Tingkat Konsumsi Lemak dan Hubungannya dengan Status Gizi

97 sakit sehingga anak menjadi malas makan. Selain itu, ada juga yang malas mengkonsumsi daging karena sisa-sisa daging sering terselip di beberapa bagian permukaan gigi mereka. Menurut Haryani, et al 2002, morfologi gigi susu lebih memungkinkan retensi sisa makanan yang dapat menyebabkan kondisi kebersihan mulut anak menjadi tidak baik dibandingkan dengan orang dewasa. Pada anak yang mengalami karies gigi memiliki kemampuan daya kunyah yang menurun, karena gigi yang telah mengalami karies memiliki penurunan fungsi. Dengan demikian, kemampuan dalam pencernaan makanan di dalam mulut pun berkurang. Menurut Depkes 2002, jika terjadi gangguan fungsi kunyah sehingga dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan pencernaan makanan, dikhawatirkan pada akhirnya dapat menggangu kondisi gizi anak sehingga terjadi keadaan kurang gizi. Dengan berbagai dampak yang ditimbulkan dari konsumsi protein, maka perlu penanganan terhadap berkurangnya asupan protein di dalam tubuh anak. Pengolahan makanan sumber protein hewani seperti daging, sebaiknya sampai lunak. Hal ini agar anak tidak perlu melakukan pengunyahan makanan dengan kemampuan mengunyah yang tinggi.

6.6 Tingkat Konsumsi Lemak dan Hubungannya dengan Status Gizi

Lemak merupakan zat gizi padat energi, dalam bentuk lemak dapat disimpan energi dalam jumlah besar di dalam massa yang kecil. Lemak juga 98 merupakan sumber energi selain karbohidrat dan protein. Kekurangan konsumsi lemak akan mengurangi konsumsi kalori dalam tubuh. Selain itu, kekurangan lemak dapat memberikan gejala-gejala defisiensi vitamin yang larut lemak, seperti vitamin A dan vitamin K. Hal tersebut dapat memberikan gangguan terhadap status gizi anak Sediaoetama, 2000. Hasil penelitian menggunakan recall 2 x 24 jam menunjukkan bahwa sebanyak 88 responden memiliki tingkat konsumsi lemak yang kurang dari 80 Angka Kecukupan Gizi AKG yang dianjurkan. Responden yang memiliki status gizi kategori kurus maka tingkat konsumsi lemak dalam tubuh tergolong kurang. Proporsi responden yang memilki status gizi kategori kurus lebih besar pada anak yang tingkat konsumsi lemak kurang daripada anak yang memiliki tingkat konsumsi lemak baik. Hasil ini diperkuat pula oleh penelitian Junaidi 2004 yang menunjukkan bahwa anak yang memiliki status gizi kategori kurus cenderung memiliki tingkat konsumsi lemak kurang dibandingkan dengan tingkat konsumsi lemak baik. Namun, berdasarkan hasil uji bivariat, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi siswa kelas dua. Hal ini serupa dengan penelitian Fidiani 2007, yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi. Hasil tersebut dapat dimungkinkan bahwa penggunaan lemak sebagai energi dalam jumlah yang kurang karena energi diperoleh dari makanan jajanan yang dikonsumsi responden. Namun, hasil tersebut berbeda 99 dengan penelitian Dewi 2000 dan Handayani 2002, yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi. Status gizi kurus dan tingkat konsumsi lemak kurang akan dapat pula mengakibatkan terganggunya kesehatan gigi anak. Status gizi kategori kurus dan tingkat konsumsi lemak kurang dapat pula mengakibatkan terganggunya kesehatan gigi anak. Penelitian yang dilakukan oleh Alvarez 1995, menyatakan bahwa status gizi anak akan mempengaruhi pertumbuhan gigi, baik gigi susu maupun gigi permanen. Anak yang berstatus gizi kurus akan mengalami tingkat keparahan karies yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berstatus gizi normal. Status gizi pada awal kehidupan berpengaruh terhadap pembentukan dan pertumbuhan gigi. Jika terdapat gangguan gizi maka akan mempengaruhi pembentukan gigi dan mengakibatkan kerentanan terhadap karies menjadi meningkat. Menurut Budiningsari 2006, makanan yang mengandung lemak, pada umumnya sedikit mengandung substrat kariogenik selain sebagai makanan pengganti karbohidrat yang kariogenik, lemak juga mempengaruhi kelarutan karbohidrat di dalam rongga mulut. Lemak berfungsi ke arah efek lokal, sehingga sisa makanan tidak mudah menempel pada permukaan gigi, bakteri tidak memfermentasi sisa makanan dan bersifat hidrofob sehingga bersifat anti bakteri. Selanjutnya menurut Almatsier 2003, lemak dapat berfungsi sebagai pelumas agar bakteri di dalam mulut tidak mudah merusak 100 jaringan gigi, dengan kata lain dapat mencegah terjadinya karies gigi. Penelitian yang dilakukan Kabara 1986, menunjukkan adanya hubungan antara lemak dengan terjadinya karies gigi. 101

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor, maka dapat disimpulkan yaitu: 1. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa dari 50 siswa kelas dua yang diperlukan sebagai responden, jumlah siswa perempuan lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki yaitu sebesar 26 orang atau 52. SLTA merupakan jenjang pendidikan yang paling banyak diselesaikan oleh ibu dari siswa kelas dua yaitu sebesar 19 orang atau 38. Sebanyak 44 orang atau 88 siswa kelas dua mempunyai ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. 2. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa 66 siswa kelas dua di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor memiliki status gizi kurang dan 34 siswa kelas dua memiliki status gizi normal. asupan makanan yang cukup. Dari proporsi tersebut terlihat bahwa siswa kelas dua memiliki status gizi kurang yang cukup tinggi. 3. Tingkat keparahan karies dengan kategori tinggi diderita oleh 74 siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor. Proporsi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menderita tingkat keparahan karies dengan kategori rendah yaitu sebesar 26.