Perilaku Menyirih Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Yang Dirasakan Wanita Karo Di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo Tahun 2009

(1)

BERASTAGI KABUPATEN KARO TAHUN 2009

SKRIPSI

OLEH

LYDIA NATALIA BR. SINUHAJI 051000092

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

ABSTRAK

Peneliti telah melakukan penelitian terhadap wanita Karo mengenai perilaku menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview). Informan dalam penelitian ini diambil dengan teknik snow ball yaitu melalui kriteria menyirih minimal 3 tahun kemudian key informan ditentukan. Selanjutnya key informan menunjukkan informan lain sehingga dalam penelitian ini jumlah informan diperoleh sebanyak 6 orang. Informan diwawancarai sesuai pedoman wawancara kemudian hasilnya dianalisa kemudian dilakukan pengolahan data melalui EZ-Text versi 3.06.

Hasil penelitian menunjukkan menyirih memberikan dampak lebih cenderung positif yaitu memberikan kenyamanan sehingga menjadi suatu kebiasaan yang apabila tidak dilakukan akan berdampak terhadap aktivitas yang dilakukan , namun dampak negatif juga dirasakan wanita Karo antara lain gangguan terhadap bibir, mulut, indera perasa dan gangguan tenggorokan.

Untuk itu kepada petugas kesehatan agar dilakukan penyuluhan tentang dampak menyirih terhadap kesehatan.


(3)

ABSTRAC

The researcher has done a research towards karonese woman about their behavior of chewing betel and effect to the health in Sempajaya village, Berastagi subdistrict, Karo regency.

This research is qualitative research by using indepth interview methode. in this research taken with snow ball technique, that The informant in this research are taken by using snow ball technique, that particular criteria the behavior chewing betel is minimize 3 years then key informant decide. Then key informant show the other informant, so in this research there are six informant. Informant are interviewed base on the catalog of the interview and then the result is analysed then processed by using EZ-Text 3.06 version.

The result of the research show that the behavior chewing betel give positive effect that is give freshness that already become habit which is not done will give effect to the activity that informant do . but they also have negative effect for example hidrance in lips, mouth,hidrance in sense of taste and the throat.

For health worker that do elucidation about effect of chewing of betel. Key words: The behavior chewing betel, Karonese women, its impact to the health


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Lydia Natalia Br. Sinuhaji Tempat/Tanggal Lahir : Berastagi, 23 Desember 1987

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 4 orang

Alamat Rumah : Jl. Jamin Ginting Gg. Sarman No. 27 Padang Bulan Riwayat Pendidikan :

1. 1993-1999 : SD Methodist Berastagi 2. 1999-2002 : SLTP N 1 BERASTAGI 3. 2002-2005 : SMU N 1 BERASTAGI

4. 2005-2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perilaku Menyirih dan Dampaknya Terhadap Kesehatan yang Dirasakan Wanita Karo di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo tahun 2009”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini mungkin terdapat banyak kekurangan yang harus diperbaiki, maka untuk penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan memperkaya materi skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, Msi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku dan selaku Dosen Pembimbing II pada skripsi ini.

3. Ibu Dra. Syarifah, MS selaku Dosen Pembimbing I skripsi ini, yang telah meluangkan waktu, pikiran beliau dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan dukunganya kepada penulis sehingga skripsi ini telah terselesaikan.

4. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt, MS selaku Dosen Penguji II Sskripsi ini, yang telah meluangkan waktu dan pikiran beliau dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan dukunganya kepada penulis sehingga skripsi ini telah terselesaikan. 5. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, Mkes selaku Dosen Penguji III skripsi ini, yang


(6)

petunjuk, saran, dan dukunganya kepada penulis sehingga skripsi ini telah terselesaikan.

6. Ibu Prof. DR. Dra. Ida Yustina, Msi sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

7. Bapak Bantu Purba selaku Kepala Desa Sempajaya yang telah memberi bantuan dan dukungan.

8. Teman-teman peminatan PKIP, Terima Kasih atas bantuannya dan dukungannya. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada:

‐ Bapak, mamak dan abang penulis (Donald Fransisco Sinuhaji), terima kasih atas dukungannya, doa-doa serta semangat yang telah diberikan kepada penulis.

‐ Teman-teman NADEL’S yang terkasih, terima kasih atas dukungan dan

doa-doanya.

Akhirnya , penulis mengucapkan terima kasih. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 8 Maret 2010


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perilaku Menyirih dan Dampaknya Terhadap Kesehatan yang Dirasakan Wanita Karo di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo tahun 2009”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini mungkin terdapat banyak kekurangan yang harus diperbaiki, maka untuk penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan memperkaya materi skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

9. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, Msi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

10.Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku dan selaku Dosen Pembimbing II pada skripsi ini.

11.Ibu Dra. Syarifah, MS selaku Dosen Pembimbing I skripsi ini, yang telah meluangkan waktu, pikiran beliau dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan dukunganya kepada penulis sehingga skripsi ini telah terselesaikan.

12.Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt, MS selaku Dosen Penguji II Sskripsi ini, yang telah meluangkan waktu dan pikiran beliau dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan dukunganya kepada penulis sehingga skripsi ini telah terselesaikan.


(8)

13.Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, Mkes selaku Dosen Penguji III skripsi ini, yang telah meluangkan waktu dan pikiran beliau dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan dukunganya kepada penulis sehingga skripsi ini telah terselesaikan.

14.Ibu Prof. DR. Dra. Ida Yustina, Msi sebagai Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

15.Bapak Bantu Purba selaku Kepala Desa Sempajaya yang telah memberi bantuan dan dukungan.

16.Teman-teman peminatan PKIP, Terima Kasih atas bantuannya dan dukungannya. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih kepada:

‐ Bapak, mamak dan abang penulis (Donald Fransisco Sinuhaji), terima kasih atas dukungannya, doa-doa serta semangat yang telah diberikan kepada penulis.

‐ Teman-teman NADEL’S yang terkasih, terima kasih atas dukungan dan doa-doanya.

Akhirnya , penulis mengucapkan terima kasih. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 8 Maret 2010


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan... i

Abstrak... ii

Riwayat Hidup Penulis... iii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi... v

Daftar Tabel... vi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Rumusan Masalah... 5

1.3.Tujuan Penelitian... 5

1.4.Manfaat Penelitian... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku... 7

2.1.1. Bentuk-Bentuk Perilaku………...………..… 8

2.1.2. Proses Adopsi Perilaku……….. 10

2.1.3. Faktor-faktor yang mempenganguruhi perubahan perilaku... 12

2.2. Komposisi Menyirih... 13

2.2.1. Sirih... 13

2.2.2. Pinang... 14

2.2.3. Gambir... 15

2.2.4. Kapur...17

2.2.5. Tembakau... 18

2.3. Penggunaan Sirih dalam Sosio Kultural... 19

2.3.1. Kepercayaan... 19

2.3.2. Adat Istiadat... 23

2.3.3. Sirih untuk Kesehata... 23

2.4. Teori Scenandu B. Kar... 27

2.5. Kerangka Pikir... 27

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian...28

3.2. Lokasi Penelitian ... 28

3.3. Pemilihan Informan... 28

3.4. Pengumpulan Data... 29

3.4.1. Data Primer... 29

3.4.2. Data Sekunder... 30

3.5. Teknik Analisis Data... 30

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 31

4.2. Demografis... 31

4.3. Gambaran Informan... 34


(10)

4.5. Matrix Perilaku Informan... 35

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Informan tentang Perilaku Menyirih dan Dampaknya terhadap kesehatan... 49

5.2. Pengetahuan menyirih... 54

5.3. Komposisi Menyirih... 55

5.4. Manfaat menyirih terhadap kesehatan... 56

5.5. Resiko terhadap kesehatan dari menyirih... 58

5.6. Tanggapan informan menyirih terhadap kesehatan... 60

5.7. Pandangan Informan terhadap hubungan kenyamanan dengan menyirih... 60

5.8. Kesediaan informan untuk tidak menyirih... 61

5.9. Faktor-faktor yang menyebabkan informan menyirih... 62

5.10. Menyirih dapat mengatasi stres... 63

5.11. Lama informan menyirih ... 63

5.12. Perasaan Informan sewaktu menyirih... 64

5.13. Perasaan Informan sewaktu tidak menyirih... 64

5.14.Dampak Menyirih terhadap Kesehatan... 65

5.15. Gangguan bibir dan mulut... 65

5.16. Gangguan Indera Perasa... 66

5.17. Gangguan tenggorokan... 66

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 68

6.2. Saran... 69 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Peninjauan Riset

Lampiran 3. Surat Keterangan telah Selesai Melaksanakan Riset Lampiran 4. Hasil pengolahan EZ Text


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan Padang

Bulan Medan Tahun 2008... 31

Tabel 4.2 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Desa Sempajaya Tahun 2008... 32

Tabel 4.3 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Desa Sempajaya Tahun 2008... 32

Tabel 4.4 : Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku di Desa Sempajaya Tahun 2008... 33

Tabel 4.5 : Karakteristik Informan... 34

Tabel 4.6 : Matrix Pengetahuan Informan Tentang Menyirih... 36

Tabel 4.7 : Pengetahuan Informan terhadap komposisi menyirih... 37

Tabel 4.8 : Pengetahuan Informan tentang manfaat menyirih... 38

Tabel 4.9 : Pengetahuan Informan tentang resiko menyirih terhadap kesehatan... 39

Tabel 4.10 : Tanggapan Informan terhadap menyirih untuk kesehatan... 40

Tabel 4.11 : Pendapat Informan terhadap kenyamanan apakah berhubungan dengan menyirih... 40

Tabel 4.12 : Pendapat Informan terhadap kesediaan Informan jika tidak lagi menyirih... 41

Tabel 4.13 : Pendapat Informan faktor-faktor menyirih... 42

Tabel 4.14 : menyirih dapat mengatasi stres... 43

Tabel 4.15 : Lama informan menyirih... 43

Tabel 4.16 : Perasaan Informan saat menyirih... 44

Tabel 4.17 : Dampak menyirih terhadap kesehatan yang dirasakan informan.. 45

Tabel 4.18 : Gangguan mulut dan bibir... 46

Tabel 4.19 : Gangguan indera perasa... 47

Tabel 4.20 : Gangguan tenggorokan... 48

Tabel 4.21 : Bentuk gangguan tubuh yang informan rasakan ketika menyirih... 49


(12)

ABSTRAK

Peneliti telah melakukan penelitian terhadap wanita Karo mengenai perilaku menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview). Informan dalam penelitian ini diambil dengan teknik snow ball yaitu melalui kriteria menyirih minimal 3 tahun kemudian key informan ditentukan. Selanjutnya key informan menunjukkan informan lain sehingga dalam penelitian ini jumlah informan diperoleh sebanyak 6 orang. Informan diwawancarai sesuai pedoman wawancara kemudian hasilnya dianalisa kemudian dilakukan pengolahan data melalui EZ-Text versi 3.06.

