola Rantai ………...……… 21

c. Pola Lingkaran ………..……….. 23

d. Pola Bintang ………....………. 24

B. Lembaga Dakwah Sekolah ………...………. 26

1. Pengertian Lembaga Dakwah Sekolah ………...……….. 26

2. Urgensi Dakwah Sekolah ………....……….. 27

3. Tujuan dan Sasaran Dakwah Sekolah ………...……….. 33


(10)

vi

2. Sejarah Perkembangan Mentoring ………...………. 44

3. Peran Mentoring dalam Pendidikan ………...………. 45

4. Macam-macam Aktivitas dalam Mentoring ………....………...…. 47

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA DAKWAH SEKOLAH SALAM 5 A. Profil Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5 ……...……… 52

1. Latar Belakang LDS SALAM 5 ………...……….. 52

2. Visi, Misi, Fungsi danTujuan LDS SALAM 5 ……...……… 53

3. Struktur Kepengurusan dan Fungsi Pengurus Inti LDS SALAM 5 …...……… 54

B. Program Kerja Kepengurusan LDS SALAM 5 ………...……….. 56

BAB IV POLA KOMUNIKASI PENGURUS LDS DALAM KEGIATAN MENTORING A. Pola Komunikasi Pengurus LDS dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok ………...………... 59

B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengurus LDS dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok ………...……….. 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………....………….. 82

B. Saran ………...………. 83

DAFTAR PUSTAKA ……… 85 LAMPIRAN


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dari kehidupan sehari-hari di rumah, di sekolah, di tempat pekerjaan atau di mana saja berada. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi.

“Setiap kegiatan manusia, baik itu aktivitas sehari-hari, organisasi, lembaga dan sebagainya tidak akan terlepas dari komunikasi, sehingga dapat dipastikan di mana manusia hidup baik sebagai individu maupun anggota masyarakat selalu berkomunikasi, mengapa demikian? Karena komunikasi merupakan kebutuhan hidup manusia. Tidak mungkin seseorang dapat menjalani hidupnya tanpa berkomunikasi dan komunikasi itu sendiri merupakan unsur penting yang membentuk dan memungkinkan berlangsungnya suatu masyarakat.”1

Manusia dituntut agar pandai dan tahu etika dalam berkomunikasi, agar perkataannya tidak sampai menyakiti orang lain, bahkan sebaliknya setiap kata yang diucapkan dapat menyejukkan hati meskipun berbeda suku, berbeda bangsa, berbeda budaya, berbeda warna kulit. Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan berupa pesan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).2 Indikator komunikasi akan berjalan dengan baik manakala komunikator atau orang yang memberikan pesan berhasil menyamakan makna pesan yang ditangkap atau diterima oleh komunikan. Hal

1

Zulkarnain Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, 1st ed. (Jakarta : Universitas Terbuka, 1993), h. 2.

2

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, 1st ed. (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 4.


(12)

ini yang membuat pola komunikasi atau bentuk penyampaian pesan menjadi penunjang atau penentu keberhasilan komunikasi yang berjalan dengan baik. Ada beberapa macam pola komunikasi yang biasa digunakan, seperti pola komunikasi roda, pola komunikasi lingkaran, pola komunikasi rantai dan pola komunikasi bintang. Namun, dalam penerapannya pola komunikasi ini harus melihat siapa, apa dan dimana proses komunikasi itu berlangsung.

Pentingnya komunikasi bagi manusia tidak dapat dipungkiri. Juga halnya dalam menjalankan kegiatan mentoring di sekolah, agar dapat berjalan lancar dan berhasil, perlu adanya pola komunikasi yang baik dalam menjalankan kegiatan mentoring. Begitu juga sebaliknya, kurangnya atau tidak adanya pola komunikasi akan menyebabkan kegiatan mentoring tidak berjalan secara maksimal. Atas dasar itu maka pola komunikasi perlu mendapat perhatian untuk dipelajari dan dipahami semua orang yang terlibat dalam dunia organisasi. Khususnya dalam organisasi Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) yang menjadi fokus penulis dalam penelitian ini.

Penulis memandang sangat penting untuk mengkaji pola komunikasi sebagai landasan kuat bagi pengembangan jalannya sebuah kegiatan dalam mentoring. Saat ini, telah banyak sekolah-sekolah melalui Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) melaksanakan kegiatan mentoring untuk siswa-siswinya, khususnya di SMA Negeri 5 Depok yang menjadi subjek penulis dalam penelitian ini.

Setelah penulis melakukan observasi terhadap kegiatan mentoring, ditemukan hanya dua pola komunikasi itu yang berlaku selama kegiatan tersebut berlangsung.3 Pertama yaitu pola komunikasi roda. Pola komunikasi ini jelas

3

Observasi Penulis Selama Sebulan, Pertengahan Oktober Sampai dengan Pertengahan November 2014


(13)

3

terlihat saat awal-awal kegiatan mentoring berjalan, hanya pementor sebagai komunikator tunggal dalam menyampaikan pesan yaitu berupa materi pembahasan. Kedua yaitu pola komunikasi bintang, pola komunikasi ini jelas terlihat saat kegiatan mentoring memasuki pertengahan sampai akhir pelaksanaan. Semua orang yang ada dalam kegiatan tersebut saling berkomunikasi dalam mendiskusikan sebuah materi yang sebelumnya telah dibahas, kemudian masing-masing orang memberikan pandangannya dan yang lain menanggapinya.

Tidak dapat disangkal lagi, kualitas generasi muda merupakan cerminan masa depan bangsa. Suatu bangsa yang gagal membina generasi muda - moralitas dan kapabilitas- akan menjadi bangsa pecundang dikemudian hari. Negara-negara maju di dunia sangat khawatir dengan kelanjutan masa depan negara mereka. Apalah artinya kemajuan ekonomi, kecanggihan teknologi dan militer, kepemimpinan atas dunia, sementara generasi mudanya sedemikian rusak moralnya, bodoh dan tidak dapat diharapkan di masa depan. Bayang-bayang kemunduran atau bahkan kepunahan sebagai bangsa tampak begitu menakutkan.4

Pembinaan moralitas generasi muda semakin penting apabila melihat fenomena bangsa Indonesia yang semakin terpuruk dalam krisis ekonomi yang parah dan bermuara pada rusaknya moral secara massal.5 Ungkapan Hasan al-Banna (seorang tokoh kharismatik gerakan ini) menarik untuk dikutip.

4

Refleksi 20 Tahun Pembaharuan Tarbiyah di Indonesia: Tarbiyah Menjawab Tantangan

(Jakarta: Robbani Press, 2002), h. 65. 5

Nugroho Widiyantoro, Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar, 2nd ed. (Jakarta: Era Intermedia, 2002), h. 3.


(14)

“Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan, pemuda adalah rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya.”6

Membangun kepeloporan pemuda tentu tidak dapat dilakukan dengan sekejap mata. Apalagi ketika mereka sedang mengalami sakit yang semakin parah karena tidak kunjung diobati. Bagaikan virus SARS, penyebaran virus-virus demoralisasi yang mematikan hati, fisik dan akal ini amat mudah menyebar di mana-mana.Masa depan sebagai bangsa sangat terancam oleh kualitas dan moralitas generasi muda yang sangat mengkhawatirkan. Dan ini tentu saja menjadi tanggung jawab semua pihak. Para ulama, tokoh masyarakat, sesama pelajar, alumni, guru, kepala sekolah, dan tentu saja, pemerintah.

Oleh karena itu, semua pihak tersebut patut peduli dan mengambil tanggung jawab secara kolektif tanpa terkecuali. Para guru, pembina agama, pemerintah, alumni, orang tua, sesama siswa dan masyarakat luas harus bahu-membahu memberikan kontribusi pembinaan remaja, salah satunya melalui kegiatan mentoring di sekolah. Salah satu kegiatan dakwah bagi pemuda yang merupakan aset bangsa kelak di masa depan, yang bertujuan untuk mencetak kepribadian dan karakter yang kuat sejak dini.7 Kewajiban dalam melaksanakan dakwah kepada mereka adalah tanggung jawab yang kelak akan Allah tanyakan langsung di akhirat.

Ada tiga alasan utama yang menjelaskan urgensi kegiatan mentoring yang dijalankan Lembaga Dakwah Sekolah yakni: Efektif, Masif, dan Strategis.8 Alasan-alasan ini sangat khas dan membedakannya dengan segmen organisasi

6

Nugroho Widiyantoro, Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar, h. 15.

7

Ibid., h. 3. 8


(15)

5

dakwah yang lain. Alasan ini juga yang membuat kegiatan mentoring menjadi hal yang istimewa untuk dilaksanakan di sekolah.

Ulasan pertama yaitu efektif. Tidak diragukan lagi bahwa menanamkan akidah dan moralitas (berdakwah) melalui kegiatan mentoring kepada remaja dan pemuda adalah jauh lebih efektif daripada berdakwah kepada golongan tua yang telah sarat dengan kontaminasi kepentingan pragmatis dan ideologis. Usia muda adalah periode emas untuk belajar, menanamkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan. Sebuah pepatah Arab mengatakan “belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar di masa tua bagaikan menulis di atas air.”

Di Indonesia, peluang dakwah dan proses tarbiyah yang efektif banyak berawal dari dakwah sekolah, baik di SMP maupun SMA. Penggerak dakwah kampus di berbagai perguruan tinggi besar seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan sebagainya sebagian besar berasal dari aktivis lembaga dakwah sekolah.

