Gambaran Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa

83

6.2 Gambaran Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama Suhardjo, 1985. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, pertumbuhan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Almatsier, 2002. Anak-anak usia sekolah dasar merupakan salah satu tahapan usia yang rentan terhadap terjadinya masalah gizi. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ-organ dan sistem tubuh anak Judarwanto, 2008. Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak-anak sekolah, didapatkan hasil bahwa pada umumnya berat dan tinggi badan rata-rata anak-anak sekolah dasar berada di bawah ukuran normal Moehji, 2003. 84 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi kategori kurus. Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa adanya ketidakseimbangan antara asupan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi. Status gizi kategori kurus yang terjadi pada anak usia sekolah dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif bagi kualitas sumber daya manusia, mengingat mereka adalah generasi penerus bangsa. Anak yang kekurangan zat gizi akan mengalami kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan kesakitan dan kematian Sediaoetama, 2000. Selanjutnya dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2000, disebutkan bahwa pada anak usia sekolah yang kekurangan zat gizi akan mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah dan sakit-sakitan sehingga anak sering absen serta mengalami kesulitan mengikuti dan memahami pelajaran. Pendapat lain menyebutkan bahwa kekurangan zat gizi yang berlangsung lama pada usia muda, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak sehingga mengakibatkan ketidakmampuan otak berfungsi dengan normal. Ukuran otak yang kecil mengakibatkan jumlah sel dalam otak berkurang lalu akan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan tersebut akan dapat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak Anwar, 2008 dalam Pamularsih, 2009. 85 Keadaan kesehatan gizi salah satunya dapat ditentukan oleh tingkat konsumsi makanan. Dari hasil wawancara recall 2 x 24 jam diperoleh informasi bahwa siswa yang berstatus gizi kategori kurus memilki nafsu makan yang rendah. Nafsu makan siswa yang rendah dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti status gizi pada masa lampau, jumlah makanan jajanan yang dikonsumsi dan kualitas menu yang disajikan oleh ibu di rumah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sediaoetama 1996, yang menyatakan bahwa tingkat konsumsi dapat ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari kualitas maupun kuantitas, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya. Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi nutritional imbalance, di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk disantap Arisman, 2009. Begitu pula dengan Suhardjo 1996, yang menjelaskan anak yang memilki status gizi kategori kurus dapat disebabkan oleh masukan energi dan protein yang sangat kurang dalam waktu lama. Keadaan gizi anak selain disebabkan oleh asupan zat gizi yang tidak seimbang, dapat pula disebabkan oleh faktor lain seperti pendidikan ibu dan status bekerja ibu. Dari hasil penelitian didapatkan sebesar 44 orang 88 ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan untuk 86 pendidikan ibu, sebagian besar berpendidikan SLTA 38. Menurut Suhardjo 1989, terdapat perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan pada anak-anak yang mempunyai ibu yang bekerja dan tidak bekerja. Ibu yang bekerja akan tersita waktunya dalam menyiapkan dan memberikan makanan kepada anak sehingga diserahkan kepada orang lain. Namun, dalam penelitian ini status gizi kategori kurus banyak terjadi pada anak dengan ibu yang tidak bekerja. Hasil tersebut dapat dikarenakan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi. Suhardjo 2000 berpendapat bahwa setiap orang akan mempunyai status gizi yang baik jika makanan yang dikonsumsi mampu menyediakan zat gizi dalam jumlah yang cukup bagi tubuh. Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting dalam penggunaan dan pemilihan bahan makanan dengan baik, sehingga dapat mencapai keadaan gizi seimbang. Selain itu, dapat pula dikarenakan sifat anak yang mulai dapat memilih makanannya sendiri dan tidak adanya pengawasan terhadap konsumsi makanan di luar rumah. Hal ini didukung oleh pendapat Moehji 2003 yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik anak usia sekolah adalah lebih aktif memilih makanan yang disukai. Mengingat pentingnya peran status gizi dalam menentukan kualitas sumber daya manusia maka perlu dilakukannya pemantauan terhadap status gizi anak agar mencapai status gizi yang baik, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi anak yang berprestasi baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. 87

6.3 Tingkat Keparahan Karies Gigi dan Hubungannya dengan Status Gizi