Hasil penelitian menunjukkan menyirih memberikan dampak lebih cenderung positif yaitu memberikan kenyamanan sehingga menjadi suatu kebiasaan yang apabila tidak dilakukan akan berdampak terhadap aktivitas yang dilakukan , namun dampak negatif juga dirasakan wanita Karo antara lain gangguan terhadap bibir, mulut, indera perasa dan gangguan tenggorokan.

Untuk itu kepada petugas kesehatan agar dilakukan penyuluhan tentang dampak menyirih terhadap kesehatan.


(13)

ABSTRAC

The researcher has done a research towards karonese woman about their behavior of chewing betel and effect to the health in Sempajaya village, Berastagi subdistrict, Karo regency.

This research is qualitative research by using indepth interview methode. in this research taken with snow ball technique, that The informant in this research are taken by using snow ball technique, that particular criteria the behavior chewing betel is minimize 3 years then key informant decide. Then key informant show the other informant, so in this research there are six informant. Informant are interviewed base on the catalog of the interview and then the result is analysed then processed by using EZ-Text 3.06 version.

The result of the research show that the behavior chewing betel give positive effect that is give freshness that already become habit which is not done will give effect to the activity that informant do . but they also have negative effect for example hidrance in lips, mouth,hidrance in sense of taste and the throat.

For health worker that do elucidation about effect of chewing of betel. Key words: The behavior chewing betel, Karonese women, its impact to the health


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai disiplin biobudaya yang memberikan perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial-budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi keduanya sepanjang kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Fiennes (1964) berpendapat bahwa penyakit yang ditemukan dalam populasi manusia adalah suatu konsekuensi dari suatu gaya hidup.

Petugas kesehatan melihat bahwa kesehatan dan penyakit bukan hanya merupakan gejala biologis, melainkan juga gejala sosial budaya. Kebutuhan kesehatan dari negara sedang berkembang tidak hanya dipenuhi dengan sekedar memindahkan pelayanan kesehatan dari negara-negara industri (maju). Status kesehatan yang dipengaruhi oleh pola kebudayaan tertentu hanya berubah bila ada perubahan-perubahan sosial budaya (Natamiharja, 2002).

Untuk itu masalah kesehatan yang sering terjadi di masyarakat sering berhubungan dengan sosial budaya. Masalah kesehatan dapat kita lihat dari dua faktor yaitu faktor bukan perilaku (biologis dan epidemiologis) dan faktor perilaku dan sosial budaya. Faktor perilaku dan sosial budaya mempunyai indikator-indikator yang biasanya sulit tetapi bisa diukur, seperti: tindakan-tindakan preventif, pola penggunaan fasilitas kesehatan, pola gizi dan lain-lain (Natamiharja, 2002).

Salah satu perilaku yang berakar pada sosial budaya dan berhubungan dengan kesehatan adalah perilaku menyirih. Tradisi mengunyah sirih merupakan warisan budaya


(15)

silam, lebih dari 3.000 tahun yang lampau pada zaman neolitik. Literatur mengenai kebiasaaan menyirih sudah ada sejak 2000 tahun lalu. Tembakau diperkenalkan sebagai komposisi menyirih sejak abad ke-16. Diperkirakan sekitar 200 juta orang di dunia mengkonsumsi sirih dan kebiasaan ini sekarang tersebar luas di Asia Tenggara dan Asia Selatan (Natamiharja, 2002).

Studi ini meneliti mengenai perilaku menyirih di wilayah Sumatera Utara yaitu pada suku Karo. Secara geografis dan budaya, suku Karo adalah suku yang banyak mendiami daerah Dataran Tinggi Karo. Suku Karo menganut sistem kekerabatan yang disebut dengan ”marga”, terdiri dari lima cabang yaitu Perangin-angin, Ginting, Sembiring, Tarigan, dan Karo-karo. Kelima marga ini dalam kehidupannya mempunyai perilaku menyirih terutama pada acara adat istiadat (Alwi, 2001).

Perilaku menyirih sangat sulit untuk dihilangkan, karena dahulu perilaku ini berhubungan dengan adat-istiadat yaitu pada acara pertunangan dan pernikahan. Perilaku menyirih juga sangat erat hubungannya dengan kepercayaan suku Karo. Perilaku menyirih pada masyarakat Karo sudah ada sejak zaman dahulu. Sirih digunakan bila seseorang jatuh sakit atau lemah badannya, meninggal dunia untuk meramal, untuk penghormatan, pada acara merdang, pada upacara berkeramas, untuk mengusir roh, pada upacara ngkuruk emas (mengambil emas), dan upacara muat kertah (mengamnil kertah). Walaupun kebiasaan penggunaan sirih yang berhubungan dengan kepercayaan sebagian besar telah hilang, namun kebiasaan menyirih yang berhubungan dengan adat-istiadat tetap ada sampai sekarang. Kebiasaan mengunyah sirih yang berhubungan dengan adat-istiadat digunakan sebagai persembahan untuk orang-orang atau tamu yang dihomati, misalnya pada acara pertemuan atau acara perkawinan. Untuk itu studi ini khusus akan


(16)

membahas perilaku menyirih pada wanita karo karena pada dasarnya setting budaya Karo itu sendiri adalah menyirih. Namun dari tradisi ini hal itu sampai sekarang telah bergeser karena pada wanita Karo khususnya dalam mengkonsumsi sirih tidak lagi pada acara-acara adat istiadat saja tapi sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Selain itu, sirih telah berabad-abad dikenal oleh nenek moyang kita sebagai tanaman obat berkhasiat dan sering digunakan dalam pengobatan tradisional. Sirih juga digunakan untuk pengobatan disertai dengan jampi dan mantra oleh dukun. Hal ini yang membuat sulit untuk meninggalkan kebiasaan menyirih yang telah melekat di masyarakat, karena segala sesuatu yang bersifat sosial dan berakar budaya sulit untuk dihilangkan. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi lain, disebut superorganik (http://en.wikipedia.org/wiki/Culture.2008).

Komposisi menyirih yang biasa digunakan masyarakat Suku Karo terdiri dari daun sirih, pinang, gambir, kapur dan tembakau. Nama latin dari sirih adalah Piper betle. Sirih (Piper betle) merupakan tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya. Daun sirih mengandung zat antiseptik daunnya banyak digunakan untuk mengobati mimisan, mata merah, keputihan, membuat suara nyaring, dan banyak lagi, termasuk disfungsi ereksi. Pinang (Areca Cathechu) diduga dapat menghasilkan rasa senang, rasa lebih baik, sensasi hangat di tubuh, keringat, menambah saliva, menambah stamina kerja dan menahan rasa lapar. Selain tersebut di atas, pinang juga mempengaruhi sistem syaraf pusat dan otonom. Gambir termasuk dalam keluarga Rubiaceae. Gambir digunakan sebagai bahan tambahan untuk menyirih. Selain untuk menambah rasa, gambir juga memberi manfaat lain, yaitu untuk mencegah berbagai penyakit di daerah kerongkongan. Penggunaan kapur sirih dapat mengakibatkan panyakit periodontal. Penyebab terbentuknya penyakit periodontal


(17)

adalah karang gigi akibat stagnasi saliva pengunyah sirih karena adanya kapur Ca(OH)2. Gabungan kapur dengan pinang mengakibatkan respon primer terhadap formasi oksigen reaktif dan mungkin mengakibatkan kerusakan oksidatif pada DNA di bukal mukosa penyirih. Tembakau (Nicotiana spp) Nikotin merupakan komponen penting dalam tembakau karena sifatnya yang menimbulkan ketagihan atau adiksi (http.wikipedia.org).

Perilaku menyirih juga dilakukan sebagai sarana dalam pergaulan antara sesama wanita-wanita di Tanah Karo. Dengan alasan menyirih bersama-sama lebih menyenangkan daripada menyirih sendirian. Wanita Karo menyirih karena mereka merasakan dengan menyirih dapat membuat gigi-geligi kuat, menstimulasi air ludah, obat untuk saluran pernafasan, menghilangkan rasa lapar, memiliki efek euphoria (perasaan senang) dan sebagai penyegar nafas. Kepercayaan bahwa mengunyah sirih dapat menghindari penyakit mulut seperti mengobati gigi yang sakit dan nafas yang tak sedap kemungkinan telah mendarah daging diantara para penggunanya. Padahal efek negatif menyirih dapat mengakibatkan penyakit periodontal, adanya lesi-lesi pada mukosa mulut seperti sub mucous fibrosis, oral premalignant dan bahkan dapat mengakibatkan kanker mulut. Kanker pada mukosa pipi dihubungkan dengan kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih, kapur dan tembakau. Campuran tersebut berkontak dengan mukosa pipi kiri dan kanan selama beberapa jam. Kanker pada gingiva umumnya berasal dari daerah dimana susur tembakau ditempatkan pada orang-orang yang memiliki kebiasaan ini. Daerah yang terlibat biasanya lebih sering pada gingiva mandibula daripada gingiva maksila Karena anggapan bahwa mengunyah sirih mempunnyai banyak kegunaan, maka penulis mencoba untuk meneliti perilaku menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan yang dirasakan pada wanita Karo.


(18)

1.2. Rumusan Masalah

Pada awalnya, perilaku menyirih berhubungan dengan adat istiadat, pengobatan, dan kepercayaan. Pada penelitian ini ingin diketahui, bagaimana perilaku menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan yang dirasakan wanita Karo.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan yang dirasakan wanita Karo di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.

1.3.2 . Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengetahuan penyirih pada wanita Karo tentang dampak menyirih terhadap kesehatan di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

2. Mengetahui sikap menyirih pada wanita Karo dalam konsumsi sirih di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

3. Mengetahui perilaku (tindakan) menyirih pada wanita Karo yang dilihat dari tingkatan ketagihan dalam mengkonsumsi sirih di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo

4. Mengetahui dampak positif dan negatif terhadap kesehatan yang dirasakan wanita Karo di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo


(19)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan informasi untuk mengembangkan ilmu khususnya untuk mengetahui perilaku menyirih pada perempuan.

2. Sebagai bahan informasi untuk mengetahui komposisi dari menyirih bagi pembaca yang belum mengetahuinya.

3. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan, Lurah dan Kepala Desa terhadap budidaya menyirih.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku adalah keadaan jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) untuk memberikan responsi terhadap situasi diluar subjek tersebut. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) dan dapat juga bersifat aktif (dengan tindakan atau action).

Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungan. Hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada suatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula.

Skinner (1983), seorang ahli perilaku, mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon. Ia membedakan adanya dua respon, yakni :

1. Respondent Respon atau Reflexive, ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan seperti ini disebut electing stimuli karena menimbulkan respon-respon yang relatif ketat misalnya cahaya yang kuat akan menyebabkan mata tertutup dan sebaginya. Pada umumnya perangsangan-perangsangan yang demikian ini mendahului respon yang ditimbulkan.

2. Operant Response atau Instrumental Response adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini


(21)

disebut reinforcing stimuli atau reinforcing karena perangsang-perangsang tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan, oleh sebab itu perangsangan yang demikian itu mengikuti atau memperkuat perilaku tertentu yang telah dilakukan.

