24
pembuluh  darah  jantung.  Berdasarkan  penelitian  yang dilakukan  oleh  Dewi  2000  dan  Handayani  2002,
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi.
Lemak juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan gigi. Makanan  yang  mengandung  lemak,  pada  umumnya  sedikit
mengandung  substrat  kariogenik  selain  sebagai  makanan pengganti  karbohidrat  yang  kariogenik,  lemak  juga
mempengaruhi kelarutan karbohidrat di dalam rongga mulut. Lemak berfungsi  ke  arah  efek  lokal,  sehingga  sisa  makanan
tidak  mudah  menempel  pada  permukaan  gigi,  bakteri  tidak memfermentasi sisa makanan dan bersifat hidrofob sehingga
bersifat  anti  bakteri  Budiningsari,  2006.  Penelitian  yang dilakukan  Kabara  1986,  menunjukkan  adanya  hubungan
antara lemak dengan terjadinya karies gigi.
b. Penyakit Infeksi
Antara  status  gizi  kurang  dan  infeksi  terdapat  interaksi bolak  balik.  Infeksi  dapat  menimbulkan  gizi  kurang  melalui
berbagai mekanisme. Yang paling penting  adalah  efek langsung dari  infkesi  sistematik  pada  katabolisme  jaringan.  Walaupun
hanya terjadi infeksi ringan sudah akan menimbulkan kehilangan nitrogen Suhardjo, 1989.
25
Infeksi dan demam dapat menyebabkan penurunan nafsu makan  atau  menimbulkan  kesulitan  manelan  dan  mencerna
makanan.  Keadaan  yang  demikian  membantu  terjadinya  kurang gizi.  Anak  yang  mengalami  gizi  kurang  akan  mengalami  daya
tahan  tubuh  yang  rendah  sehingga  lebih  mudah  terkena  infeksi Suhardjo, 1989.
c. Pendidikan Ibu
Pendidikan  merupakan  dasar  atau  landasan  bagi  segala ilmu  pengetahuan,  serta  merupakan  dasar  yang  penting  untuk
dimiliki  semua  orang.  Karena  pendidikan  pada  hakekatnya adalah
usaha untuk
mengembangkan kepribadian
dan kemampuan  di  dalam  dan  di  luar  sekolah  serta  berlangsung
seumur hidup Suhardjo, 1989. Ibu  merupakan  pendidik  pertama  dalam  keluarga,  maka
ibu  perlu  menguasai  berbagai  pengetahuan  dan  keterampilan. Selain merupakan modal utama untuk menunjang perekonomian
keluarga,  pendidikan  ibu  juga  dapat  mempengaruhi  derajat kesehatan  karena  dapat  berpengaruh  pada  kualitas  pengasuhan
anak Suhardjo, 1989. Menurut  Suhardjo  1989,  pendidikan  merupakan  salah
satu  hal  yang  harus  diperhatikan  karena  dapat  mempengaruhi status  gizi penduduk. Hal serupa dijelaskan Devi 2004, bahwa
26
pendidikan  orang  tua  akan  mempengaruhi  status  gizi  anaknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, maka semakin baik
pula status gizi anaknya.
d. Status Pekerjaan Ibu
Pekerjaan  orang  tua  yang  diperkirakan  berperan  dalam kaitannya  pada pola pemberian dan pengurusan makanan dalam
keluarga  adalah  seorang  ibu.  Ada  pendapat  yang  mengatakan status  pekerjaan  ibu  dapat  mempengaruhi  perilaku  anak  dalam
makan. Selain itu, ada perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan  pada  anak-anak  yang  mempunyai  ibu  yang  bekerja  dan
tidak  bekerja.  Ibu  yang  bekerja  akan  tersita  waktunya  dalam menyiapkan  dan  memberikan  makanan  kepada  anak  sehingga
diserahkan kepada orang lain Suhardjo, 1989. Batasan ibu yang bekerja adalah ibu-ibu yang melakukan
aktivitas  ekonomi  mencari  penghasilan  baik  di  sektor  formal maupun  informal  yang  dilakukan  secara  reguler  di  luar  rumah.
Anak  yang  mendapatkan  perhatian  lebih,  baik  secara  fisik maupun  emosional,  selalu  mendapat  senyuman,  mendapat
makanan  yang  seimbang  maka  keadaan  gizinya  lebih  baik dibandingkan  dengan  teman  sebayanya  yang  kurang  mendapat
perhatian orang tua Depkes RI, 2002.