Ulasan selanjutnya yaitu masif. Objek dari mentoring adalah pelajar di sekolah, disebut “masif” atau massal karena jumlah populasi pelajar sangat banyak dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Populasi pelajar ini juga jauh melebihi populasi mahasiswa yang hanya berada di kota-kota besar. Dari 74 juta populasi pemuda Indonesia berusia 15–35 tahun di tahun 2010, 91,5% tamat SMP, dan 73,02% tamat SMA. Bandingkan dengan 8,86% yang hanya berhasil menamatkan pendidikan sarjana muda dan sarjananya.9 Obyek dakwah yang masif tentu saja sangat vital. Bila pengaruh dakwah sedemikian besar kepada

9


(16)

segmen pelajar, maka perbaikan moralitas dan fikroh masyarakat akan tumbuh secara masif pula.

Lalu ulasan terakhir yaitu strategis. Disebut strategis karena kegiatan mentoring yang dijalankan LDS dalam jangka panjang akan mensuplai sumber daya manusia (SDM) shalih di berbagai lapisan masyarakat sekaligus, baik buruh dan pekerja, wiraswastawan dan kaum profesional, serta calon pemimpin di masa depan. Mengingat perannya yang amat strategis ini, maka tidak heran lahan dalam lembaga dakwah sekolah ini menjadi rebutan berbagai ideologi. Maka bayangkanlah apa yang terjadi apabila lembaga dakwah sekolah maju dan berkembang. Tatkala berhasil menumbuhsuburkan kader-kader muslim yang banyak dan berkualitas juga simpatisan-simpatisan dakwah yang massal.

Mereka akan mengisi dan mewarnai lembaga-lembaga profesi di masa depan: perusahaan-perusahaan, instansi pemerintah, birokrasi, perguruan tinggi, LSM, wiraswasta, dan tentu saja di masyarakatnya sendiri, baik sebagai pemimpin-pemimpin hingga level grass root (basis massa). Mereka akan menjadi agen-agen perubahan skala sistem; membersihkan seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dari kuman-kuman korupsi, kolusi dan nepotisme yang sudah akut. Mereka adalah darah baru yang akan membawa bangsa dan umat Islam kepada zaman baru; era baru yang lebih cemerlang, maju, adil, sejahtera dan tentu saja berakhlak.

Tidak mudah dalam menjalankan kegiatan mentoring di sekolah. Permasalahannya, walaupun kegiatan mentoring memiliki cita-cita, tujuan serta fungsi luar biasa yang diemban oleh LDS, tetapi hal itu tidak diiringi dengan jumlah pengurus yang terlibat dalam menjalankan kegiatan mentoring. Sehingga


(17)

7

berakibat terhadap pola komunikasi yang tidak maksimal antara pengurus LDS selaku pementor dengan siswa selaku peserta mentor. Berdasarkan sumber data yang didapatkan penulis10 bahwa jumlah pengurus lembaga dakwah sekolah khususnya dalam menjalankan kegiatan mentoring mengalami penurunan tiap tahunnya.

Melihat latar belakang di atas tidak diragukan lagi bahwasanya pola komunikasi menjadi penting dalam kaitannya terhadap kegiatan mentoring. Penulis tertarik untuk mengupas lebih jauh kiprah pengurus LDS dalam menjalankan kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok dalam sebuah skripsi. Penulis mengambil subjek penelitian di SMA Negeri 5 Depok karena di sekolah tersebut melaksanakan kegiatan mentoring. Selaras dengan uraian dan latar belakang di atas, hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengangkat sebuah judul skripsi: “Pola Komunikasi Pengurus Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka penulis membatasi dan merumuskan masalah. Penelitian ini dibatasi hanya akan meneliti tentang kegiatan mentoring yang dijalankan oleh Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) di SMA Negeri 5 Depok dengan menggunakan teori pola komunikasi roda dan pola komunikasi bintang. Secara menyeluruh penulis akan berusaha menjawab dari rumusan masalah penelitian. Adapun permasalahan yang hendak dijawab adalah:

10

Refleksi 20 Tahun Pembaharuan Tarbiyah di Indonesia: Tarbiyah Menjawab Tantangan, h. 68.


(18)

1. Bagaimana pola komunikasi pengurus LDS dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat pengurus LDS dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi pengurus LDS dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok dan mengetahui apa faktor pendukung dan penghambat pengurus LDS dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok.

Manfaat Penelitian:

1. Secara akademis memperkaya khazanah penelitian mengenai kegiatan mentoring di sekolah-sekolah. Hasil penelitian yang dilakukan merupakan data yang berharga karena dapat memberikan kontribusi bagi pengetahuan ilmiah dalam bidang ilmu dakwah dan ilmu komunikasi khususnya di jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat membuka lebih banyak

kemungkinan untuk penelitian lebih lanjut dengan pengembangan topik maupun metodologi penelitian. Terutama diharapkan dapat merangsang munculnya penelitian-penelitian lain mengenai kegiatan mentoring di sekolah. Selanjutnya, hasil penelitian yang didapatkan bisa menjadi masukan bagi pihak pendidikan tinggi serta dapat dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya.


(19)

9

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah bersifat analisis deskriptif, yaitu suatu metode penelitian melalui pendekatan kualitatif yang dihasilkan dari suatu data yang dikumpulkan melalui survey di lapangan. Data tersebut berupa data-data, kata-kata, gambar dan dokumen.

Menurut Bagdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Moelong dalam bukunya penelitian kualitatif11 ialah “sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.” Artinya dalam penelitian ini penulis berupaya menghimpun data mengenai pola komunikasi pengurus LDS melalui program mentoring dan kemudian penulis mengolah dan menganalisa data secara deskriptif dengan menafsirkan secara kualitatif.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purpossive sampling). Dalam menentukan subyek penelitian ini, penulis memilih subjek penelitian yang menurut penulis dapat memberikan data yang dibutuhkan.

Adapun subjek utama (data primer utama) penelitian ini adalah SMA Negeri 5 Depok yang meliputi ketua LDS, serta beberapa pengurus LDS selaku pementor (pengajar mentoring). Anggota pemilihan subjek ini dilakukan karena mereka memiliki perhatian, pengetahuan serta perannya dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok. Sedangkan subjek pendukung (data primer

11

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 26th ed. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), h. 4.


(20)

pendukung) dalam penelitian ini adalah siswa atau peserta mentoring di SMA negeri 5 Depok. Jumlah peserta mentor yang berada di SMA negeri 5 Depok berjumlah 144 orang. Dengan menggunakan purpossive sampling, penulis memilih enam orang peserta mentor. Hal ini dilakukan berdasarkan kategori usia dan tingkat pendidikan. Sedangkan untuk objek penelitian ini adalah pola komunikasi pengurus LDS dalam kegiatan mentoring. Data mengenai subjek penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Jenis Data Subjek Penelitian Nama

Subjek Kedudukan Alasan Pemilihan 1

Primer Utama

SMA Negeri 5 Depok 1)Yoga Julian 2) Lutfi Ismail 3) Angga Bagus 4) Novrita Wulandari Ketua LDS Pengurus LDS sekaligus pementor Pementor Pementor

Karena mereka memiliki perhatian, pengetahuan serta perannya dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok.

2

Primer Pendukung

Jumlah keseluruhan peserta mentor adalah 144 orang. Dengan menggunakan teknik purpossive sampling, di dapat 37 orang berdasarkan kategori usia (15-18 tahun) dan tingkat pendidikan (SMA kelas 10, 11, 12). Dari sinilah penulis mengambil enam subjek penelitian yang terdiri dari: *Satu orang berumur 15 tahun, kelas 10. *Satu orang berumur 16 tahun, kelas 10. *Satu orang berumur 16 tahun, kelas 11. *Satu orang berumur 17 tahun, kelas 11.

1)Afif 2)Dimas 3)Hisyam 4)Rafi 5)Rifki 6)Wahyu Anggota/ Siswa Pementor Karena mereka

termasuk kategori siswa yang sudah

dapat memberikan penjelasan secara rasional dan bisa diajak diskusi kelompok pada saat penulis melakukan wawancara.


(21)

11

*Satu orang berumur 17 tahun, kelas 12. *Satu orang berumur 18 tahun, kelas 12. Pemilihan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan data yang akurat terkait permasalahan yang diteliti.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian lapangan ini, akan menggunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan pembahasan diantaranya sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang diselidiki.12 Observasi yang dilakukan oleh penulis adalah observasi partisipan yaitu penulis melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian yaitu pola komunikasi pengurus LDS dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok. Penulis melakukan observasi dalam pelaksanaan kegiatan mentoring dilaksanakan kurang lebih sebulan, lebih tepatnya dari tanggal 14 Oktober hingga tanggal 16 November 2014. Dalam jangka waktu tersebut, penulis melakukan 8 kali observasi di SMA Negeri 5 Depok setiap hari Sabtu dan Minggu.

b. Wawancara (interview)

Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih. Dalam hal ini juga akan digunakan teknik interview bebas terpimpin; yaitu dengan

12


(22)

mengajukan beberapa pertanyaan kepada para responden yang telah dipersiapkan, lalu dijawab oleh pemberi data (responden) dengan bebas dan terbuka. Penulis melakukan wawancara terhadap 10 responden. Pertama yaitu wawancara dengan Yoga Julian sebagai Ketua Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5 pada tanggal 20 November 2014. Kedua yaitu wawancara dengan Lutfi Ismail sebagai Pengurus LDS SALAM 5 pada tanggal 22 November 2014, lalu pada hari yang sama dilanjutkan dengan Angga Bagus dan Novrita Wulandari sebagai pementor. Terakhir diakhiri wawancara dengan Afif, Dimas, Hisyam. Rafi, Rifki, dan Wahyu sebagai siswa peserta mentoring pada tanggal 27 November 2014.

c. Dokumentasi

Dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Yakni menggunakan data-data dan sumber-sumber yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas. Sedangkan data-data ini, penulis peroleh dari buku-buku, profile company, arsip-arsip maupun diktat-diktat yang berhubungan dengan masalah penelitian lembaga dakwah sekolah di SMA Negeri 5 Depok.

4. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam menganalisa data, penulis mengolah data dari hasil observasi dan wawancara, data tersebut disusun dan


(23)

13

dikategorikan berdasarkan hasil wawancara, dokumen maupun laporan, yang kemudian dideskripsikan ke dalam bentuk bahasa yang mudah dipahami.13

Teknik analisa data dilakukan dengan cara sebagai berikut; Reduksi data, yaitu tahap pertama adalah reduksi data, penulis mencoba memilah data yang relevan dengan pola komunikasi pengurus dalam kegiatan mentoring; Penyajian data, yaitu tahap kedua adalah penyajian data, setelah data mengenai pola komunikasi pengurus dalam kegiatan mentoring diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, tabel dan sebagainya; Penyimpulan data, yaitu tahap ketiga adalah penyimpulan atas apa yang disajikan.

5. Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan konsep penting dalam sebuah penelitian kualitatif. Untuk menentukan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian.14 Adapun kredibilitas dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi, hal ini dapat dicapai dengan jalan antara lain; Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, misalnya untuk mengetahui perasaan siswa atau peserta mentor setelah mengikuti kegiatan mentoring yang ada di SMA Negeri 5 Depok dengan cara sharing atau menanyakan langsung pada siswa atau peserta mentor; Setelah itu lalu membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan pendapat atau

13

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, 2nd ed. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), h. 78.

14


(24)

pandangan orang lain, misalnya penulis membandingkan jawaban yang diberikan pengurus LDS dengan jawaban yang diberikan oleh ketua LDS; Terakhir, membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan kegiatan mentoring.

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan penulis, terhadap beberapa tulisan dan buku-buku khususnya yang terdapat di perpustakaan fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi. Penulis menemukan beberapa tulisan sejenis diantaranya, skripsi yang ditulis oleh Dewi Nurjamilah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran

Islam, dengan judul “Pola Komunikasi Pengajar dalam Pembinaan Perilaku Anak Jalanan di Yayasan Dian Nusantara Ciputat.” Dalam skripsinya tersebut,

Dewi Nurjamilah membicarakan bagaimana pola komunikasi pengajar dalam pembinaan perilaku anak jalanan. Yang membedakan dengan skripsi ini adalah subjek dan objek penelitiannya, dalam skripsi ini penulis membahas pola komunikasi pengurus LDS dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok.

Kemudian skripsi yang ditulis oleh Siti Dahlia mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi

Penyiaran Islam, dengan judul “Pola Komunikasi Organisasi Pimpinan Pusat

Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama (PP IPPNU) dalam Mengembangkan dan

Membina Organisasi.” Dalam skripsinya tersebut selain subjek dan objek penelitian yang berbeda, Siti Dahlia meneliti pola komunikasi organisasi PP IPPNU dalam mengembangkan dan membina organisasi.


(25)

15

Dari beberapa sumber yang penulis cari, baik itu dari skripsi, tesis, disertasi maupun buku, belum pernah ada yang meneliti tentang “Pola Komunikasi Pengurus Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok.”

F. Sistematika Penulisan

Penulisan Skripsi ini terbagi atas lima bab, secara rinci sebagai berikut: BAB I: Pendahuluan yang menjelaskan Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Landasan teori merupakan bab yang melandasi pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah Pengertian Pola Komunikasi, Jenis-jenis Pola Komunikasi, Pengertian Lembaga Dakwah Sekolah, Urgensi Dakwah Sekolah, Tujuan dan Sasaran Dakwah Sekolah, Objek Dakwah Sekolah, serta Pengertian Mentoring, Sejarah Perkembangan Mentoring, Peran Mentoring dalam Pendidikan dan Macam-macam Aktivitas dalam Mentoring.

BAB III: Pada bab ini berisi gambaran umum Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5 meliputi Profil Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5 serta Program Kerja Kepengurusan LDS SALAM 5.

BAB IV: Bab ini merupakan isi, yang meliputi Pola Komunikasi Pengurus LDS dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok, dan Faktor Pendukung dan Penghambat Pengurus LDS dalam Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok.


(26)

BAB V: Bab penutup berisi kesimpulan dari penelitian tentang pola komunikasi pengurus lembaga dakwah sekolah (LDS) dalam kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok dan saran-saran bagi praktisi ilmu dakwah dan ilmu komunikasi khususnya dalam mengembangkan syiar Islam.


(27)

17

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pola Komunikasi

1. Pengertian Pola Komunikasi

Kata pola komunikasi dibangun oleh dua suku kata yaitu pola dan komunikasi. Sebelum kita membahas tentang pola komunikasi, kita harus mengetahui apa itu pola dan apa itu komunikasi. Pola menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai bentuk (struktur) yang tetap.1

Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Popular “pola” diartikan sebagai model,

contoh, pedoman (rancangan).2

Pola dapat dikatakan juga dengan model, yaitu cara untuk menunjukkan sebuah obyek yang mengandung kompleksitas proses didalamnya dan hubungan antara unsur-unsur pendukungnya.3

Adapun istilah komunikasi secara etimologis atau menurut asal katanya berasal dari bahasa Latin communicatio atau dari kata communis yang berarti sama atau sama maknanya atau pengertian bersama, dengan maksud untuk mengubah pikiran, sikap, perilaku, penerima dan melaksanakan apa yang diinginkan komunikator.4 Sedangkan secara terminologis komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.5

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 3rd ed. (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 585.

2

Puis A. Partanto dan M. Dahlan Al-barty, Kamus Besar Bahasa Ilmiah Popular

(Surabaya: Arkola, 1994), h. 605. 3

Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Gramedia Widiasavina, 2004), h. 9. 4

H.A.W. Widjaja, Komunikasi, Komunikasi & Hubungan Masyarakat, 5th ed. (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 8.

5

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, 2nd ed. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), h. 4.


(28)

Stephen W. Littlejohn mengatakan bahwa: communication is difficult to define. The word is abstract and, like most terms, prosses numerous meanings (komunikasi sulit untuk didefinisikan. Kata “komunikasi” bersifat abstrak, seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak arti).6

Menurut Everret M. Rogers komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.7

Menurut Onong Uchjana Effendy, “komunikasi berarti proses

penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Untuk memberitahukan atau untuk mengubah sikap. Pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media.”8

Adapun menurut Harold D. Lasswell komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? Dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who says what in which channel to whom with what effect). Model yang diutarakan Lasswell ini secara jelas mengelompokkan elemen-elemen mendasar dari komunikasi ke dalam lima elemen yang tidak bisa dihilangkan salah satunya.9

Deddy Mulyana mengatakan dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Efektif bahwa komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal dan non-verbal.10

6

Morissan, Teori Komunikasi, 9th ed. (Bogor: PT. Ghalia Indonesia, 2009), h. 4. 7

Hafied Canggara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 1.

8

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 6. 9

Little John,Stephen W. dan Karen A. Foss, Theories of Human Communication (Edisi Indonesia Teori Komunikasi) (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 334.

10

Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif, 2nd ed. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 3.


(29)

19

Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Dari semua definisi yang ada, penulis menyimpulkan arti dari pola komunikasi yaitu sebuah bentuk penyampaian suatu pesan yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan untuk memperoleh kesamaan makna. Karena komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan. Dengan komunikasi manusia berinteraksi dengan sesama, saling mengenal dan menjalin hubungan baik yang diharapkan sehingga manusia dapat melakukan perannya sebagai makhluk sosial.

2. Jenis-jenis Pola Komunikasi

Menurut H.A.W. Widjaja di dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Pengantar Studi”, ada empat pola komunikasi, yaitu komunikasi pola roda, pola rantai,

pola lingkaran, dan pola bintang.11 Keempat pola tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

a. Pola Roda

Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang dalam posisi sentral menerima kontak, informasi dan memecahkan masalah dengan sasaran/persetujuan anggota lainnya.

11


(30)

Gambar 1. Pola Roda

Dalam pola roda, sebuah organisasi memiliki pemimpin yang jelas, yaitu posisinya dipusat. Pola ini memasukkan satu orang yang berkomunikasi dengan masing-masing orang dari sejumlah orang lainnya, satu orang tersebut adalah pemimpin. Orang (pemimpin) ini merupakan satu-satunya yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota.

Oleh karena itu, jika seorang anggota ini berkomunikasi dengan anggota lain maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya. Orang yang berada ditengah (pemimpin) mempunyai wewenang dan kekuasaan penuh untuk mempengaruhi anggotanya. Penyelesaian masalah dalam pola roda, bisa dibilang cukup efektif tapi keefektifan itu hanya mencakup masalah yang sederhana saja.

Dalam definisi lain, pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam posisi sentral menerima kontak dan informasi yang disediakan oleh anggota organisasi lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan persetujuan anggota lainnya (Pace & Faules, 2005:174). Pola ini memfokuskan satu orang sebagai sentral untuk berkomunikasi dengan individu lainnya.