2.1.1. Bentuk-bentuk Perilaku

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu dalam tiga domain (ranah/kawasan) meskipun kawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari: ranah kognitif (Cognitive Domain), ranah afektive (Afektive Domain), dan ranah psikomotor (Pcyhomotor Domain).

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk kepentingan pengukurang hasil pendidikan ketiga domain diukur dari :

1. Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil dari ”tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbuktibahwa perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai beberapa tingkatan yaitu ;


(22)

a. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah.

b. Memahami (Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

c. Analisis (Analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi yang saling terkait.

d. Sintetis (Syntetis), adalah menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

e. Evaluasi (Evaluation), ini berkaitan dengan kemampuan untuk penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2. Sikap (attitude) adalah anggapan seseorang terhadap objek yang diberikan. Sikap merupakan suatu tindakan atau aktivitas yang merupakan predisposisi tindakan atau suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.


(23)

3. Tindakan (Practice) adalah praktek atau perbuatan seseorang terhadap rangsangan dari luar. Perbuatan nyata atau tindakan terwujud perlu adanya faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas dan dukungan dari pihak lain (Notoatmodjo, 2003).

a. Persepsi (Perseption) , adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil.

b. Respon terpimpin (Guided response), adalah tindakan atau perlakuan terhadap sesuatu sesuai dengan contoh (perumpamaan).

c. Mekanisme (Mecanisme), adalah seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. d. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.1.2. Proses Adopsi Perilaku

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri oarang tersebut terjadi pendidikan proses yang berurutan yakni :

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interst (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut dan sikap objek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menilai) menimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.


(24)

4. Trial (Mencoba) Subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dihendaki oleh stimulus.

5. Adoption (menerima) dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut diatas. Apabila penerimaan perilaku adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Teori Rogers ini telah dimodifikasi oleh Rogers sendiri yang dikutip oleh, Hosia (1989) menjadi 4 fase yaitu :

a. Knowledge

Dengan cara memberikan pengetahuan-pengetahuan menurut bidang yang akan dicapai, dengan sendirinya pengetahuan yang diberikan itu disesuaikan dengan tingkat perkembangan individu tersebut.

b. Persuassion

Dalam tingkat ini orang sudah mulai mengambil hati terhadap pengetahuan yang diperoleh, maka pendidikan bertugas untuk mendekati mereka, kalau perlu adanya motivasi yang kuat dari petugas dan juga penerangan-penerangan yang jelas agar putusan mereka tidak berdasarkan paksaan.


(25)

c. Decision

Dalam fase ini orang sudah memutuskan untuk mencoba tingkah laku baru. Maka perlu adanya motivasi yang kuat dari petugas dan juga penerangan-penerangan yang jelas agar putusan mereka tidak berdasarkan paksaan.

d. Confirmation

Apabila orang atau individu telah mau melaksanakan tingkah laku yang baru sesuai dengan norma-norma, kita tinggal menguatkan tingkah laku mereka ini supaya tidak menjadi drop-out (DO) caranya dengan tetap meneruskan usaha-usaha yang telah ada.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perubahan Perilaku

Untuk mengungkapkan determinan perilaku berangkat dari analisis-analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku Lawrence Green (1980) menentukan perilaku terbentuk dari 3 (tiga) faktor, yaitu :

1. Faktor pendukung (Predisposing Factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai juga dipengaruhi oleh faktor demografi seperti status ekonomi, umur, pendidikan, jenis kelamin dan sebagainya.

2. Faktor pendukung (Enabling Factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana.

3. Faktor pendorong (Reinforcing Factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


(26)

2.2 Komposisi Menyirih 2.2.1. Sirih

Nama latin dari sirih adalah Piper betle. Nama lokal sirih adalah Betel (Perancis), Betel, Betlehe, Vitele (Portugal); Sirih (Indonesia), Suruh, Sedah (Jawa), Seureuh (Sunda), Belo (Karo), Ranub (Aceh), Demban (Batak Toba), Lahina atau Tawuno (Nias), Sireh, Sirih (Palembang), Suruh, Sirih (Minang), Canbai (Lampung), Ju Jiang (China) (Suriawiria U, 2006).

Sirih (Piper betle) termasuk jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada batang pohon lain. Tanaman ini panjangnya mampu mencapi puluhan meter. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung dan tangkainya agak panjang. Permukaan daun berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek (hijau agak kecoklatan) dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut. Daun sirih disamping untuk keperluan ramuan obat-obatan juga masih sering digunakan oleh ”ibu-ibu generasi tua untuk kelengkapan ”nyuntil” tersebut adalah daun sirih, kapur sirih, pinang, gambir dan tembakau (Suriawiria U, 2006)

Daun sirih mengandung minyak atsiri (betlephenol), seskuitterpen, pati, diatase, gula, chavicol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi, fungisida, dan anti jamur. Daun sirih mengandung phenolic yang menstimulasi katekolamin, sehingga menyirih mempengaruhi fungsi simpatik dan parasimpatik. Daun sirih memiliki manfaat yang sangat luas sebagai bahan obat batuk, bronchitis, gangguan lambung, rematik, menghilangkan bau badan, keputihan dan sebagainya. Bahkan, rebusan daun sirih juga sangat bermanfaat untuk obat sariawan, pelancar dahak, pencuci luka, obat gatal-gatal,


(27)

obat sakit perut yang melilit, obat jantung, menghentikan pendarahan (Suriawiria U, 2006)

2.2.2 Pinang

Nama Latin bagi pinang ialah Areca cathechu. Dalam bahasa Hindi buah ini dipanggil supari dan pan-supari sebagai sirih pinang. Tetapi bahasa Malaysia disebut adakku dan addekka, Sri Lanka dikenali sebagai puvak, Thai sebagai mak dan masyarakat Cina menyebutnya dengan nama pin-lang (Suriawiria U, 2006).

Tumbuhan Tropika ini ditanam untuk mendapatkan buahnya dan karena keindahannya, tumbuhan ini digunakan sebagai hiasan taman. Tingginya antara 10 hingga 30 m dan meruncing dibagian pucuk. Buah pinang berbentuk bulat dan berwarna hijau semasa muda dan apabila masak maka pinang menjadi berwarna kuning dan merah (http.sirih pinang.com.).

Secara tradisonal, biji pinang (Areca catecu) sudah digunakan secara luas sejak ratusan tahun lalu. Penggunaan paling populer adalah kegiatan menyirih dengan bahan campuran biji pinang, daun sirih, dan kapur. Ada juga yang mencampurnya dengan tembakau. Sebelum dikonsumsi, pinang diproses terlebih dahulu dengan dibakar, dijemur, dan dipanaskan. Pinang diduga dapat menghasilkan rasa senang, rasa lebih baik, sensasi hangat di tubuh, keringat, menembah saliva, menambah stamina kerja, menahan rasa lapar. Selain tersebut di atas, pinang juga mempengaruhi sistem saraf pusat dan otonom (Gandhi G, 2001).

Komponen penting dari pinang adalah tannin (11-26%) dan alkoloid (0,15-0,67%). Sedangkan komposisi kecilnya adalah arakaidin, guakin guvokalin, dan arekolidin (kandungan alkoloid terbesar), yang dapat digunakan sebagai obat cacing.


(28)

Namun penggunaan pinang berlebihan justru membahayakan kesehatan. Karena arekolin merupakan senyawa alkoloid aktif yang mempengaruhi syaraf parasimpatik dengan merangsang reseptor muskarinik dan nikotinik sehingga harus digunakan dalam jumlah kecil. Sebanyak 2 mg arekolin murni sudah dapat menimbulkan efek stimulan yang kuat, sehingga dosis yang dianjurkan tidak melebihi 5 mg untuk sekali pakai. Penggunaan serbuk biji sebaiknya tidak lebih dari 4 kg untuk sekali pakai. Jika digunakan pada dosis 8 g, akan segera berakibat fatal karena arekolin bersifat sebagai sitoksik dan sastatik kuat. Secara in vitro (dalam tabung reaksi), penggunaan arekolin dengan konsentrasi 0,042 mM (milimol) mengakibatkan penurunan daya hidup sel serta penurunan kecepatan sintesis DNA dan protein. Arekolin juga menyebabkan terjadinya kegagalan glutationa, yaitu sejenis enzim yang berfungsi melindungi sel dari efek merugikan (Agusta A, 2001).

Biji pinang juga mengandung senyawa golongan fenolik dalam jumlah relatif tinggi. Selama proses pengunyahan biji pinang di mulut, oksigen reaktif (radikal bebas) akan terbentuk senyawa fenolik itu. Adanya kapur sirih yang menciptakan kondisi pH alkali akan lebih merangsang pembentukan oksigen reaktif itu. Oksigen reaktif inilah salah satu penyebab terjadinya kerusakan DNA atau genetik sel epiteltial dalam mulut (Chiba I, 2001).

Kerusakan dapat berkembang menjadi fibrinosis submukosa, yaitu salah satu jenis kanker mulut, yang telah mengjangkiti sekitar, 0.5% pengguna biji pinang. Biji pinang juga mengandung tannin yang dapat menimbulkan luka pada mulut dan usus, yang jika dibiarkan dapat berakhir dengan munculnya kanker. Namun Tanin dalam pinang dapat juga digunakan untuk mengobati diare (Agusta A, 2001).


(29)

Kandungan berbahaya lain pada biji pinang adalah senyawa turunan nitroso, yaitu N-nitrosoguvakolina, N-nitrosoguvasina, 3-(N-nitrosometilamino) propinaldehidida dan 3-(N-nitrosometillamino) propianitrile. Keempat turunan nitroso ini merupakan senyawa bersifat sitotosik (meracuni sel) dan geneositoksik (meracuni gen) pada sel ephithial buccal, dan dapat juka menyebabkan terjadinya tumor pada pankreas, paru-paru dan hati. Pada hewan percobaan, senyawa nitroso biji pinang juga terbukti dapat menyebabkan efek diabetogenik yaitu pemunculan diabetes secara spontan (Agusta A, 2001).

2.2.3. Gambir

Gambir adalah sejenis tumbuhan yang terdapat di Asia Tenggara. Gambir termasuk dalam genus Rubiaceae. Daunnya berbentuk bujur telur atau lonjong dan permukaannya licin. Bagian pangkalnya membulat. Bahkan, ada pula yang bentuknya seperti jantung. Permukaan daunnya gundul, tidak berbulu. Bunganya berwarna kelabu dan bentuknya seperti tabung. Dari jenis tanamannya, gambir termasuk tumbuhan semak yang tumbuhnya memanjang dan merambat. Konon tumbuhan ini asli dari kawasan Asia Tenggara. Sampai saat ini tumbuhan ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai daerah, seperti Kalimantan, Sumatra, dan sebagian daerah Jawa Barat. Daerah-daerah tersebut dikenal sebagai penghasil gambir (www.replubika.co.id.).