27
Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Lee  1987  dalam Hardinsyah  2007,  menyimpulkan  bahwa  status  dan  jenis
pekerjaan  ibu  merupakan  determinan  keragaman  konsumsi pangan  rumah  tangga.  Jenis  pangan  yang  dikonsumsi  pada
rumah  tangga  dengan  ibu  yang  bekerja  di  luar  lebih  sedikit dibandingkan  dengan  rumah  tangga  dengan  ibu  yang  tidak
bekerja. Namun, hasil penelitian lain menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara  status pekerjaan ibu dengan
status gizi siswa Sulastri, et al, 2006.
2.1.3  Penilaian Status Gizi
Penilaian  status  gizi  adalah  pembandingan  keadaan  gizi menurut  hasil  pengukuran  terhadap  standar  yang  sesuai dari  individu
atau  kelompok  tertentu.  Ada  beberapa  cara  dalam  menilai  status  gizi seseorang
yaitu: 1
secara langsung,
dengan  pemeriksaan antropometri,  klinis,  biokimia  dan  biofisik  dan;  2  secara  tidak
langsung  dapat  dilaksanakan  dengan  survei  konsumsi  makanan, statistik vital dan faktor ekologi Supariasa, 2001.
Di masyarakat, cara penilaian status gizi secara langsung yang paling  sering  digunakan  adalah  antropometri  karena  pengukuran
tersebut mudah, sederhana, peralatannya murah, dapat dilakukan siapa saja  dan  cukup  teliti.  Sedangkan  penilaian  status  gizi  secara  tidak
langsung adalah survei konsumsi makanan. Survei konsumsi makanan
28
yang  sering  dipakai  adalah  “recall”  24  jam.  Dalam  metode  ini, responden  disuruh  untuk  mengingat  dan  menceritakan  semua  yang
dimakan  dan  diminum  selama  24  jam  yang  lalu  atau  kemarin Supariasa, 2001.
a. Pengukuran Antropometri
Menurut  Supariasa  2001,  antropometri  artinya  ukuran tubuh  manusia.  Ditinjau  dari  sudut  pandang  gizi,  maka
antropometri  gizi  berhubungan  dengan  berbagai  macam pengukuran  dimensi  tubuh  dan  komposisi  tubuh  dari  berbagai
tingkat  umur  dan  tingkat  gizi.  Antropometri  sangat  umum digunakan  untuk  mengukur  status  gizi  dari  berbagai  ketidak
seimbangan  antara  asupan  energi  dan  protein.  Gangguan  ini biasanya dapat terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Penilaian  status  gizi  dengan  menggunakan  pengukuran
antropometri  mempunyai  beberapa  kelebihan  dan  kekurangan. Kelebihannya  antara  lain  alatnya  mudah  dibawa  dan  murah,
prosedurnya  sederhana,  relatif  tidak  membutuhkan  tenaga  ahli, dapat digunakan untuk jumlah sampel yang besar, metode akurat
serta  dapat  mengidentifikasi  status  gizi  sedang,  gizi  kurang dan gizi  buruk.  Sedangkan,  kelemahan  pengukuran  antropometri
antara  lain  tidak  sensitif,  faktor  di  luar  gizi  dapat  menurunkan
29
spesifikasi  dan  sensitivitas  pengukuran  antropometri  serta kesalahan
yang terjadi
pada saat
pengukuran dapat
mempengaruhi  presisi,  akurasi  dan  validitas  pengukuran antropometri gizi Supariasa, 2001.
Indeks  antropometri  yang  digunakan  untuk  menentukan status  gizi  anak-anak  usia  sekolah  adalah  BBTB.  Berat  badan
memiliki  hubungan  yang  linear  dengan  tinggi  badan.  Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan
kecepatan  tertentu.  Indeks  BBTB  merupakan  indikator  yang baik  untuk  menilai  status  gizi  saat  ini.  Indeks  BBTB  memiliki
keuntungan  dan  kelemahan.  Keuntungannya  adalah  tidak memerlukan  data  umur  dan  dapat  membedakan  proporsi  badan
gemuk,  normal  dan  kurus.  Sedangkan  kelemahannya  adalah tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek,
cukup  tinggi  badan  atau  kelebihan  tinggi  badan  menurut umurnya
karena faktor
umur tidak
dipertimbangkan, membutuhkan  dua  macam  alat  ukur,  pengukuran  relatif  lebih
lama,  membutuhkan  dua  orang  untuk  melakukan  pengukuran dan sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran
Supariasa, 2001.
30
b. Survei Konsumsi Makanan