(31)

21

Menurut Wayne Pace dan Faules, pola roda dianggap paling terstruktur dan tengah. Dalam pola ini, misalnya, masing-masing empat anggota dapat berkomunikasi dengan orang kelima tetapi keempat anggota ini tidak melakukan kontak/komunikasi. Masalah ini diselesaikan oleh anggota mengirim pesan kepada anggota atas atau tengah yang membuat keputusan dan mengirimkan informasi kembali. Pola ini disebut Hierarki dua tingkat.

Sebagai contoh organisasi pada pola ini tampak ketika seorang anggota berada di sebuah ruangan ketika rapat, dan ketuanya sebagai komunikan atau pemimpin. Di ruangan tersebut ketua menjadi fokus perhatian yang setiap anggota di ruangan dapat bertanya jawab atau melakukan timbal balik dengan ketua tersebut, namun anggota tidak boleh berkomunikasi dengan anggota lainnya karena akan menimbulkan kegaduhan.

b. Pola Rantai

Metode jaringan komunikasi di sini terdapat lima tingkatan dalam jenjang hierarkinya dan hanya dikenal komunikasi sistem arus ke atas (upward) dan ke bawah (downward), yang artinya menganut hubungan komunikasi garis langsung (komando) baik ke atas atau ke bawah tanpa terjadinya suatu penyimpangan. Dalam artian seseorang berkomunikasi pada seseorang yang lain dan seterusnya.

Gambar 2. Pola Rantai

Sistem komunikasi dalam organisasi pada pola rantai sama dengan pola lingkaran kecuali bahwa para anggota yang paling ujung hanya dapat


(32)

berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terjadi disini. Orang yang berada ditengah lebih berperan sebagai pemimpin dari pada mereka yang berada di posisi lain. Dalam pola ini, sejumlah saluran terbuka dibatasi, orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi degan orang-orang tertentu saja.

Menurut Wayne Pace dan Faules12, pola rantai menempati peringkat tertinggi berikutnya dalam sentralitas. Dalam jaringan ini dua orang menjadi orang akhir, hanya memiliki satu orang lain dengan siapa mereka dapat berkomunikasi secara langsung. Mereka biasanya mengirimkan informasi kepada individu ini lain yang berfungsi sebagai perantara, mengirim pesan sendiri, bersama dengan orang-orang akhir, untuk orang kelima yang mengumpulkan informasi.

Orang pusat ini kemudian memutuskan jawaban dan mengirimkannya kembali ke orang-orang yang kemudian estafet, kirim jawaban ke orang akhir masing-masing. Dengan demikian setiap perantara berkomunikasi langsung dengan dua orang. Orang pusat juga berkomunikasi dengan dua individu, tetapi dalam posisi ini ia berada dalam kontak dekat dengan semua anggota grup.

Sebagai contoh organisasi pada pola ini dapat dilihat ketika pengurus memiliki informasi rahasia. Informasi mereka sebarkan ke anggota yang lain secara diam-diam. Dimana ketika mereka mempunyai informasi terkait organisasi mereka lebih memilih dengan sistem rantai yaitu

12

Wayne Pace dan Don Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan (Bandung: PT Rosda Karya, 2005), h. 176.


(33)

23

mengatakan info tersebut kepada satu anggota kemudian anggota tersebut menyalurkan ke anggota lain dan seterusnya. Bukan dengan meyebarluaskan secara serentak dan bersamaan.

c. Pola Lingkaran

Pola lingkaran yakni hampir sama pada pola rantai, namun orang terakhir berkomunikasi pula kepada orang pertama. Dalam pola lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota posisinya sama. Mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk memengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain disisinya.

Gambar 3. Pola Lingkaran

Pola lingkaran memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem pengulangan pesan. Tidak seorang anggotapun yang dapat berhubungan langsung dengan semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada anggota yang memiliki akses langsung terhadap seluruh informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan (Pace & Faules, 2005:178).

Sebagai contoh organisasi pada pola ini tampak ketika seorang pengurus mendapat undangan dari ketua, dimana ketika pesta pengurus hanya bisa berkomunikasi dengan orang yang berada di kanan dan kirinya


(34)

saja karena ia tidak mengenal siapapun orang disana dan tidak mengetahui apa maksud undangan dari ketua tersebut.

d. Pola Bintang

Pola bintang yakni semua anggota berkomunikasi dengan semua anggota.13 Pola ini hampir sama dengan dengan pola lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya juga memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Pola ini memungkinkan adanya partisipasi anggota secara umum.

Menurut Wayne Pace dan Faules, pola ini juga hampir sama dengan pola lingkaran. Dalam arti semua anggota adalah sama dan semuanya memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya.14 Pada pola bintang seluruh saluran terbuka. Setiap orang berkomunikasi sengan setiap orang lainnya. Pola bintang ini memberikan contoh suatu struktur komunikasi yang desentralisasi. Sebagai contoh, struktur desentralisasi dapat lebih efektif untuk pemecahan masalah secara kreatif dan lebih bagus untuk pergerakan informasi secara cepat.

Gambar 4. Pola Bintang

13

H.A.W.Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 102-103.

14

Wayne Pace dan Don Faules, Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan (Bandung: PT Rosda Karya, 2005), h. 180.


(35)

25

Dalam pola bintang, pembatasan komunikasi ditempatkan pada setiap anggota. Setiap orang mengkomunikasikan informasi kepada semua orang lain secara langsung, semua anggota membentuk jawaban mereka sendiri dalam format pemecahan masalah. Sistem all-channel ini memaksimalkan peluang untuk umpan balik dan menghasilkan akurasi yang lebih besar, juga, moral biasanya pada tingkat yang lebih tinggi dalam jaringan jenis ini.

Sebagai contoh organisasi pada pola ini tampak jelas ketika seorang ketua memimpin rapat organisasi untuk menyusun strategi secepat mungkin untuk menjalankan program kerja yang belum terlaksana, yang pada saat itu kondisinya semakin terdesak untuk segera dilaksanakan. Di situ terjadi timbal balik secara langsung antara satu anggota dengan yang lainnya.

Seiring perkembangan bentuk komunikasi yang semakin kompleks, ditemukan lagi pola komunikasi yaitu pola Y. Pada pola ini, seperti pada pola rantai, sejumlah saluran terbuka dibatasi, dan komunikasi bersifat disentralisasi atau dipusatkan. Orang hanya bisa secara resmi berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja (Devito, 1997: 23). Pola Y relatif kurang terpusat dibanding karakteristik individu dan perilaku komunikasi dalam struktur roda. Tetapi lebih tersentralasasi dibanding dengan pola lainnya.


(36)

Gambar 5. Pola Y

Pola Y memasukkan dua orang sentral yang menyampaikan informasi kepada yang lainnya pada batas luar suatu pengelompokan. Dalam pola Y juga terdapat pemimpin yang jelas, tetapi semua anggota lain berperan sebagai pemimpin kedua. Anggota ini dapat mengirim dan menerima pesan dari dua orang lainnya, sedangkan ketiga anggota lainnya terbatas hanya dengan satu orang saja. Pada jaringan komunikasi Y, tiga orang anggota dapat berhubungan dengan orang-orang disampingnya seperti pada pola rantai, tetapi ada dua orang yang hanya dapat berkomunikasi dengan seseorang disampingnya.

B. Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) 1. Pengertian Lembaga Dakwah sekolah

Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) adalah Organisasi Dakwah Sekolah Eksternal, baik yang dikelola Alumni atau Non Alumni, yang bertujuan untuk mengarahkan dan mengoptimalkan dakwah sekolah melalui kerjasama yang baik dengan Organisasi Dakwah Internal (Rohis/Masjid Sekolah), sesuai dengan arahan Pedoman Dakwah Sekolah.15

15

Nugroho Widiyantoro, Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar, h. 7.


(37)

27

LDS terdiri dari Divisi Dakwah Khashshah (kaderisasi), Divisi Dakwah Ammah (syiar), serta Divisi Media dan Diklat. Struktur ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan setiap sekolah. LDS dapat berjalan secara informal atau formal berupa lembaga alumni (forum alumni) atau lembaga swadaya masyarakat atau syuro terbatas. LDS juga dapat berperan untuk mengkoordinasi dan mengharmonisasi berbagai elemen seperti murabbi, alumni (pengurus), guru, penjaga sekolah dan elemen-elemen pendukung lainnya.16

2. Urgensi Dakwah Sekolah

Tentunya dakwah sekolah mempunyai urgensi yang penting dalam pelaksanaannya. Dalam mencapai itu dilalui tahap-tahap yang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Diawali dengan mengenal prinsip dari pendinian tarbiyah. Setelah itu alasan yang menjelaskan keistimewaan dari dakwah sekolah itu sendiri. Akhirnya, perlu dibutuhkan kerja besar agar tercipta perubahan yang besar pula.

a. Prinsip Pendinian Tarbiyah

Selanjutnya kita mulai memasuki pembahasan bagaimana mulai membangun kepribadian generasi muda kita. Sebenarnya, Islam telah mengajarkan bahwa menanam bibit generasi yang sholeh harus dilakukan sedini mungkin. Dalam hadits Hasan Shahih, diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi, misalnya seorang bayi disunahkan untuk diazankan dan diiqomatkan ketika baru lahir. Itu adalah bagian dari pendinian proses

16

Nugroho Widiyantoro, Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar, h. 9.