Pada masyarakat tradisional di berbagai daerah, gambir merupakan satu bahan yang cukup banyak dibutuhkan. Gambir digunakan sebagai bahan tambahan untuk menyirih. Selain untuk menambah rasa, gambir juga memberi manfaat lain, yaitu untuk mencegahberbagai penyakit di daerah kerongkongan


(30)

Gambir juga memiliki khasiat sebagai obat mencuci luka bakar dan luka pada penyakit kudis. Di samping itu, gambir pun dapat digunakan untuk menghentikan diare tetapi penggunaan lebih dari 1 ibu jari, bukan sekedar menghentikan diare tetapi akan menimbulkan kesulitan buang air besar selama berhari-hari. Di samping itu, gambir juga dapat mengakibatkan atrisi dan abrasi pada gigi karena adanya kandungan dari gambir yang bersifat abrasif yaitu catechin (Katno, 2008).

2.2.4. Kapur

Kapur atau cunan (kapur mati) berwarna putih kilat seperti krim yang dihasilkan dari cangkang siput laut yang telah dibakar. Hasil dari debu cangkang tersebut dicampur dengan air untuk memudahkan pada saat kapur disapukan ke atas daun sirih.

(http. sirih ..htm.2008).

Kapur dapat diperoleh dengan membakar batu kapur (Kalsium karbonat CaCo3). Apabila dibakar pada suhu tertentu ia mengeluarkan gas yang disebut karbondioksida (CO2) dan akan menjadi kalsium Hidroksida (Ca(OH2). Penggunaan kapur sirih dapat mengakibatkan panyakit periodontal. Penyebab terbentuknya penyakit periontal adalah karang gigi akibat stagnasi saliva pengunyah sirih karena adanya kapur Ca(OH)2. Gabungan kapur dengan pinang mengakibatkan respon primer terhadap formasi oksigen reaktif dan mungkin mengakibatkan kerusakan oksidatif pada DNA di bukal mukosa penyirih (Chiba I, 2001).


(31)

2.2.5. Tembakau

Tembakau (Nicotiana spp., L.) adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang berasal dari daerah Amerika Utara dan Amerika Selatan. Tembakau dapat tumbuh dalam keadaan iklim yang berlainan, suhu yang panas dan lembab. Untuk mendapatkan daun yang bermutu, tembakau dipanen ketika musim kemarau. Daun-daun tembakau yang bermutu hanya dapat dihasilkan di kawasan-kawasan tertentu saja. Jenis tembakau yang sama jika ditanam di kawasan yang mempunyai tanah yang berlainan dapat menghasilkan mutu daun yang rendah (http. sp sirih/sp.pinang/sp.kapur.htm.).

Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok, baik dengan menggunakan pipa maupun digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun tembakau dapat pula dikunyah atau dikulum, dan ada pula yang menghisap bubuk tembakau melalui hidung. Daun tembakau juga dapat digunakan sebagai pelengkap dalam menyirih.

Tembakau mengandung kira-kira 1000 macam zat kimia. Nikotin merupakan komponen penting dalam tembakau karena sifatnya yang menimbulkan ketagihan atau adiksi. Selain itu, pada tembakau karena sifatnya yang menimbulkan ketagihan atau adiksi. Selain itu, pada tembakau juga ditemukan komponen yang bersifat karsinogenik seperti N-Nitrosamin. Namun zat alkaloid nikotin, sejenis neurotoxin juga sangat ampuh jika digunakan pada serangga. Zat ini sering digunakan sebagai bahan utama insektisida (http.wikipedia.org).


(32)

2.3. Penggunaan Sirih Dalam Kehidupan Sosio Kultural 2.3.1. Kepercayaan

Penggunaan Sirih pada masyarakat Karo sudah ada sejak zaman dahulu . Sirih digunakan bila seseorang jatuh sakit atau lemah badannya, meninggal dunia untuk meramal, untuk penghormatan, pada acara merdang (menanam padi), pada upacara berkeramas, untuk mengusir roh, pada upacara ngkuruk emas (mengambil emas), dan upacara muat kertah (mengambil belerang). Pada seseorang yang jatuh sakit atau lemah badannya, sirih digunakan untuk menentukan jenis penyakit dan siapa yang membuat sakit. Hal ini ditanyakan pada ”Guru Sibaso” yang berperan sebagai dukun melalui daun sirih (Bangun T, 1986).

Sirih juga digunakan ketika ada orang yang meninggal dunia. Ketika ada yang meninggal maka kuku jari tangan dan kaki famili terdekat dari yang meningggal dunia, dikikis keatas selembar daun sirih sambil meludahinya empat kali lalu dibuang ke mayat yang sudah dimasukkan dalam peti. Ini maksudnya agar mereka yang ditinggalkan tidak diganggu oleh begu (arwah) yang meninggal dunia tadi. Sirih juga dapat digunakan untuk meramal. Meramal dilakukan dengan cara memberikan sirih kepada guru (dukun). Dari daun sirih yang disodorkan kepada dukun maka dapat diketahui tentang suatu kejadian ataupun penyakit serta tanda-tanda yang bakal datang cara mengatasi atau mengobati (Bangun T, 1986).

Pada suku Karo terdapat suatu rumah adat yang ditempati oleh delapan kepala rumah tangga yang disebut dengan rumah ”siwaluh jabu”. Dimana rumah pertama ditempati oleh ”penghulu taneh” atau ”bangsa taneh”. Sedangkan rumah tangga kedelapan disebut ”jabu singkapuri belo”. Kewajiban dari rumah tangga kedelapan


(33)

adalah bilamana penghuni rumah tangga nomor satu didatangi tamu dari luar (terutama dari luar kampung), maka wajiblah istri kepala rumah tangga delapan itu datang ke rumah tangga nomor satu dan salah satu istri menyodorkan kampil (tempat berisi perlengkapan menyirih) sebagai penghormatan seisi rumah tangga itu dan kemudian menanyakan apa maksud kedatangannya (Prinst Darwan, 1986).

Pada upacara merdang (menanam padi), juga digunakan sirih. Merdang (menanam padi) adalah upacara yang dilakukan sebelum perladangan ditanami dengan bibit padi. Maksud penyelenggaraan ini untuk memohon kepada beraspati taneh atau dewa penguasa tanah agar memelihara padi yang ditanam.

Sirih juga digunakan pada upacara berkeramas pada suku Batak Karo. Upacara ini disebut juga erpangir ngarkari (berkeramas) . Upacara ini dilakukan untuk mengetahui sebab-sebab kejadian yang meresahkan masyarakat dan mengetahui sebab-sebab penyakit yang aneh. Upacara ini dilakukan didalam desa. Musyawarah diselenggakan di jambur (balai desa), dan memilih hari baik yang dilaksanakan di rumah dukun. Pada acara erpangir ini digunakan juga sirih yang terdiri dari beberapa jenis yaitu belo bujur (sebagai pertanda ucapan terima kasih), belo selangsong (untuk mendorong membersihkan desa), belo limpek (untuk mematahkan perbuatan tidak baik), belo pangan (yang dimakan), belo sinambul (untuk menutup roh jahat agar tidak masuk desa), dan belo baja minak untuk erpangir (berkeramas). Acara ini dilakukan oleh beberapa dukun di desa. Setelah acara erpangir (berkeramas) selesai, maka tugas dukun selesai, maka selanjutnya diberikanlah upah dukun. Hal ini dilakukan di rumah dukun, dengan cara seorang Ibu yang dituakan menyerahkan seperangkat sirih yang terdiri dari sirih, gambir, kapur pinang dan tembakau. Sirih ini dinamakan belo bujur sebagai pertanda ucapan


(34)

terima kasih. Setelah sirih diberikan, lalu disusul dengan penyerahan kampil (tempat sirih) dan sang dukun memakan sirih yang tersedia didalamnnya. Dan saat dukun mengunyah sirih, maka ditanyakanlah upah yang diminta dukun. Oleh dukun dijawab bahwa upah yang diinginkan adalah beras sada tumba (2 liter), manuk nggeluh sada ikur (ayam hidup seekor), gambir sada keping (sekeping gambir), bako sada lingkar (tembakau selingkar), dan pinang sebuah. Pada acara ini, seperangkat sirih melambangkan kekuatan untuk mengusir roh. Sirih melambangkan alat berkomunikasi kepada orang lain. Belo selongsong adalah untuk mendorong membersihkan desa. Belo limpek adalah untuk mematahkan perbuatan yang tidak baik. Belo selongsong adalah untuk mendorong membersihkan desa. Belo sinumbul adalah untuk menutup roh jahat agar tidak masuk ke desa (Sinaga et al, 1985 ).

Sirih juga digunakan dalam upacara ngkuruk emas (mengambil emas). Upacara ini dilakukan bila warga desa ingin mengambil emas dengan cara menambangnya. Hal ini dilakukan agar begu jabu (roh penjaga rumah) merestui keberangkatannya. Dengan demikian selama dalam perjalanan agar tetap dijagai begu jabu. Sirih diberikan sebagai persembahan kepada dewa taneh atau beraspati taneh (dewa penguasa tanah) sebagai persembahan agar sang dewa tidak merasa terkejut ketika mengambil emas atau mengorek tanah. Sirih juga diartikan sebagai ucapan terima kasih (Sinaga, 1985).

Sirih juga digunakan dalam upacara mengambil belerang pada suku Karo. Upacara ini disebut muat kertah (mengambil belerang). Penduduk desa mengambil belerang dari puncak Gunung Sibayak. Hal-hal yang harus dilakukan pada upacara ini adalah ersudip man begu jabu yaitu berdoa kepada roh penjaga rumah untuk memohon restu, ercibal belo ras ngasap kemenen yaitu memberikan sirih dan membakar kemenyan


(35)

sebagai persembahan kepada roh penghuni Gunung Sibayak, ercibal belo man beraspati taneh yaitu memberikan sirih persembahan kepada beraspati taneh (dewa penguasa tanah). Ercibal belo ras ngasap kemenen dimaksudkan sebagai permohonan kepada nini sibayak batu ernala (roh penghuni Gunung Sibayak ) agar bermurah hati memberikan belerang kepada warga. Diyakini bahwa belerang tersebut adalah milik sang nini. Sirih dan kemenyan adalah sebagai ucapan terima kasih (Sinaga, 1985).

Persiapan yang dilakukan dalam upacara muat kertah (mengambil belerang) adalah menyediakan bahan dan peralatan upacara. Untuk keperluan ersudip man begu jabu dipersiapkan antara lain sirih (belo), kapur dan gambir. Kemudian piring digunakan sebagai tempat sirih dan tikar digunakan sebagi tempat meletakkan persembahan. Kamar tidur juga dibersihkan. Gambir dan kapurdimasukkan ke dalam lipatan sirih dan diletakkan diatas piring dan tikar dihamparkan di atas tempat tidur. Untuk upacara di Puncak Gunung Sibayak dipersiapkan pula belo cawir (sirih), kapur, gambir, kemenen (kemenyan) dimana sirih dikepitkan dicelah kayu dan tangkai sirih menghadap kepada orang lain dan bagian ujung daun sirih menghadap kepada orang dan bagian sirih ujung daun sirih menghadap kearah matahari. Setelah selesai upacara dilanjutkan dengan persembahan sirih kepada beraspati taneh. Pada salah satu babatuan yang dipecah, sirih yang telah berisi kapur dan gambir diletakkan dan menghadap ke matahari terbit. Ketika menyampaikan sirih persembahan, tangkai sirih tidak boleh mengarah kepada yang diberikan. Perbuatan yang demikian dianggap tidak beradat (Sinaga et al, 1985).

