Tingkat Konsumsi Protein dan Hubungannya dengan Status Gizi

94 jumlah yang kurang. Hal tersebut akan dapat berpengaruh terhadap keadaan stabilitas status gizi anak.

6.5 Tingkat Konsumsi Protein dan Hubungannya dengan Status Gizi

Protein adalah bagian dari semua sel hidup yang merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air Yuniastuti, 2008. Anak-anak usia sekolah membutuhkan asupan protein yang baik agar mampu tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 66 responden memiliki tingkat konsumsi protein yang kurang dari Angka Kecukupan Gizi AKG yang dianjurkan. Menurut Suryani 2002, protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Protein dapat digunakan untuk menyediakan energi. Kecukupan protein penting untuk membangun daya tahan tubuh agar dapat terlindung dari penyakit infeksi. Protein merupakan salah satu zat gizi yang dapat mempengaruhi keadaan status gizi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa tingkat konsumsi protein kurang cenderung lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi kategori kurus. Hal ini serupa dengan penelitian Junaidi 2004, yang menunjukkan bahwa tingkat konsumsi protein pada anak dengan status gizi kategori kurus lebih rendah dibandingkan dengan anak dengan status gizi normal. Namun, berdasarkan hasil uji analisis bivariat, dijelaskan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat 95 konsumsi protein dan status gizi anak kelas dua. Hal ini dimungkinkan bahwa protein yang digunakan sebagai energi tidak banyak karena energi dapat diperoleh dari makanan jajanan yang dikonsumsi responden. Menurut Almatsier 2002, jika kebutuhan energi tubuh tercukupi, maka protein akan digunakan sebagai zat pembangun oleh tubuh. Hasil tersebut diperkuat oleh penelitian Fidiani 2007, yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara protein dengan status gizi. Namun, Isdaryanti 2007 menyatakan sebaliknya yaitu terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi. Berdasarkan hasil recall 2 x 24 jam, didapatkan bahwa makanan sumber protein yang lebih banyak dikonsumsi antara lain daging ayam, telur, tempe, tahu, daging sapi, susu dan ikan segar. Seperti yang dikemukakan oleh Almatsier 2002, bahwa bahan makanan hewani yang merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, yaitu telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sedangkan, bahan makanan sumber nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya seperti tempe, tahu, serta kacang-kacangan lain. Namun, ada beberapa responden yang tidak suka mengkonsumsi makanan tersebut seperti tahu, tempe, daging, susu dan ikan. Padahal menurut Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003, protein dalam tubuh berfungsi sebagai penyedia energi apabila kebutuhan energi tidak tercukupi dari konsumsi karbohidrat dan lemak. Oleh karena itu, sebaiknya para ibu lebih kreatif dalam menyajikan makanan sumber protein, mengingat zat tersebut berperan dalam terjadinya masalah gizi. 96 Selain itu, anak yang memiliki status gizi kategori kurus dan tingkat konsumsi protein kurang tidak hanya mengganggu proses tumbuh dan berkembang tubuh, tetapi juga dapat mengganggu kondisi kesehatan gigi. Menurut Kwon et al 1997, protein merupakan zat yang diperlukan dalam pembentukan formasi enamel gigi yang baik. Kekurangan protein dapat menurunkan ukuran gigi dan meningkatkan kerusakan enamel. Protein sangat berperan dalam komposisi dan volume air ludah atau saliva, yang merupakan faktor penting dalam kesehatan mulut. Selanjutnya menurut Budiningsari 2006, protein secara sistemik berpengaruh terhadap saliva sehingga pH saliva ke arah basa. Efek lokal protein terutama sumber nabati sehingga menaikkan pH saliva sehingga dapat mencegah dari karies gigi atau menekan tingkat keparahan karies gigi. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dibandingkan dengan bahan makanan nabati yang kaya protein Almatsier, 2002. Dari wawancara recall 2 x 24 jam diketahui bahwa sebagian responden mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi makanan sumber protein hewani seperti daging. Anak-anak mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan tersebut, bahkan sampai merasakan sakit gigi ketika mengkonsumsi daging. Oleh karena itu, proses pengolahan makanan tersebut harus sampai lunak. Jika sakit gigi tersebut sudah dirasakan maka anak-anak menjadi malas untuk mengkonsumsinya. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Hidayanti 2005, bahwa karies gigi yang terjadi pada anak akan mengakibatkan munculnya rasa 97 sakit sehingga anak menjadi malas makan. Selain itu, ada juga yang malas mengkonsumsi daging karena sisa-sisa daging sering terselip di beberapa bagian permukaan gigi mereka. Menurut Haryani, et al 2002, morfologi gigi susu lebih memungkinkan retensi sisa makanan yang dapat menyebabkan kondisi kebersihan mulut anak menjadi tidak baik dibandingkan dengan orang dewasa. Pada anak yang mengalami karies gigi memiliki kemampuan daya kunyah yang menurun, karena gigi yang telah mengalami karies memiliki penurunan fungsi. Dengan demikian, kemampuan dalam pencernaan makanan di dalam mulut pun berkurang. Menurut Depkes 2002, jika terjadi gangguan fungsi kunyah sehingga dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan pencernaan makanan, dikhawatirkan pada akhirnya dapat menggangu kondisi gizi anak sehingga terjadi keadaan kurang gizi. Dengan berbagai dampak yang ditimbulkan dari konsumsi protein, maka perlu penanganan terhadap berkurangnya asupan protein di dalam tubuh anak. Pengolahan makanan sumber protein hewani seperti daging, sebaiknya sampai lunak. Hal ini agar anak tidak perlu melakukan pengunyahan makanan dengan kemampuan mengunyah yang tinggi.

6.6 Tingkat Konsumsi Lemak dan Hubungannya dengan Status Gizi