(38)

tarbiyah itu; agar kalimat pertama yang didengarnya adalah kalimat tauhid dan kebaikan semata, dan agar syaitan menjauhinya dari menyesatkannya.17

Bahkan jauh sebelumnya, seorang pemuda yang siap menikah hendaknya memilih calon isteri yang memiliki 'dzatud dien', memiliki penghayatan dan pengamalan agama yang baik, agar kelak berpotensi melahirkan bibit generasi yang shalih. Nasihat Luqman kepada anaknya yang diabadikan oleh Allah Swt. dalam Surah Luqman ayat 12-19, menginspirasikan kita bahwa pembinaan anak-anak adalah sangat efektif untuk mencetak kepribadian dan karakter yang kuat sejak dini hingga mewujudkan kader-kader belia yang akan berjuang di tengah masyarakat dengan sabar dan siap menghadapi ujian-ujian kehidupan dan perjuangan.

Banyak riset pendidikan modern saat ini menyimpulkan bahwa proses pendinian kematangan kepribadian seseorang dapat segera dilakukan.18 Apalagi ada indikasi bahwa kematangan biologis seorang remaja mengalami percepatan dalam beberapa tahun terakhir karena gizi yang meningkat dan arus informasi yang amat pesat. Adalah bahaya besar, apabila kematangan ini tidak diimbangi dengan kematangan kepribadian dan bahkan kemandirian, karena akan terjadi penyimpangan-penyimpangan pergaulan yang tidak bertanggung jawab. Tetapi Islam ternyata lebih dahulu percaya bahwa pendinian itu adalah sangat mungkin dilakukan, dan bahkan dapat memberikan hasil yang mengejutkan.

17

Jaudah Muhammad Awwad, Mendidik Anak Secara Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 77.

18

Fadjar, A. Malik, Visi Pembaruan Pendidikan Islam (Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia, 1998), h. 22.


(39)

29

Kematangan dini itu amat tampak misalnya pada kisah seorang sahabat Rasulullah Saw. yang fenomenal. Usamah, yang pada usia 18 tahun memimpin pasukan Islam pertama ekspansi keluar Jazirah Arab. Kemudian Imam ath Thobari, seorang ahli tafsir besar telah hafal al-Qur’an pada usia 7 tahun dan menjadi Imam pada usia 8 tahun. Imam Ibnu Taimiyah telah memberikan fatwa pada usia 15 tahun. Muhammad al-Fatih Murad membebaskan Konstantinopel pada usia 24 tahun, yang telah menjadi mimpi 8 abad umat Islam.19

Kematangan dini itu pun juga tampak pada episode kehidupan yang lebih pribadi: pernikahan dini! Ya, Amru bin Ash, pahlawan Islam yang membebaskan Mesir menikah pada usia 12 tahun. Muhamad Abdul Wahab sang pembaharu Islam menikah pada usia 12 tahun, Ali bin Abi Thalib menikah pada usia 16 tahun, dan nama-nama besar lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Pernikahan dini tersebut tentu saja telah diimbangi dengan kemandirian dini secara finansial pula.20

Kematangan-kematangan diatas Allah puji sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: “Sesungguhnya, Allah mencintai pemuda yang tidak mempunyai sifat kekanak-kanakan.” Umumnya kematangan dini di atas diproses oleh institusi yang inti yaitu keluarga. Dan sebagian besar keluarga-keluarga di Indonesia ini, telah melewati masa-masa emas pendinian pembinaan anak dengan gagal. Itulah saat ini yang menjadi permasalahan dan pembahasan kita yang utama, produk remaja-remaja yang lemah moralitasnya dan rentan dengan air bah demoralisasi. Inilah

19Jum’ah Amin Abdul Aziz,

Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, 3rd ed. (Solo: Era Intermedia, 2000), h. 34.

20Jum’ah Amin Abdul Aziz,


(40)

medan dakwah yang sangat strategis dan telah menjadi tanggung jawab publik secara luas untuk menggarapnya.

b. Keistimewaan Dakwah Sekolah

Ada 3 alasan utama yang menjelaskan keistimewaan dakwah sekolah yakni: (a) efektif, (b) masif, (c) strategis. Alasan-alasan ini sangat khas dan membedakannya dengan segmen dakwah yang lain.

1) Efektif

Tidak diragukan lagi bahwa menanamkan akidah dan moralitas kepada remaja dan pemuda adalah jauh lebih efektif daripada berdakwah kepada golongan tua yang telah sarat dengan kontaminasi kepentingan pragmatis dan ideologis. Usia muda adalah periode emas untuk belajar, menanamkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan. Sebuah pepatah Arab mengatakan “belajar di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar di masa tua bagaikan menulis di atas air.”

Pengalaman gerakan dakwah di berbagai negara menunjukkan bukti yang sama. Di Indonesia, peluang dakwah dan proses tarbiyah yang efektif banyak berawal dari dakwah sekolah, baik di SMP maupun SMA.

Penggerak dakwah kampus di berbagai perguruan tinggi besar seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan sebagainya sebagian besar berasal dari aktifis dakwah sekolah.21

21

Nugroho Widiyantoro, Panduan Dakwah Sekolah: Kerja Besar untuk Perubahan Besar, h. 26.


(41)

31

2) Masif

Disebut “masif” atau massal adalah karena jumlah populasi pelajar sangat banyak dan tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Populasi pelajar ini juga jauh melebihi populasi mahasiswa yang hanya berada di kota-kota besar. Dari 95 juta populasi pemuda Indonesia berusia 15 – 35 tahun di tahun 2010, 91,5% tamat SMP, dan 73,02% tamat SMA. Bandingkan dengan 8,86 % yang berhasil menamatkan pendidikan sarjana muda dan sarjananya.22

Obyek dakwah yang masif tentu saja sangat vital. Bila pengaruh dakwah sedemikian besar kepada segmen pelajar, maka perbaikan moralitas dan fikroh masyarakat akan tumbuh secara massif pula.

3) Strategis

Disebut strategis karena dakwah sekolah dalam jangka panjang akan mensuplai SDM shalih di berbagai lapisan masyarakat sekaligus, baik buruh dan pekerja, wiraswastawan dan kaum profesional, serta calon pemimpin di masa depan. Mengingat perannya yang amat strategis ini, maka tidak heran lahan dakwah sekolah ini menjadi rebutan berbagai ideologi.

Maka bayangkanlah apa yang terjadi apabila dakwah sekolah kita maju dan berkembang. Tatkala ia berhasil menumbuhsuburkan kader-kader muslim yang banyak dan berkualitas juga simpatisan-simpatisan dakwah yang massal. Mereka akan mengisi dan mewarnai lembaga-lembaga profesi di masa depan: perusahaan-perusahaan, instansi pemerintah,

22


(42)

birokrasi, perguruan tinggi, LSM, wiraswasta, dan tentu saja di masyarakatnya sendiri, baik sebagai pemimpin-pemimpin hingga level grass root (basis massa).

Mereka akan menjadi agen-agen perubahan skala sistem; membersihkan seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dari kuman-kuman korupsi, kolusi dan nepotisme yang sudah akut. Mereka adalah darah baru yang akan membawa bangsa dan ummat Islam kepada zaman baru; era baru yang lebih cemerlang, maju, adil, sejahtera dan –tentu saja- berakhlak.

c. Kerja Besar untuk Perubahan Besar

Maka, tidak berlebihan kalau kita katakan dakwah sekolah memiliki pengaruh amat besar bagi perubahan besar di negeri ini. Ini adalah kerja besar yang harus didukung seluruh pihak, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Para pelajar aktivis Rohis tentu menjadi garda terdepan proyek besar ini. Alumni memberikan pembinaan, transfer pengalaman dan bahkan dana. Guru-guru memberikan suri tauladan dan dukungan. Kepala sekolah menggunakan otoritasnya mempermudah kegiatan-kegiatan keislaman. Orang tua siswa memberikan dorongan, bantuan dana dan fasilitas lainnya bila memungkinkan.

Para ulama dan asatidz berbobot meluangkan waktunya untuk turut memberikan pengajaran dan bimbingannya yang dibutuhkan pelajar. Bahkan, pejabat pemerintah dan anggota legislatif di DPRD tingkat I, II maupun Pusat menggunakan otoritasnya untuk membuat program, produk


(43)

33

perundang-undangan dan menganggarkan dana yang besar untuk pembinaan moral generasi muda.

3. Tujuan dan Sasaran Dakwah Sekolah

Sebagaimana lazimnya suatu kerja besar, maka dakwah sekolah juga memiliki tujuan yang menjadi muara pencapaian segenap program-programnya. Seringkali, program dakwah berjalan tanpa arah yang tegas, tidak fokus dan bahkan cenderung sporadis. Tetapi pemahaman yang jelas tentang tujuan, membuat kita kreatif dalam membuat program yang efektif, walaupun ditengah banyak keterbatasan dana, sarana dan sumber daya manusia.

a. Tujuan

Tujuan dakwah sekolah dapat didefinisikan sebagai berikut:

Terwujudnya barisan remaja-pelajar yang mendukung dan mempelopori tegaknya nilai-nilai kebenaran, mampu menghadapi tantangan masa depan dan menjadi batu bata yang baik dalam bangunan masyarakat

Islami.”23

Ada 5 kata penting dalam definisi di atas yang mencerminkan kriteria output

dakwah sekolah. “Barisan”; Menunjukkan (a) sejumlah banyak orang, (b) memiliki kesamaan visi dan idealisme, (c) soliditas yang tinggi. Artinya, dakwah sekolah harus menghasilkan output sejumlah besar pelajar yang memiliki visi dan idealisme yang tinggi, dan siap menjadi arus baru perubahan. “Mendukung”; Menunjukkan partisipasi pasif yang dapat diberikan bagi dakwah, baik dukungan dalam moral maupun material

23

M. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral (Jakarta: Al- Amin Press, 1997), h.48.


(44)

(simpatisan). “Mempelopori”; Menunjukkan partisipasi aktif membela kebenaran. “Mampu menghadapi tantangan masa depan”; Adalah dasar-dasar kemampuan akademis, ketrampilan dan kemampuan profesi yang kompetitif di era globalisasi. “Batu bata yang baik”; Potensi dan kompetensinya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

b. Sasaran Dakwah Sekolah

Sasaran dakwah sekolah merupakan perincian dari tujuan dakwah sekolah di atas. Dengan tujuan tersebut maka sasaran dari dakwah sekolah itu antara lain agar tumbuh suburnya kader, simpatisan, potensi kepemimpinan, kualitas ilmiah dan keterampilan, serta diharapkan terwujudnya kebangkitan Islam.

1) Tumbuh Suburnya Kader

Pembentukan kader aktivis dakwah sekolah (ADS) adalah target yang paling khas, sebagai sasaran pertama dakwah pada umumnya. Para kader ini adalah penggerak utama dakwah di sekolah. Merekalah yang akan merencanakan dan menjalankan program dakwah sekolah, baik secara kolektif, terorganisir maupun secara individual (fardiyah).

Demikianlah Rasulullah Saw. membentuk kader-kader dakwah terlebih dahulu, sebagai generasi yang kelak menjadi pendukung utama dakwah beliau, menyebarkan dakwah dan meluaskan seruannya ke negeri-negeri. Maka Rasulullah Saw. mulai berdakwah kepada istrinya Khadijah r.a, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Utsman bin Affan,


(45)

35

Ja’far bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, hingga sekitar 60 sahabat

generasi pertama berasal dari semua lapisan masyarakat Mekkah.24 Pola program yang sangat khas dalam pembentukan kader ini adalah dakwah khashshah, yakni program tarbiyah Islamiyah atau mentoring agama Islam, pengkaderan dan pengajaran Islam dalam jumlah yang lebih terbatas (limited group). Jumlah kelompok mentoring yang terbatas ini lebih mengefektifkan proses tarbiyah, pengawasan dan penglibatan yang spesifik. Demikianlah Rasulullah Saw. mentarbiyah para sahabat di rumah Arqam bin Abil Arqam di Mekah yang banyak menekankan masalah aqidah dan pembangunan ruhiyah yang tinggi.

2) Tumbuh Suburnya Simpatisan

Dakwah sekolah juga berorientasi pada terbentuknya simpatisan dan pendukung nilai-nilai kebenaran dalam jumlah yang banyak; dari kalangan siswa, guru, kepala sekolah, dan sebagainya. Merekalah yang akan menjadi pembela-pembela dakwah ketika ditekan dan dihalangi, dan pendukung-pendukung utama program kebaikan. Dakwah menyentuh mereka dengan berbagai program dakwah „ammah/syi’ar yang lebih umum, terbuka dan massal, mendorong mereka kepada keimanan, kebaikan dan keutamaan-keutamaan.

Berbagai program dakwah „ammah yang khas adalah seperti tabligh,

ceramah umum, pengajian guru, pengajian kelas, bulletin dakwah, majalah dinding, penyebaran majalah dan buku-buku Islam, kaset-kaset ceramah, bazaar buku, pameran, VCD Islami, dakwah fardiyah,

24Jum’ah Amin Abdul Aziz,


(46)

perpustakaan, khutbah Jum’at, dan lain-lain. Program lain yang tidak kalah penting adalah dakwah fardiyah dan pesona akhlak. Banyak tokoh-tokoh kafir Mekkah yang masuk Islam karena dakwah fardiyah dan pesona akhlak Rasulullah Saw.

Simpatisan ini pun bisa terbentuk dari kalangan non-muslim. Kisah yang paling fenomenal adalah pembelaan Abu Thalib terhadap dakwah keponakannya Muhammad Saw. Selama bertahuntahun, Abu Thalib -yang juga tokoh -yang sangat dihormati- menjadi pembela setia Nabi Muhammad Saw. karena beliau tahu betul ketinggian akhlak dan kejujuran Muhammad Saw. sejak kecil. Walaupun, ia sendiri tetap dalam kekafiran hingga wafatnya.25

Hingga suatu ketika, Abu Thalib semakin kewalahan menahan kecaman dan tekanan kaum kafir Quraisy untuk segera melepaskan jaminan perlindungannya dan menyerahkan Rasulullah Saw. untuk dibunuh/diusir. Namun Rasulullah Saw. meyakinkan, “Wahai Paman, demi Allah, seandainya mereka itu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku supaya aku menghentikan urusan ini (dakwah), aku tidak akan berhenti sebelum Allah memenangkan agama-Nya atau aku binasa karenanya.

Contoh lain adalah kisah Abu Bakar ra yang diberi diberi perlindungan oleh Ibnu Daghnah -seorang pemuka kaum kafir yang lain-. Apa komentar Ibnu Daghnah ketika membela Abu Bakar ra padahal ia orang kafir? “Sesungguhnya orang seperti Abu Bakar tidak pantas kalian

25Jum’ah Amin Abdul Aziz,


(47)

37

keluarkan dan tidak pantas pula kalian usir (dari Mekkah). Sesungguhnya kamu adalah orang yang suka mengusahakan yang tiada, menolong orang yang sengsara, menghormati tamu dan membela orang

yang berdiri di atas kebenaran.”

3) Tumbuh Suburnya Potensi Kepemimpinan

Dakwah sekolah juga menjadi ajang yang efektif untuk menumbuhkan bakat kepemimpinan sejak dini. Potensi kepemimpinan yang tumbuh dan berkembang sejak dini adalah berbanding lurus dengan kematangan pemahamannya tentang Islam dan tanggung jawab dakwah. Mulai dari berlatih pidato atau berbicara di depan umum (public speaking), menjadi pembawa acara, memimpin kegiatan dan organisasi, dan sebagainya.

Di sinilah mereka belajar menjadi pemimpin yang memiliki leadership skill (keahlian memimpin) dan managerial skill (keahlian mengorganisasi). Dua kemampuan ini harus dimiliki oleh seorang pemimpin.26 Melalui berbagai sarana dan aktivitas dakwahnya, mereka menemukan wahana yang tepat untuk mengasah potensinya itu.

Demikianlah masyarakat dakwah pada zaman Nabi Muhammad Saw. Dari masyarakat yang tidak terstruktur itu lahirlah pemimpin-pemimpin besar: pemimpin negara seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib; atau pemimpin militer seperti Khalid

bin Walid, Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Al Mutsanna bin Haritsah, Sa’ad

bin Abi Waqqash, dan lainnya.

26

Sondang Siagian, Organisasi Kepemimpinan dan Organisasi, 5th ed. (Jakarta: CV Masagung, 1986), h. 19.


(48)

4) Tumbuh Suburnya Kualitas Ilmiah dan Keterampilan

Dakwah sekolah juga berkepentingan untuk memadukan antara imtak dan iptek, berilmu dan mengasah ketrampilan dengan bingkai akhlak yang Islami. Para pelajar didorong untuk giat belajar, memiliki berbagai ketrampilan yang diperlukan seperti kemampuan bahasa asing Inggris & bahasa Arab, komputer, keorganisasian, kepemimpinan, manajemen, dan berbagai keterampilan lainnya.27

Dengan bekal-bekal ini mereka diharapkan memiliki dasar-dasar kemampuan berdaya saing global. Allah swt. berfirman, “Katakanlah (hai Muhammad), samakah kedudukan orang yang berpengetahuan

dengan orang yang tidak berpengetahuan?” (QS. Az-Zumar: 9).

Sebagaimana sukses dakwah Nabi Saw. yang telah mendorong berbagai potensi para sahabatnya. Dari masyarakat yang buta aksara, lahirlah pemikir dan ilmuwan besar seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi

Thalib, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab. Bahkan menurut catatan Ibnul Qayyim, jumlah ulama yang

ditinggalkan oleh Rasulullah Saw. saat wafatnya adalah berkisar antara 100 – 110 orang.28

Juga munculnya kelompok pengusaha ulung seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan lain-lain. Bahkan 9 dari 10 sahabat yang dijamin masuk syurga adalah pedagang. Muncul pula kelompok profesional dalam berbagai bidang seperti hukum (Ali bin Abi

27

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: CV Ruhama, 1994), h. 79.

28Jum’ah Amin Abdul Aziz,


(49)

39

Thalib dan Syuraih), administrasi (Abu Ubaidah), intelijen (Hudzaifah dan Al Abbas), bahasa (Zaid bin Tsabit), dan lain-lain.

5) Terwujudnya Kebangkitan Islam

Sebagai hasil lebih lanjut dari tumbuh suburnya kader dan simpatisan dakwah di atas dari berbagai kalangan, maka otomatis suasana kebangkitan Islam akan terasa di sekolah. Berdesak-desakannya pelajar menonton konser musik artis-artis jahiliyah di stadion atau gelanggang remaja akan berubah dengan membanjiri konser-konser berbagai kelompok nasyid semisal Raihan. Berlomba-lombanya para pelajar putri mengenakan pakaian seragam yang ketat, rok pendek, yang menonjolkan auratnya, akan berganti dengan maraknya jilbab atau pakaian yang sopan.