Sirih persembahan yang diberikan kepada roh penghuni Gunung Sibayak tujuannya adalah memohon agar ”beliau” bermurah hati memberikan tanamannya yakni belerang, sekaligus sirih tersebut merupakan ucapan terima kasih. Sirih merupakan alat


(36)

komunikasi dengan roh. Sirih, kapur, dan gambir merupakan susunan kekerabatan masyarakat Karo yang terdiri dari kalimbubu (kerabat pemberi isteri), senina (teman semarga), dan anak beru (kerabat penerima isteri). Letak sirih dan tikar persembahan diatas kepala ketika tidur menandakan tanda hormat kepada penjaga roh rumah (Sinaga et al, 1985).

2.3.2. Adat Istiadat

Masyarakat Karo mempunyai kebiasaan mengunyah sirih yang biasanya dilakukan terutama pada adat-istiadat. Kebiasaan mengunyah sirih yang berhubungan dengan adat-istiadat digunakan sebagai suguhan untuk orang-orang atau tamu yang dihormati, misalnya pada acara pertemuan atau acara perkawinan (Purba J, 2005).

Memakan sirih juga merupakan bagian dari acara ketika membicarakan mahar dan hari pernikahan. Acara pertemuan ini disebut dengan ngembah belo selambar.Selain acara ngembah belo selambar, sirih juga digunakan pada saat nganting manuk. Nganting manuk adalah kelanjutan proses dari acara maba belo selambar dengan membawa seekor ayam sebagai jalan untuk membuka musyawarah (Prinst Darwan et al, 2005).

3.3.3 Dampak Sirih terhadap Kesehatan

Piper betle L., merupakan salah satu tanaman obat yang banyak tumbuh di Indonesia dan dikenal dengan nama sirih. Secara tradisional sirih dipakai sebagai obat sariawan, sakit tenggorokan, obat batuk, obat cuci mata, obat keputihan, pendarahan pada hidung/mimisan, mempercepat penyembuhan luka, menghilangkan bau mulut dan mengobati sakit gigi. Daun sirih mempunyai aroma yang khas karena mengandung minyak atsiri 1-4,2%, air protein, lemak. Sirih merupakan tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya. Ia mengandung zat antiseptik pada seluruh bagiannya. Daunnya


(37)

banyak digunakan untuk mengobati mimisan, mata merah, keputihan, membuat suara nyaring, dan banyak lagi, termasuk disfungsi ereksi. Khasiat daun sirih sudah banyak dikenal dan telah teruji secara klinis. Hingga kini, penelitian tentang tanaman ini masih terus dikembangkan. Daun sirih telah berabad-abad dikenal oleh nenek moyang kita sebagai tanaman obat berkhasiat. Secara tradisional ini dipakai untuk mengatasi bau badan dan mulut, sariawan, mimisan, gatal-gatal dan koreng, serta mengobati keputihan pada wanita. Ini karena tanaman obat yang sudah dikenal sejak tahun 600 SM ini mengandung zat antiseptik yang mampu membunuh kuman. Kandungan fenol dalam sifat antiseptiknya lima kali lebih efektif dibandingkan dengan fenol biasa. Dalam farmakologi Cina, sirih dikenal sebagai tanaman yang memiliki sifat hangat dan pedas. Secara tradisional mereka menggunakan daun sirih untuk meluruhkan kentut, menghentikan batuk, mengurangi peradangan, dan menghilangkan gatal. Pada pengobatan tradisional India, daun sirih dikenal sebagai zat aromatik yang menghangatkan, bersifat antiseptik, dan bahkan meningkatkan gairah seks.

Dengan sifat antiseptiknya, sirih sering digunakan untuk menyembuhkan kaki yang luka karena mengandung styptic buat menahan pendarahan dan vulnerary, yang menyembuhkan luka pada kulit. Juga bisa dikunyah untuk memperbaiki kualitas suara pada penyanyi. Dari hasil penelitian sebagaimana dikutip oleh buku tanaman obat terbitan Kebun Tanaman Obat Karyasari diungkapkan bahwa sirih juga mengandung arecoline di seluruh bagian tanaman. Zat ini bermanfaat untuk merangsang saraf pusat dan daya pikir, meningkatkan gerakan peristaltik, meredakan dengkuran. Pada daunnya terkandung eugenol yang mampu mencegah ejakulasi dini, membasmi jamur Candida albicans, dan bersifat analgesik (meredakan rasa nyeri). Ada juga kandungan tannin pada


(38)

daunnya yang bermanfaat mengurangi sekresi cairan pada vagina, melindungi fungsi hati, dan mencegah diare.

Khasiat daun sirih juga dalam menyembuhkan keputihan pernah diuji secara klinis. Ini diungkapkan oleh Amir Syarif dari Bagian Farmakologi Universitas Indonesia. Ia mengatakan bahwa daun sirih punya khasiat yang lebih bermakna dibandingkan dengan plasebo. Pengujian melibatkan 40 pasien penderita keputihan yang tidak sedang hamil, menderita diabetes melitus, ataupun penyakit hati dan ginjal. Dua puluh di antaranya mendapatkan daun sirih, sedang sisanya diberi plasebo. Baik daun sirih maupun plasebo itu diberikan pada vagina sebelum pasien tidur selama tujuh hari. Dari 40 pasien tersebut, 22 orang mendapat pemeriksaan ulang, masing-masing 11 mendapat plasebo dan daun sirih. Hasil pengujian ini membuktikan sekitar 90,9% pasien yang mendapat daun sirih dinyatakan sembuh, sedangkan pada kelompok yang diberi plasebo hanya 54,5% saja.

Penelitian lain tentang manfaat sirih dilakukan di IPB Bogor Nuri Andarwulan dan kawan-kawan dari Fakultas teknologi Pertanian IPB melakukan penelitian untuk memanfaatkan limbah minyak asiri daun sirih untuk memproduksi zat antioksidan. Ekstrak antioksidan tersebut selama ini masih diimpor. Penelitian ini berpotensi menurunkan nilai impor bahan antioksidan. Di samping itu, produk emulsi yang dihasilkan dalam penelitian itu juga dapat dimanfaatkan untuk industri kecantikan.

Sementara itu, ada laporan penelitian yang mengatakan daun sirih mempengaruhi kesuburan pria, seperti dilaporkan oleh Indian Journal of Pharmacology. Efek daun sirih terhadap kesuburan laki-laki ini diujikan pada tikus. Diduga, pemberian ekstrak daun sirih yang mengandung alkohol secara oral pada tikus punya efek antikesuburan. Menurut


(39)

laporan tersebut pemberian dosis ekstrak yang meningkat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sperma pada tikus. (http.iptek.net.tanaman obat.phpid.2008)

Menurut Tuti Octavira (2008) efek baiknya menyirih terhadap gigi di antaranya untuk menghambat proses pembentukan karies. Sedangkan efek negatif adalah bisa menyebabkan penyakit periodontal yaitu penyakit inflamasi kronik rongga mulut yang umum dijumpai dan pada mukosa mulut. Jika didiamkan, dapat menyebabkan timbulnya lesi-lesi pada mukosa mulut, oral hygiene yang buruk, dan dapat menyebabkan atrofi (penyusutan) pada mukosa lidah.

Di negara yang sedang berkembang, kanker pada mukosa pipi dihubungkan dengan kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih, kapur dan tembakau. Susur tersebut berkontak dengan mukosa pipi kiri dan kanan selama beberapa jam. Kanker pada gingiva umumnya berasal dari daerah dimana susur tembakau ditempatkan pada orang-orang yang memiliki kebiasaan ini. Daerah yang terlibat biasanya lebih sering pada gingiva mandibula daripada gingiva maksila (Daftary et al, 1992).

Kanker rongga mulut merupakan kira-kira 3% dari semua keganasan yang terjadi pada kaum pria dan 2% pada kaum wanita. Diperkirakan kasus kanker rongga mulut ini akan bertambah jumlahnya setiap tahun. Penyebab kanker rongga mulut multifaktorial, salah satu faktor kanker rongga mulut adalah kebiasaan menyirih. Zat-zat yang merugikan yang terdapat pada komposisi yang digunakan untuk menyirih dikatakan dapat menyebabkan terjadi kanker rongga mulut. Misalnya zat yang terdapat pada buah pinang, kapur, dan daun sirih. Pada kasus ini dilaporkan 1 kasus pasien penderita kanker rongga mulut akibat


(40)

2.4. Teori Scenhandu B. Kar

Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua hal yaitu masyarakat atau individu melakukan suatu perilaku dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya sekitarnya dan juga individu dipengaruhi oleh suatu objek yang membuat individu merasa perilaku tersebut bermanfaat.

2.5. Kerangka Pikir

Dari skema diatas dapat kita lihat pengetahuan wanita Karo tentang dampak menyirih terhadap kesehatan dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan juga lingkungan. Dari pengetahuan akan terbentuk sikap dalam konsumsi sirih sehingga melalui tindakan akan diketahui dampaknya terhadap kesehatan yang dirasakan pada wanita Karo. Karakteristik - Usia - Tingkat pendidikan - Pekerjaan - Lingkungan Sosial budaya Pengetahuan wanita Karo tentang dampak menyirih terhadap kesehatan Sikap wanita Karo dalam konsumsi sirih Dampak positif dan negatif terhadap

kesehatan yang dirasakan pada wanita Karo Tindakan

dalam menyirih


(41)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif, di mana menggambarkan perilaku menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan di Desa Sempajaya Kabupaten Karo Kecamatan Berastagi Tahun 2009 dengan metode wawancara mendalam (indepth interview).

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Jumlah penduduk di desa tersebut adalah 8.032 orang dan luas desa 3,5 km 2. Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah bertani. Alasan pemilihan lokasi tersebut adalah karena pada lokasi tersebut masih banyak dijumpai orang-orang yang mempunyai perilaku menyirih.

3.3. Pemilihan Informan

Informan yang dipilih pada penelitian ini adalah Masyarakat Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Jumlah sampel ditetapkan teknik snow-ball yaitu penggalian data melalui wawancara mendalam dari satu informan ke informan lainnya dan seterusnya sampai peneliti tidak menemukan informasi baru lagi. Sebelum diadakan penelitian, peneliti terlebih dahulu mencari informasi mengenai penduduk yang dapat menjadi key informan mengenai perilaku menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan yang dirasakan wanita Karo yaitu yang sudah mengkonsumsi sirih diatas 3 tahun. Karena menurut sebuah jurnal bahwa dampak menyirih yang dilakukan secara terus-menerus akan dirasakan apabila informan sudah menyirih 3 tahun ke atas. Selanjutnya key


(42)

informan menunjukkan informan yang lain yang dapat memberi informasi perilaku menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan yang dirasakan wanita Karo.

3.4. Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Pada umumnya menggunakan wawancara tidak terstruktur dan jika memungkinkan dapat juga dilakukan pengamatan. Hasil studi kasus dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam menggambarkan kasus tersebut. Untuk menggambarkan kasus tersebut digunakan metode wawancara kualitatif. Hal yang paling penting dari wawancara kualitatif adalah hubungan dan keakrapan peneliti dengan responden.

Data yang hendak dikumpulkan adalah tentang perilaku menyirih dan dapat disajikan berdasarkan ungkapan dan bahasa dari subjek penelitian sehingga dapat menegaskan tentang penggunaan sirih yang masih tetap dilakukan Suku Karo digali melalui teknik wawancara mendalam (indepth interview), sehingga dapat mengungkapkan pengalaman dan informasi yang berkaitan dengan masa lampau maupun sekarang.

Peneliti sebagai instrumen diharapkan dapat membuat responden lebih terbuka dalam memberi informasi, untuk mengemukakan pengalaman dan pengetahuan terutama tentang perilaku menyirih, sehingga terjadi semacam diskusi, obrolan santai, dan spontanitas dengan subjek peneliti. Disini wawancara diharapkan berjalan secara tidak terstruktur (terbuka, bicara apa saja) dalam garis besar terstruktur (mengarah menjawab masalah penelitian).

Informan yang dipilih diwawancarai secara terpisah, sehingga peneliti dalam melakukan wawancara menggunakan alat bantu berupa alat tulis dan tape recorder.


(43)

3.4.1. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mendukung data yaitu melalui pengamatan dan analisis dokumen setempat yaitu Kepala Desa yang berhubungan dengan data kependudukan masyarakat tersebut.

3.5. Teknik Analisis Data

Analisa data dilakukan dengan menggunakan EZ-Text. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dan kemudian dibandingkan dengan teori kepustakaan maupun asumsi yang ada, data kemudian akan disajikan dalam bentuk matriks menurut variabel yang diteliti.


(44)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Letak Geografis

4.1.1. Letak Geografis Desa Sempajaya

Desa Sempajaya merupakan salah satu Desa di Kota Berastagi dengan jarak/orbitasi 2 km dari Ibukota Kecamatan, dengan batas adminitrasi antara lain:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Negara - Sebelah Selatan Desa Rumah Berastagi

- Sebelah Timur Desa Dolat Rakyat - Sebelah Barat Kelurahan Gundaling 4.2. Demografis

Penduduk Desa Sempajaya berjumlah 8.023 jiwa dengan 1780 KK. Tabel 4.1

Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Desa Sempajaya Tahun 2008

No Golongan Umur

(Tahun)

Jumlah

1 0-1 263

2 2-5 1210

3 5-7 900

4 7-14 613

5 15-24 2400

6 25-54 2464

7 55 tahun keatas 173

Jumlah 8.023 Sumber: Profil Desa Sempajaya 2008

Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa golongan umur yang paling banyak adalah 25-54 tahun dengan jumlah 2464 orang dan yang paling sedikit adalah kelompok golongan umur 0-1 tahun sebanyak 263 orang.


(45)

Tabel 4.2

Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Desa Sempajaya Tahun 2008

No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Belum sekolah 652

2 Tidak tamat SD 766

3 Tamat SD 726

4 Tamat SLTP 1619

5 Tamat SLTA 3800

6 Tamat Perguruan Tinggi 460

Jumlah 8.023 Sumber: Profil Desa Sempajaya 2008

Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat distribusi penduduk berdasarkan pendidikan. Tingkat pendidikan yang paling banyak adalah tamat SLTA dengan jumlah 3.800 orang dan yang paling sedikit adalah Tamat perguruan tinggi sebanyak 460.

Tabel 4.3

Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Desa Sempajaya Tahun 2008

No Agama Jumlah

1 Islam 5.683

2 Kristen 2.513

3 Budha 20

4 Tidak mempunyai agama 7

Jumlah 8.023 Sumber: Profil Desa Sempajaya 2008

Dari tabel 4.3 diatas dapat dilihat distribusi penduduk berdasarkan agama. Agama yang mendominasi di Desa Sempajaya adalah Islam dengan jumlah 5.683 dan yang paling sedikit adalah Tidak mempunyai agama sebanyak 7 orang.


(46)

Tabel 4.4

Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku di Desa Sempajaya Tahun 2008

No Suku Jumlah

1 Karo 4.032

2 Jawa 3.043

3 Tapanuli Utara 120

4 Tapanuli Selatan 126

5 Nias 195

6 Alas 220

7 Cina 287

Jumlah 8.023 Sumber: Profil Desa Sempajaya 2008

Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat distribusi penduduk berdasarkan Suku. Suku yang mendominasi di Desa Sempajaya adalah Karo dengan jumlah 4.032 dan yang paling sedikit adalah Tapanuli Utara sebanyak 120 orang.


(47)

4.3. Gambaran Informan 4.2.1. Karakteristik Informan

Dari hasil penelitian data primer terhadap 6 informan diperoleh karakteristik informan sebagai berikut:

Tabel 4.5.

Karakteristik Informan

Berdasarkan tabel 4.5 karakteristik informan di atas memperlihatkan bahwa informan berjumlah 6 orang. Terdiri dari 6 informan wanita. Keenam informan memiliki latar belakang suku yang sama yaitu suku Karo. Pendidikan informan bervariasi, 1 informan tamat S1, 1 informan tamat SPG, 1 informan tamat SLTP, 1 informan tamat SLTP, 1 informan tamat SD, 1 informan tamat SLTA, dan 1 informan tidak sekolah. Untuk jumlah anggota informan dapat dilihat bahwa yang memiliki anggota terbanyak sebanyak 8 orang untuk 1 informan, dan yang paling sedikit 1 informan sebanyak 3 orang, untuk 2 informan memiliki anggota keluarga sebanyak 5 orang, dan 1 informan ada sebanyak 4 orang dan 1 informan lagi sebanyak 6 orang. Umur informan juga bervariasi mulai dari umur 27 tahun hingga 75 tahun. Perbedaan pendapatan informan mulai dari Rp. 1.000.000-2.000.000. Dari 6 informan, 3 informan adalah petani, 2 informan adalah wiraswasta, dan 1 orang informan adalah pegawai negeri sipil. Untuk status perkawinan informan dari 6 informan, 5 informan sudah menikah

N o Nama Umur (tahun) Pendidikan Terakhir Jumlah anggota keluarga

Pekerjaan Penghasilan

/Bln (Rp) Status Perkawi nan Frekuensi (/hari)

1 HF 27 S1 5 orang PNS 1.500.000 Belum

Menikah

6x/4 lembar

2 ENT 50 SPG 4 orang Wiraswasta 1.500.000 Menikah 8x/5 lembar

3 ML 52 SLTP 5 orang Wiraswasta 2.000.000 Menikah 8x/4 lembar

4 ST 55 SD 6 orang Bertani 2.000.000 Menikah 10x/5

lembar

5 STS 39 SLTA 3 orang Bertani 2.000.000 Menikah 7x/5 lembar

6 NJ 75 Tidak

Sekolah


(48)

sementara 1 informan belum menikah. Untuk frekuensi dalam menyirih per harinya dari 6 informan semuanya bervariasi, 2 informan menggunakan masing-masing 4 lembar setiap satu kali menyirih dengan 6 dan 8 kali menyirih per hari. Untuk 3 informan menggunakan masing-masing 5 lembar sirih setiap satu kali menyirih dengan 8, 10 dan 7 kali menyirih per hari, dan 1 informan lagi menggunakan 3 lembar sirih setiap satu kali menyirih dengan 9 kali menyirih per hari

Seluruh wawancara dilakukan di rumah informan. Dari pengamatan yang dilakukan umumnya para informan sudah cukup terbuka dalam menjawab pertanyaan.

I. Pengetahuan

4.2.2 Matriks Pengetahuan Informan

1. Matrix Pengetahuan Informan Tentang Menyirih

Matrix Pengetahuan Informan tentang menyirih dapat dilihat pada matrix 4.6. di bawah ini.

Matrix 4.6

Matrix pengetahuan Informan tentang menyirih

Informan Pernyataan

1 Hmmm...dari bibik dekat rumahlah memang bukan saudara kali tapi sering aku

main-main kerumahnya, karena kulihat dia selalu makan sirih jadi kepingin pula aku

2 Aku tau dulu dari nenek-nenek zaman dulu, makan sirih orang itu di aula atau tempat

orang Karo berpesta jadi aku juga ikut-ikutan

3 Aku duluu kali..tau dari mamak sama nenekku, karena sakit gigiku suruhnya aku

makan sirih, eh,, jadi keterusan pula..

4 Pertama kali dulu aku tahu dari mamakku karena waktu itu sering ngikut-ngikut

mamak jadi coba-coba dulu karena tertarik liat mamak jadi ikut-ikutan.

5 Dari mamakkulah karena mamak sering kali nyirih, ngeliatnya enak jadi kepingin

aku, kuikutkanlah, terakhirnya jadi ikut-ikutan aku.

6 Kalau dulu itu wajib anak perempuan makan sirih kalau kumpul-kumpul itu supaya

enak cakap-cakap

Dari matrix 4.6 diatas dapat dilihat bahwa seluruh informan mengatakan pengetahuan menyirih diperoleh dari lingkungan informan itu sendiri. Selain itu 1 informan mengatakan bahwa pengetahuan menyirih pertama kali ketika informan sakit gigi dan disarankan untuk menyirih sehingga informan menjadi ketagihan.


(49)

2. Matrix Pengetahuan Informan terhadap komposisi menyirih

Komposisi menyirih sesuai dengan konsep masing-masing informan.

Matrix 4.7

Matrix Pengetahuan Informan terhadap komposisi menyirih

Informan Pernyataan

1 Kapur, gambir, sirih, tembakau, tapi aku gak pake pinang karena

lengket-lengket kurasa terus gak enak jadinya sirih gara-gara pinang itu.

2 Kapur, gambir, sirih, tembakau, tapi aku gak pake pinang aku karena gak

tahan jantungku

3 Kapur, gambir, sirih, tembakau, pinang, kalu aku kalo gak ada pinangnya

kurang enak kurasa, pening kepalaku.

4 Kapur, gambir, kemiri, tembakau sirih sama buah pinang, kemirinya

ditambahkan biar makin enak rasanya

5 Kapur, sirih, tembakau sama gambir saja, aku enggak pake pinang karena

gak tahan aku, kalau kumakan pening kepalaku

6 Kapur, gambir, sirih, tembakau sama pinang biar enak dia.

Matrix 5.7. di atas menunjukkan pengetahuan informan terhadap komposisi menyirih. Dapat diketahui bahwa umumnya komposisi menyirih adalah kapur, tembakau, pinang, gambir, dan sirih. Dari matrix tersebut dapat dilihat bahwa 3 informan menggunakan komposisi lengkap, akan tetapi 1 informan menggunakan komposisi menyirih lengkap ditambah dengan kemiri untuk menambah cita rasa menyirih. Keseluruhan informan mengatakan bahwa komposisi menyirih itu berdasarkan pengalaman sendiri, 3 informan menggunakan komposisi menyirih tanpa pinang disebabkan tidak tahan, dari pernyataan keseluruhan informan terbentuk komposisi menyirih yang bervariasi dari masing-masing informan.