Ucapan salam bertebaran di mana-mana setiap kali bertemu dan berkenalan. Shalat dhuha menjadi aktivitas favorit penghuni sekolah di pagi hari pada saat istirahat pelajaran. Kegiatan hura-hura berganti menjadi kegiatan belajar kelompok dan kursus keterampilan. Wisata pelajar lebih bernuansa tafakur alam ketimbang ngelaba pacaran. Sekolah menjadi bersih tidak ada sampah terbuang sembarangan. Para pelajar menjadi santun dan rajin belajar menyongsong masa depan. Tidak ada lagi perkelahian pelajar di jalanan.

Siswa, guru, kepala sekolah, pegawai sekolah, satpam hingga petugas kantin menghormati dan melaksanakan akhlak dan prinsip-prinsip Islam dalam hidup keseharian, secara alami penuh kesadaran dan tanpa


(50)

sedikitpun ada tekanan. Sungguh indah hidup di bawah naungan

al-Qur’an. Subhanallah. 4. Objek Dakwah Sekolah

Objek Dakwah Sekolah (ODS) adalah para obyek dakwah yang terdapat di lingkungan sekolah dan sekitarnya baik yang beragama Islam maupun non Islam, seperti: para siswa, guru, kepala sekolah, pegawai sekolah, orang tua dan wali siswa, serta sesama pelajar di lingkungan sekitar sekolah. Berikut ini adalah jenis-jenis ODS:

a. Siswa atau Pelajar

Siswa merupakan objek dakwah sekolah yang utama. Oleh karena itu, ruang gerak dakwah sekolah lebih ditekankan pada proses pembinaan siswa ini. Sebagai objek dakwah sekolah yang utama, pendekatan terhadap siswa pun harus menjadi prioritas. Pengenalan terhadap medan dakwah yang berlabel siswa ini menentukan keberhasilan pendekatannya.

b. Guru

Guru memiliki peran besar dalam dakwah ini. Guru memiliki posisi sebagai pemimpin dalam aktivitas belajar mengajar. Ia adalah orang yang mendidik, mengajar, dan membimbing para siswanya karena ialah yang menguasai ilmu itu. Kedudukan guru dalam hal ini akan menjadikannya sebagai sosok yang memiliki nilai tambah di mata siswa, apalagi jika ia memiliki kelebihan-kelebihan dan teladan yang baik. Dengan demikian, arahan dari guru akan banyak didengar oleh siswa.

Guru juga berpeluang menjadi Aktivis Dakwah Sekolah (ADS) Permanen, artinya bila ia terdakwahi dan menjadi kader dakwah, maka ia


(51)

41

akan menjadi penggerak dakwah sekolah yang permanen; dimana ia tetap mengajar di sekolah selama belasan atau puluhan tahun. Hal ini sangat berbeda dengan siswa, dimana ia memiliki keterbatasan waktu kontribusi dakwah kepada sekolah karena ia akan menjadi alumni, kuliah, bekerja dan seterusnya.

c. Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah pemimpin dan penanggung jawab utama sekolah, pengatur hubungan internal sekolah serta antara sekolah dengan pihak lain atau luar sekolah. Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan kebijakan sekolah. Kepala sekolah sangat berpengaruh bagi keseluruhan aktivitas dan budaya suatu sekolah. Dukungan dan respon positifnya menjadi kekuatan yang melicinkan program-program dakwah di sekolah.

d. Pegawai Sekolah

Pegawai sekolah adalah pegawai penunjang aktivitas sekolah antara lain pegawai tata usaha, koperasi, satpam, petugas kebersihan, petugas perlengkapan, dan sebagainya. Di antara para pegawai sekolah ini terlibat dalam urusan sarana sekolah yang juga menjadi bagian dari keberhasilan dakwah sekolah.

Sarana sekolah dengan berbagai kelengkapan fasilitasnya ini akan menjadi penunjang pelaksanaan program dakwah sekolah ini: masjid atau mushola yang memadai menjadi tempat yang nyaman untuk aktitas dakwah, kelengkapan sound system, karpet atau tikar, auditorium atau aula, halaman yang nyaman, dan sebagainya. Selain sebagai bagian dari objek


(52)

dakwah, mereka juga akan menjadi mitra yang mendukung kegiatan dakwah sekolah dengan baik.

e. Orang Tua dan Wali Siswa

Orang tua atau wali siswa pun menjadi bagian dari objek dakwah sekolah. Orang tua dan wali siswa adalah orang terdekat kita yang juga harus tersentuh dakwah. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api nereka, yang bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang

diperintahkan.” (At-Tahrim: 6).

Aktivitas dakwah sekolah memiliki kepentingan dalam menggarap mereka, yaitu agar memperoleh dukungan sekaligus membantu mengontrol anak-anak mereka yang menjadi objek dakwah. Pengelolaan dakwah sekolah kepada orang tua atau wali siswa seringkali mengalami kendala, terutama komunikasi yang masih sulit ditempuh.

f. Sesama Pelajar di Lingkungan Sekitar

Pelajar di lingkungan sekolah adalah para pelajar dari sekolah lain yang berlokasi di sekitar sekolah dan sering berinteraksi dalam berbagai kesempatan dan kegiatan. Kehadiran mereka dalam aktivitas dakwah sekolah tidak bisa dipungkiri karena mereka pun menjadi bagian dari pergaulan para objek dakwah yang dapat memberikan pengaruh meskipun interaksi hanya dilakukan di luar sekolah.


(53)

43

Fenomena merebaknya gank yang sering terlibat dalam tawuran di kalangan pelajar menjadi bukti adanya pengaruh itu. Oleh karena itu, keberhasilan dakwah sekolah pun sangat ditunjang oleh lingkungan yang kondusif sebagai tempat hidup yang nyaman bagi objek dakwah siswa tersebut. Motivasi membangun lingkungan itu dapat diberikan kepada siswa sehingga mereka memiliki kemauan untuk mengubah iklim yang tidak potensial untuk pembinaan menjadi iklim yang baik itu.

C. Mentoring

1. Pengertian Mentoring

Secara bahasa, mentoring berasal dari bahasa Inggris “mentor” yang

artinya penasehat. Mentor adalah seorang yang penuh kebijaksanaan, pandai mengajar, mendidik, membimbing, membina, melatih, dan menangani orang lain, maka perkataan mentor hingga kini digunakan dalam konteks pendidikan, bimbingan, pembinaan, dan latihan.29

Adapun dalam kalangan pelajar sekolah mentoring itu sendiri berarti lebih mendalam merujuk kepada pembinaan akhlak yang dilakoni oleh beberapa orang yang telah berkompeten dibidangnya dan telah mendapatkan izin resmi dari pihak sekolah dengan harapan adanya perbaikan-perbaikan yang dapat diciptakan dari pihak mentor ataupun siswa yang dibimbing.

Saat-saat ini mentoring memegang peranan yang sangat penting, baik dalam pembinaan akhlak yang berkaitan dengan sosialnya bagi kalangan siswa yang melakoninya, dirasakan adanya perubahan tahap demi tahap menuju

29Nugroho Widiyantoro, “Mentoring Sarana Membangun Akhlak dan Intelektual,” artikel diakses pada 2 Oktober 2014 dari http://mentoringblog.wordpress.com/


(54)

pribadi yang lebih baik, sehingga mentoring diartikan sebagai indikator dalam ia bertingkah laku.

2. Sejarah Perkembangan Mentoring

Mentoring merupakan kegiatan yang ditujukan untuk pelajar atau sekolah yang ingin menempa diri atau siswa menjadi generasi yang sholeh dan unggul. Kegiatan ini tidak menggantikan pelajaran agama di sekolah, tetapi merupakan pendamping pelajaran agama yang berlangsung secara periodik dengan bimbingan seorang mentor. Mentoring menggunakan metode pengajaran yang memperhatikan aspek kognitif, afektif, psikomotorik.

Mentoring hadir dikalangan pelajar sebenarnya merupakan penetralisir berbagai penyimpangan yang terjadi dalam lingkungan sosial saat ini, dimana kita lihat sudah sangat banyak ketidak sesuaian perilaku dengan ajaran-ajaran /atau pendidikan yang telah diberikan kepada pelajar khususnya. Adapun penyimpangan tersebut merupakan suatu masalah sosial, masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada, hal ini tentunya tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada pada pancasila, hadirnya mentoring ini diharapkan dapat mengatasi masalah sosial tersebut.

Pola pendekatan friendship serta prinsip 3F (Fun, Fresh and Focus) yang diterapkan menjadikan program ini lebih menarik, efektif serta memiliki keunggulan tersendiri. Pola pendekatan dan prinsip tersebut digunakan untuk menyampaikan materi yang terdiri dari tutorial agama, bimbingan mempelajari al-Qur’an, diskusi, games serta outbond. Hal ini memudahkan peserta mentoring dalam mendapatkan banyak pengetahuan tentang Islam serta


(55)

45

kemampuan untuk mengembangkan kepribadian. Selain itu, pendekatan serta kemasan tersebut dapat memudahkan mentor dalam melakukan transformasi nilai serta pengetahuan kepada peserta mentoring.

Untuk mengoptimalkan hasil mentoring, maka perlu diadakan sebuah upaya pembekalan mentor serta penugasan mentor secara tepat, sesuai dengan kapasitas mentor serta kondisi peserta mentoring. Oleh karena itu, mentor yang ditugaskan harus memenuhi Standar Kualifikasi Mentor sesuai kebutuhan tiap jenjang kelas dalam mentoring. Selain penempatan mentor pada kelas yang tepat, upaya untuk meminimalkan biaya transportasi serta waktu perjalanan mentor perlu dilakukan agar mentoring menjadi suatu kegiatan yang efektif, baik secara metode maupun efektif dana dan waktu, dalam usaha mencetak generasi pelajar unggul.

3. Peran Mentoring dalam Pendidikan30

Selain peran-peran yang telah disebutkan sebelumnya, mentoring berfungsi dalam hal-hal sebagai berikut:

a. Meningkatkan Tenggang Rasa

Berikut dijelaskan peran pertama yaitu meningkatkan tenggang rasa, upaya peningkatan tenggang rasa dilakukan dalam serangkaian kegiatan seperti mengadakan outbond-outbond, kajian, tadabur alam yang kesemua itu didasarkan kepada syariat Islam dan tujuan dalam pancasila dalam membangun bangsa yang berkeadilan sosial melalui serangkain proses terutama apabila telah terciptanya tenggang rasa yang erat.

30


(56)

b. Meningkatkan Kualitas Kecerdasan

Meningkatkan kualitas kecerdasan, pencapaian prihal tersebut dilakukan dalam kegiatan bimbingan belajar yang berdasarkan bimbingan belajar teman sebaya dengan harapan dapat terjalinnya komunikasi yang baik antar si penanya dan yang ditanya. Sehingga lebih cocok bila disebut dengan istilah diskusi bersama.

c. Menambah Tingkat Solidaritas kepada Sesama

Menambah tingkat solidaritas kepada sesama, dalam peran mentoring kali ini tidaklah berupa serangkaian kegiatan yang tersusun dalam program kerja mentoring, melainkan suatu hasil yang timbul secara murni dari kegiatan-kegiatan lainnya, dimana anak terdidik dapat mengambil pelajaran sendiri dari proses-proses yang telah dijalani.

d. Mengembalikan Citra Anak Muda yang Sopan dan Santun

Mengembalikan citra anak muda yang sopan dan santun, mentoring bertujuan membangun kembali tatakrama yang dulu telah tertanam dalam pribadi tiap pemuda bangsa ini. Namun kita ketahui bersama setelah terjadinya globalisasi dan umumnya peran orang tua yang kurang untuk mendidik anak-anak mereka, citra pemuda yang sopan dan santun tersebut mulai berkurang bahkan sampai dikatakan krisis oleh beberapa referensi yang ditulis berbagai media ataupun buku-buku. Adapun kegiatan yang dapat dilaksanakan yaitu mentoring rutin (pekanan) yang pelaksanaannya telah disusun dan berbasis kompetensi-kompetensi.


(57)

47

e. Upaya Mencetak Genarasi Pemimpin yang Unggul dalam Bidang Pengetahuan maupun Karakter.

Upaya mencetak genarasi pemimpin yang unggul baik dalam bidang pengetahuan maupun karakter. Tujuan kali ini merupakan keluaran (output) yang diharapkan dari mentoring, masuk dalam kategori seluruh kegiatan yang direncanakan oleh organisasi Lembaga Dakwah Sekolah tertentu.

4. Macam-macam Aktivitas dalam Mentoring

Dalam pelaksanaan kegiatan mentoring di sekolah, ada beberapa aktivitas yang biasanya rutin dilakukan baik itu setiap pekan atau setiap bulannya, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Mengawali dengan Membaca Al-Qur’an

Di dalam aktivitas mentoring, biasanya diawali dengan membaca

al-Qur’an yang diawali dengan memilih salah satu surah. Lalu dibaca secara

bergantian. Prosesnya mirip seperti tadarusan yang dilakukan di bulan Ramadhan. Umumnya ayat yang dibaca berkisar antara 10-15 ayat.

Bila seluruh peserta telah membaca ayat al-Qur’an, maka salah seorang akan tampil sebagai pensyarah atau penjelas ayat yang dibaca. Setelah ia selesai mengkaji ayat yang dibahasnya, maka akan ada salah seorang anggota yang bertanya atau malah memberikan masukan terhadap yang dibahas Ini tentu saja menjadi menarik. Pasalnya, pemahaman ayat tak hanya diberikan oleh satu orang, tapi lebih. Sehingga bisa saling mengisi informasi tentang kandungan surat yang dikaji.


(58)

Atau terkadang ada format mentoring agama Islam yang lain. Yaitu, sebelum pertemuan sudah ditentukan hari ini akan membaca surah apa. Lalu seluruh peserta diminta untuk mencari tahu tentang kandungan ayat. Bisa dengan menambahkan penafsiran dari para ulama atau bahkan dengan kisah-kisah yang dapat menggugah jiwa. Istilah pengkajian surat kerap dinamakan dengan tadabbur. Tadabbur bermakna merenungkan ayat yang dibaca. Umumnya ayat yang dibaca selalu ditafsirkan dengan penafsiran yang menggugah jiwa, sehingga membangun semangat dalam menjalani hidup ini.

b. Memahami Dasar Islam

Di dalam mentoring, disampaikan pemahaman dasar tentang Islam. Di antaranya mengenal Allah (muraqabatullah), mengenal rasul, mengenal Islam, mengenal al-Qur’an, mengenal akhlak, dan mengenal dunia Islam. Di dalam mentoring, terjadi transfer pengetahuan dengan cara pengajaran maupun dengan diskusi dan belajar bersama.

Penting untuk diingat, peserta mentoring diharapkan bisa belajar sendiri, selain dari belajar bersama. Sifat taklid (mengikut buta) itu amat dilarang. Mengapa? Karena sifatnya yang informal ini, metode mentoring digunakan oleh banyak aliran keislaman, mulai yang paling ringan sampai yang paling ekstrem.

Oleh karena itu, setiap peserta mentoring haruslah kritis. Setiap pengajar mentoring haruslah bisa memandu diskusi dan mendorong peserta mentoring untuk menghidupkan kebiasaan belajar. Mentoring biasanya berlangsung secara gratis dan tidak berbayar. Namun, ada juga


(1)

Jawab : Harapan sih yang ikut mentoring lebih banyak lagi, karena dampak positifnya banyak banget.

Dimas Robbi Hakhiardy


(2)

Nama : Hisyam

Kelas : 10 MIA 3

Jabatan : Siswa Peserta Mentoring Hari/Tanggal : Kamis, 27 November 2014 Tempat Wawancara : SMA Negeri 5 Depok

Tanya : Sejak kapan Anda mengikuti kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?

Jawab : Waktu kelas 10, waktu itu coba-coba ikut mentoring, eh ketagihan sampe sekarang. Tanya : Darimana Anda tahu ada kegiatan mentoring di SMA Negeri 5 Depok?

Jawab : Dari teman-teman.

Tanya : Apa menariknya kegiatan mentoring?

Jawab : Kalau ngasih materi jelas, saya jadi bisa cepet ngerti terus gampang banget dipahaminya.

Tanya : Apakah Anda senang mengikuti kegiatan mentoring di sekolah? Jawab : Alhamdulillah senang banget, rugi banget kalo gak ikut mentoring. Tanya : Apa saja yang Anda pelajari dalam kegiatan mentoring?

Jawab : Materi tentang agama Islam, kadang-kadang belajar organisasi, bahkan kalo kita punya masalah curhat juga bisa dilakukan saat mentoring.

Tanya : Bagaimana pendapat Anda tentang kegiatan mentoring?

Jawab : Seperti yang tadi saya bilang, kegiatan ini tujuannya positif, mengembangkan karakter dalam diri kita ke arah yang lebih baik.

Tanya : Bagaimana pendapat Anda tentang para pementor di LDS SALAM 5?

Jawab : Pementor disini orangnya kece-kece, jadi kita juga seneng-seneng aja, jadi bikin betah.

Tanya : Apa kegiatan Anda sebelum menjadi peserta mentoring di SMA Negeri 5 Depok? Jawab : Saya pelajar aja, gak ada kegiatan yang lain.

Tanya : Apakah Anda merasakan adanya perbedaan saat Anda belum mengikuti kegiatan mentoring dengan setelah mengikuti kegiatan mentoring?

Jawab : Iya pasti ada.

Tanya : Jika ada, perbedaan apa yang Anda rasakan?

Jawab : Perbedaan yang mencolok sih terutama dalam hal sikap, setelah ikut mentoring saya jadi patuh sama orang yang lebih tua. Dulu saya orangnya belagu, tetapi setelah diajarkan segala hal khususnya tentang sopan santun, saya jadi lebih hormat ke siapa aja, alhamdulillah, amiiiin.


(3)

Tanya : Apa harapan Anda setelah mengikuti kegiatan mentoring?

Jawab : Tetep berusaha jadi yang lebih baik, memperbaiki lagi kualitas ibadah ruhiyah saya yang emang kurang banget.

Hisyam Robbi Hakhiardy


(4)

“Siswa Peserta Mentoring Afif dan Hisyam (sebelah kiri) dan Dimas (sebelah kanan)”

“Suasana Kegiatan Mentoring di SMA Negeri 5 Depok”


(5)

“Bersama Ketua Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5 Yoga Julian”

“Salah Satu Pengurus Lembaga Dakwah Sekolah (LDS) SALAM 5 Lutfi Ismail”


(6)

“Membaca al-Qur’an Merupakan Rangkaian Pembuka Sebelum Mentoring Dimulai”

“Jalan-jalan adalah Salah Satu Aktivitas Outdoor