3. Matrix Pengetahuan Informan tentang manfaat menyirih

Matrix Pengetahuan manfaat menyirih menurut informan dapat dilihat pada matrix 4.8. di bawah ini.

Matrix 4.8

Matrix Pengetahuan Informan tentang manfaat menyirih

Informan Pernyataan

1 Kalo menurutku, yahhh banyaklah kalo gak kan gak makan sirih aku

selalu, misalnya bisa buat aku tenang, gigiku makin kuat rasaku, terus,,nafas pun gak bau buatnya sama bisa buatnya aku konsentrasi


(50)

2 Mulutku enggak bau, karena udah terbiasa jadi aku enggak lapar lagi buatnya, misalnya kita sakit gigi bisa sembuh dibuatnya, terus kalau ada pikiran bisa buatnya tenang kalu kita nyirih, coba min kalu gak percaya kam,,

3 Gigiku bertambah kuat, terus nafasku gak bau.

4 Gigikulah makin kuat, karena aku dari dulu makan sirih kan enggak pernah

sakit gigiku.

5 Mangobati panas dalam, sama memperkuat gigiku, karena dulu waktu

belum aku makan sirih sering ngilu gigiku, semenjak aku makan sirih jadi enggak pernah lagi.

6 Banyaklah, ini kan termasuk obat tradisional, karena kalau satu-satu ada

gunanya untuk kesehatan, kalau yang kurasakan enggak pernah sakit gigiku, perut gak lapar buatnya.

Matrix 4.8. di atas menunjukkan bahwa 5 informan mengatakan manfaat menyirih adalah mengobati gigi, selain untuk menghilangkan bau nafas, mengobati panas dalam, menghilangkan rasa lapar, dan membuat konsentrasi. Variasi pernyataan tentang manfaat penyirihan ini disebabkan oleh pengalaman yang berbeda-beda pula.

4. Matrix Pengetahuan Informan tentang resiko menyirih terhadap kesehatan

Matrix Pengetahuan Informan tentang resiko menyirih terhadap kesehatan dan sumber informan dapat dilihat pada matrix 4.9. di bawah ini.

Matrix 4.9

Msatrix Pengetahuan Informan tentang resiko menyirih terhadap kesehatan Informan Pernyataan

1 Ya adalah,,misalnya kalau kita enggak banyak minum kerongkongan kita

bisa kering kali buatnya, karena banyak buang ludah itu kurasa, terus kalau kebanyakan kapur bisa buatnya meletup bibir sama lidah kita, sakit kali...

2 Kenapa tadi?? Bisalah karena terlalu banyak mengeluarkan air liur itu jadi

kering tenggorokanku.

3 Yalah,,jadi ketagihan buatnya atau candu seperti merokok itu kurasa.

4 Sejauh yang kutahu ya enggak beresiko terhadap kesehatan buktinya aku

enggak pernah sakit kok gara-gara nyirih, kalau sakit kecil-kecil itu kan biasa

5 Ya ada juga, karena setelah makan sirih aku suka juga pening, mungkin

karena tembakaunya itu, tapi enggak tau juga aku entah bukan karena itu.

6 Enggak adalah buktinya nenek pun sehat-sehatnya dari dulu jarang nya


(51)

Dari matrix l 4.9 di atas dapat dilihat bahwa pengetahuan informan tentang resiko menyirih terhadap kesehatan, dari keseluruhan informan, 2 informan mengatakan tidak ada resiko menyirih terhadap kesehatan karena informan merasa sehat-sehat saja, 4 informan mengatakan ada resiko menyirih terhadap kesehatan yaitu kerongkongan kering, bibir dan lidah luka, dan pening. Dari 4 informan mengatakan pengetahuan terhadap resiko menyirih berdasarkan yang sudah pernah dialami informan itu sendiri.

II. Sikap

5. Matrix tanggapan Informan tentang dampak menyirih pada kesehatan

Matrix tanggapan Informan tentang dampak menyirih pada kesehatan dan sumber informan dapat dilihat pada matrix 4.10. di bawah ini.

Matrix 4.10

Matrix tanggapan Informan tentang dampak menyirih pada kesehatan Informan Pernyataan

1 Ada baiknya karena bisa membuat perasaan tenang dan ada juga buruknya

karena bisa membuat kerongkongan kering

2 Ada bagusnya karena nyaman perasaan kita dibuatnya dan ada juga gaknya

karena suka haus

3 Ada baiknya karena bisa membuat aku konsentrasi kerja ada juga jeleknya

karena jadi ketagihan jadi kalau tidak makan sirih lagi jadi enggak bisa

4 Banyakan juga bagusnya karena bisa mengobati gigi, perasaan jadi nyaman

5 Samalah ada bagusnya karena kita jadi tenang perasaan kita tapi ada juga

gaknya karena bisa kecanduan

6 Bagus kalipun karena alami enggak ada zat kimianya

Dari matrix 4.10 di atas dapat dilihat bahwa tanggapan informan tentang menyirih pada kesehatan 4 informan mengatakan ada bagusnya dan ada juga tidak bagusnya menyirih terhadap kesehatan, 1 informan menyatakan banyakan bagusnya dan 1 informan merasakan sangat bagus untuk kesehatan dikarenakan tidak mengandung zat kimia.

6. Matrix pendapat Informan terhadap kenyamanan dengan menyirih

Matrix pendapat Informan terhadap hubungan kenyamanan dengan menyirih dapat dilihat pada matrix 4.11. di bawah ini.


(52)

Matrix 4.11

Matrix pendapat Informan terhadap kenyamanan dengan menyirih

Informan Pernyataan

1 Ada, karena seperti kubilang tadilah waktu kalut perasaan kita kalau makan

sirih jadi tenang dibuatnya, macam gak ada lagi yang kita pikiri,,

2 Adalah, nyaman kalipun buatnya, kalipun,,, justru kalau enggak menyirih

yang gak tenang aku

3 Ada, mungkin sama kaya merokok itu gara-gara tembakaunya itunya

kurasa jadi perasaan kita pun tenang.

4 Adalah hubungannya nakku, karena waktu nyirih itu tenang hati ini

buatnya makanya bibik jadi kecanduan, nyaman hati ini.

5 Nyaman lah makanya kalau ada pikiran makan sirih kita jadi tenang

perasaan ini

6 Nyaman kalilah karena dulu waktu aku sedih menyirih aku jadi tenang

pikiranku, enggak jadi berat kali kurasa

Dari matrix 4.11 di atas, diketahui bahwa seluruh informan menyatakan terdapat hubungan antara kenyamanan dengan menyirih. Pernyataan tentang hubungan menyirih dengan kenyamanan menurut keenam informan dapat membuat perasaan tidak tenang/sedih menjadi tenang, 1 informan menyatakan kenyamanan tersebut disebabkan oleh tembakau.

7. Matrix pendapat Informan tentang kesediaan berhenti menyirih

Matrix pendapat Informan terhadap kesediaan Informan jika tidak menyirih dapat dilihat pada matrix 4.12. di bawah ini.

Matrix 4.12

Matrix pendapat Informan tentang kesediaan berhenti menyirih

Informan Pernyataan

1 Gak bisa kupastikanlah karena tergantung situasi dan kondisi juga kalau

memang harus kutinggalkan demi kesehatan bisa juga tapi kalau gak terpaksa kali enggak mau aku..

2 Kalau aku disuruh berhenti bagusan kurasa bertengkar, hahahaha...gak

maulah bibik karena udah candu kurasa..

3 Agak berat jugalah kurasa karena udah ketergantungan bibik jadi perlu

waktu yang lama kalilah supaya bisa berhenti.

4 Bersedia juga kalau misalnya untuk memperbaiki kesehatan bibik, karena

sehat itu mahal kan,,hahaha...

5 Enggaklah karena udah enakan kurasa menyirih daripada enggak.

6 Enggaklah aku mau, karena aku bagusan enggak makan daripada enggak


(53)

Dari matrix 4.12 di atas memperlihatkan bahwa pendapat informan terhadap kesediaan untuk tidak lagi menyirih, 4 informan menyatakan tidak bersedia dengan alasan sudah ketagihan. Dan 2 informan menyatakan bersedia untuk berhenti menyirih jika ada gangguan kesehatan.

8. Matrix faktor-faktor yang mempengaruhi menyirih

Matrix pendapat Informan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi Informan

menyirih dapat dilihat pada matrix 4.13. di bawah ini.

Matrix 4.13

Matrix faktor-faktor menyirih

Informan Pernyataan

1 Dari budaya juga bisa karena kalau kita suku Karo kan tanda keakraban

sama menghormati menyirih sama-sama itu, bisa juga karena banyak orang di sekitar kita yang nyirih jadi kita punlah ikut-ikutan, bisa juga karena ada masalah coba-coba dulu terus jadi keterusanlah,,

2 Karena capek berpikir, biasanya bibik bisa langsung menyirih, karena

menyirih itu sepertinya pikiranku jadi lebih konsentrasi.

3 Menenangkan pikiran biasanya itu yang buat bibik jadi bisa menyirih

karena bisa tenang hatiku buatnya.

4 Banyaklah ada juga karena faktor kawan-kawan kita suka menyirih jadi

ikut-ikutan kita, sama itu kalau bibik kan saudara-saudara bibik pun udah nyirih semua.

5 Kalau misalnya sakit, kata orang menyirih obatnya jadi pasti kita cobakan

6 Budaya kita orang karo sebagai tanda kehormatan dan keakrapan

Dari matrix 4.13 di atas memperlihatkan bahwa 2 informan menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi informan menyirih adalah untuk menenangkan pikiran, 2 informan menyatakan faktor budaya Karo yaitu melambangkan keakraban dan saling menghormati, 1 informan menyatakan faktor lingkungan mempengaruhinya untuk menyirih, 1 informan menyatakan faktor menyirih karena untuk dijadikan obat.


(54)

9. Matrix tentang menyirih dapat mengatasi stres

Menyirih dapat mengatasi stres dapat dilihat pada matrix 4.14 di bawah ini.

Matrix 4.14

Matrix tentang menyirih dapat mengatasi stres

Informan Pernyataan

1 Mengatasi ya..gak bisalah..tetapi mengurangi, nyaman karena sambil

menyirih berpikir juga lebih bisa

2 Ya iyalah..karena pada awalnya pun gara-gara itunya akunya menyirih

karena sambil menyirih ada penyelesaiannya kurasa..

3 Ya..kalau makan sirih perasaanku jadi lebih tenang..

4 Enggak, karena waktu menyirih itu kan tenang hati dibuatnya jadi bisa

dibuatnya kita pikirkan baik-baik, apakin itu namanya mengatasilah ya kan?..

5 Gak jugalah karena kadang-kadang waktu nyirih itu juga kupikirkan

masalahnya, karena tenang buatnya

6 Tenang jugalah karena udah ada yang pikirkan

Matrix 4.14 di atas menunjukkan 3 informan menyatakan menyirih dapat mengatasi stres yang dialami informan, 1 informan menyatakan tidak dapat mengatasi tetapi menyirih dapat memberikan kenyamanan sehingga dapat memfokuskan dirinya dalam mengatasi stres yang dialami informan, 1 informan menyatakan justru dengan menyirih dia memikirkan stres yang dialami.

III. Tindakan

10. Matrix tentang Lama informan menyirih

Matrix tentang lama informan menyirih dapat dilihat pada matrix 4.15. di bawah ini.

Matrix 4.15

Matrix tentang Lama informan menyirih

Informan Pernyataan Usia

1 12 tahun 27

2 18 tahun 50

3 Kurang lebih 20 tahun 52

4 15 tahun 55

5 7 tahun 39

6 60 tahun 75

Dari matrix 4.15 di atas dapat diketahui sudah berapa lama informan menyirih, yang paling kecil lama menyirihnya hanya 1 orang yaitu kurang dari 10 tahun, sedangkan 4


(55)

informan yang rata-rata berusia 50-an sudah menyirih diatas 10 tahun sampai 20 tahun sedangkan untuk informan yang paling tua berusia 75 tahun lama menyirihnya 60 tahun.

11. Matrix tentang perasaan Informan saat menyirih

Perasaan Informan saat menyirih dapat dilihat pada matrix 4.16. di bawah ini.

Matrix 4.16

Matrix tentang perasaan Informan saat menyirih

Informan Pernyataan

1 Tenang sama nyaman

2 Tenang, emosiku terkendali, segar, sama konsentrasi bibik

3 Tenang sama enak kurasa berpikir

4 Nyaman sama senang hatiku

5 Senang saja

6 Tenang enggak ada gangguan

Dari matrix 4.16 dapat dilihat perasaan keseluruhan informan tenang ketika menyirih, selain itu informan juga merasakan emosi terkendali, segar dan juga konsentrasi.

12. Matrix Dampak menyirih terhadap kesehatan yang dirasakan informan

Matrix tentang dampak menyirih terhadap kesehatan informan dilihat pada matrix 4.17. di bawah ini.

Matrix 4.17

Matrix Dampak menyirih terhadap kesehatan yang dirasakan informan Informan Pernyataan

1 Sampai saat ini baik-baik ajalah gak ada masalah sama kesehatanku

2 Selama ini baik-baik aja kok, gak ada masalah

3 Baik-baik aja lah.

4 Kurang jugalah karena sering gak lapar bibik buatnya jadi kan adalah

maag.

5 Enggak adalah pengaruhnya sama sekali

6 Adalah kalau enggak kan kutinggalkan

Matrix 4.17 di atas menunjukkan bahwa hanya 1 informan mengatakan ada pengaruh menyirih terhadap kesehatan yaitu menyebabkan maag karena menyirih mengurangi nafsu makan, sedangkan 5 informan menyatakan ada pengaruh yang bersifat positif karena merasakan tidak adanya gangguan kesehatan.


(1)

Dapat dilihat informan bahwa keseluruhan informan merasakan ketenangan dan kenyamanan sewaktu menyirih, bahkan perasaan senang dapat dirasakan, hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan informan, berikut:

” Tenang, emosiku terkendali, segar, sama konsentrasi bibik” ” Senang saja”

Menurut peneliti bahwa perasaan nyaman dan tenang tersebut yang membuat akhirnya informan ketagihan untuk menyirih, karena selain itu informan juga merasa lebih berkonsentrasi dalam melakukan aktivitas.

5.13. Perasaan Informan sewaktu tidak menyirih

Ketika tidak menyirih banyak variasi yang dirasakan informan. Selain tidak bersemangat informan juga tidak bisa berkonsentrasi untuk bekerja dapat dilihat dari pernyataan informan berikut,

” Kalau menyirih tenang kalau tidak menyirih kurang tenang/kurang lengkap rasanya ngapain pun.”

Hal senada juga juga dinyatakan informan lain,

” Kalau nyirih aku lebih senang hatiku, tapi kalau enggak perasaanku gelisah kaya apapun gak cocok kurasa”

Namun 1 informan menyatakan bahwa jika tidak menyirih dia tidak mulutnya terasa pait, dapat dilihat dari pernyataan informan sebagai berikut,

” Kalau enggak menyirih rasanya kurang lengkap mulut bibik terasa pait.”

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa manfaat yang dirasakan informan apabila menyirih yaitu menambah konsentrasi dalam melakukan kerja, dan juga memberi rasa tenang. Hal tersebut dikarenakan bahwa informan sudah ketagihan terhadap menyirih sehingga informan merasakan hal yang tidak mengenakkan apabila tidak menyirih.


(2)

5.14. Dampak menyirih terhadap kesehatan

Dari penelitian dapat diketahui bahwa 5 informan merasakan baik-baik saja tidak ada masalah dengan kesehatan, 1 informan merasakan justru ada gangguan disebabkan jika menyirih perut tidak terasa lapar lagi, sehingga dapat menyebabkan maag, dapat dilihat dari pernyataan informan sebagai berikut,

” Kurang jugalah karena sering gak lapar bibik buatnya jadi kan adalah maag”

Akibat penggunaan pinang dapat menyebabkan informan tidak merasakan lapar. Karena kandungan pinang tersebut sehingga informan merasakan tidak lapar dan menunda makan dan berakhir dengan sakit maagnya informan diakibatkan informan tidak merasakan lapar.

5.15. Gangguan bibir dan mulut

Dapat diketahui bahwa menyirih dapat menyebabkan luka-luka di bibir atau mulut terasa pedas diakibatkan kelebihan kapur dan gambir atau sirih yang digunakan tidak bagus. Karena sirih yang bagus tidak dapat ditentukan hanya dari luarnya saja, karena sirih yang kelihatan bagus belum tentu baik rasanya. Akan tetapi dari penelitian dapat dilihat bahwa informan keseluruhan pernah merasakan mulut terasa pedas dan luka-luka di bibir yang diakibatkan oleh kapur yang kering,

” Pernah juga kalau sirihnya gak bagus pedas mulut bibik buatnya, terus kalau kapurnya kering bisa luka bibir kita”

Hal senada dinyatakan 3 informan lainnya

Menurut Wikipedia apabila terjadi iritasi pada mukosa mulut, informan mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi makanan akibat dari rasa pedas dan perih pada mukosa. Jika informan tidak menggunakan kapur maka sirih yang dikunyah tidak berwarna merah, sehingga informan merasa tidak puas. Hal ini terlihat dari pernyataan informan berikut, ” Pernah jugalah kalau kebanyakan kapur atau gambir”


(3)

5.16. Gangguan indera perasa

Dari hasil penelitian menunjukkan 1 informan tidak merasakan perbedaan dari rasa-rasa makanan, 5 informan menyatakan kurang sempurna dalam merasa-rasakan rasa-rasa-rasa-rasa dari makanan. Menurut Wikipedia bahwa kurang sempurnanya informan dalam merasakan rasa-rasa dari makanan diakibatkan pinang dan gambir yang bersifat lengket, sehingga informan yang menyirih secara terus menerus akibatnya pinang dan gambir yang dikunyah tadi menebal di lidah sehingga informan merasakan kurang sempurna dalam merasakan rasa dari makanan. Hal tersebut dilihat dari pernyataan informan berikut,

” Paling utama suka merasa kurang asin, kayanya lidahku udah kaya tebal jadi semua rasa kurang sempurna ”

5.17. Gangguan Tenggorokan

Sewaktu menyirih produksi air liur yang dihasilkan secara berlebihan, karena komposisi sirih tersebut menstimulasi air liur. Akibat dari pengeluaran air liur yang secara terus-menerus sehingga dapat mengakibatkan kekurangan cairan, sehingga informan merasa kehausan terus-menerus, sehingga tenggorokan terasa kering, hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan informan,

” Kalau itu kurasa kerongkongan kering-kering”

Akan tetapi untuk beberapa informan untuk mengatasi tenggorokan kering informan banyak minum air putih.

2 informan menyatakan hal yang senada,

Selain dari pada tenggorokan terasa kering, informan lain juga merasa kepala sering terasa pening, hal tersebut dinyatakan informan,


(4)

” Kadang-kadang kepalaku pusing, mungkin karena kapur sama gambir yang kumasukkan enggak sesuai takaran jadi pening kepala buatnya ”

Dapat dilihat walaupun menyirih sudah menjadi kebiasaan informan akan tetapi sering juga informan kelebihan dalam menakar kapu atau gambir hal ini disebabkan jumlah dan lebar sirih mempengaruhi.

Namun 2 informan tidak merasakan gangguan apapun pada tubuh mereka, sesuai dengan pernyataan informan berikut,

” Enggak ada apapun gangguan yang kurasakan, sehat-sehat sajanya”

Menurut pandangan peneliti bahwa informan yang tidak merasakan apapun gangguan terhadap tubuhnya sesuai dengan pernyataan Sarwono (2004) yaitu, sakit adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Keseluruhan informan mengatakan bahwa bentuk gangguan tubuh sebagai fenomena subjektif yang ditandai dengan perasaan tidak enak.

Seringkali informan yang menyirih tidak menyadari bahwa mereka tidak sakit dikarenakan informan belum merasakan dampak yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Padahal menurut salah satu wikipedia bahwa menyirih dapat menyebabkan kanker mulut dan hal tersebut akan dirasakan apabila sudah memasuki stadium lanjut atau sudah terjadi bengkak pada bibir informan.


(5)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

1. Informan terdiri dari 6 wanita Karo, umur informan bervariasi mulai dari 27-75 tahun. Penghasilan informan rata-rata hampir sama 2 informan berpenghasilan Rp.1.500.000, 4 informan berpenghasilan Rp.2.000.000 dapat dikategorikan informan berpenghasilan sedang, dengan jenis pekerjaan yang berbeda. Frekuensi menyirih cukup tinggi rata-rata 5 kali sehari.

2. Perilaku menyirih pada wanita Karo di Desa Sempajaya dilakukan secara turun temurun. Pada umumnya wanita Karo menyirih karena pada dasarnya latar belakang budaya Karo adalah menyirih sebagai tanda keakraban dan penghormatan .

3. Dampak menyirih terhadap kesehatan yang dirasakan wanita Karo baik untuk kesehatan mereka, sehingga menyirih yang dilakukan wanita Karo pada dasarnya karena ada manfaatnya.

4. Wanita Karo sudah merasa ketergantungan dalam menyirih dikarenakan atas manfaat menyirih yang mereka rasakan yaitu dapat memberikan ketenangan dan konsentrasi dalam melakukan aktivitasnya.

5. Dampak positif lebih dirasakan wanita Karo daripada dampak negatif seperti memberikan kenyamanan dan ketenangan.


(6)

6.2. Saran

1. Kepada petugas kesehatan diharapkan agar dapat memberikan penyuluhan tentang dampak menyirih tersebut, dikarenakan dampak positif yang dirasakan bertentangan dengan medis sebab dampak negatif akan dirasakan apabila sudah mencapai stadium lanjut.

2. Sebagai informasi kepada wanita Karo tentang dampak positif dan negatif menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan.