Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
Faktor penting lainnya untuk penyesuaian terhadap perceraian adalah bentuk hubungan dengan mantan pasangan setelah bercerai. Setelah pasangan bercerai,
konflik diantara mereka tidak akan langsung selesai, walaupun pada beberapa pasangan tidak. Peneliti menemukan bahwa beberapa tahun setelah bercerai,
kebanyakan pasangan yang bercerai tidak marah secara intens lagi terhadap mantan pasangannya, namun paling tidak setengah dari mereka masih merasakan
kemarahan dengan mantan pasangan mereka. Saat pasangan memilki hubungan yang tidak baik satu dengan lainnya setelah
bercerai maka mereka akan memilki masalah dalam penyesuaiannya terhadap perceraiannya. Jika komunikasi diantara tidak terbuka dan dengan perilaku yang
rasional, maka mereka memilki masalah. Wanita yang memilki cara komunikasi dengan marah ditemukan lebih mengalami kecemasan dibandingkan dengan
wanita dengan yang bisa mendiskusikan permasalahnnya dengan mantan suaminya. Beberapa tahun setelah perceraian, wanita yang masih memliki
perasaan negatif terhadap mantan pasangannya lebih depresi secara klinis, sedangkan pasangan yang kooperatif secara umum puas dengan kehidupan
mereka dan memilki kesejahteraan psikologis yang baik dibandingakan dengan pasangan yang memilki hubungan negatif.
Teori mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi penyesuaian perceraian digunakan untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi
penyesuaian perceraian wanita desa yang bercerai.
D. Sukses atau Gagalnya Penyesuaian Perceraian
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
Lama Waktu yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan penyesuaian
setelah perceraian berlangsung merupakan hal sulit untuk dijawab karena penyesuaian terhadap perceraian bukan merupakan hal yang bisa terselesaikan
dalam satu waktu. Stewart Brentano 2006 mengemukakan bahwa secara umum, individu yang bercerai membutuhkan waktu tiga sampai empat tahun
setelah bercerai untuk bisa kembali normal. Kitson,1992; Kitson Morgan,1990 dalam Amato,2000 mengemukakan
bahwa terdapat tiga hal yang menunjukan penyesuaian perceraian yang sukses, yaitu :
1. Mengalami sedikit simptom – simptom yang berhubungan dengan
perceraian. 2.
Mampu berfungsi dengan baik dalam peranan dalam keluarga ataupun pekerjaan.
3. Mengembangkan identitas dan gaya hidup yang tidak bergantung dengan
pasangan sebelumnya.
E. Wanita Desa dan Penyesuaian Perceraian
Penduduk desa memiliki ciri- ciri yaitu mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal, adanya ikatan perasaan yang sama tentang kebiasaan, dan cara
usaha hidup bersikap agraris Landis dalam Hesniyanto, 2002. Ciri lain dari masyarakat desa yaitu memiliki hubungan sosial yang kuat dengan teman dan
kerrabat dengan ikatan emosional yang kuat Beard Dasagupta,2006. Listiani, dkk 2002 mengatakan bahwa umumnya wanita desa berada dalam kondisi yang
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
miskin. Secara umum wanita desa berpendapatan dan memiliki pekerjaan yang rendah dan tidak tetap, seperti berternak, bersawah, atau membuat kerajinan
tangan kecil untuk melangsungkan hidup. Sajogyo 1996 mengemukakan bahwa secara umum wanita desa memilki
peran yang khas dalam mengatur rumah tangga. Umumnya, wanita desa bertanggung jawab penuh dengan dalam bidang domestik rumah tangga,
sedangkan lelaki bertanggung jawab atas peranan ekstra domestik atau luar rumah tangga. Tingkat pendidikan wanita desa juga rendah. Hal ini diakibatkan karena
adanya budaya pada masyarakat desa bahwa anak perempuan tidak perlu pendidikan yang lebih tinggi, sebab mereka hanya akan menjadi ibu rumah tangga
saja yang tidak memerlukan keterampilan atau pengetahuan selain pengetahuan pekerjaan rumah tangga.
Keadaan status pendidikan, pendapatan, dan pekerjaan yang rendah mempengaruhi seorang wanita yang bercerai untuk menyesuaikan diri setelah
perceraian Amato,2000. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Cohen Savaya 2003 yang menunjukkan bahwa rendahnya tingkat
pendidikan dan pendapatan yang dimiliki berkorelasi positif dengan ketidakmampuan individu yang bercerai untuk menyesuaikan diri terhdap
perceraiannya, yang dilihat dari lebih tingginya simptom- simptom depresi pada individu dengan tingkat pendidikan dan pendapatan rendah dibandingkan dengan
individu dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang tinggi.
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
Teori mengenai ciri- ciri wanita desa yang memiliki penidikan, pendapatan dan pekerjaan yang rendah digunakan peneliti untuk menentukan sampel dalam
penelitian.
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
Pernikahan
Konflik rumah tangga
Terselesaikan Tidak terselesaikan
Perceraian
8 Kategori Penyesuaian Perceraian : 1.
Penyesuaian Trauma emosioanal 2.
Penyesuaian Sikap masyarakat terhadap perceraian
3. Penyesuaian Kesepian dan social
readjustment 4.
Penyesuaian Pengaturan orang tua 5.
Penyesuaian Keuangan 6.
Penyesuaian Perubahan tanggung jawab dan peran kerja
7. Penyesuaian Kontak dengan
mantan pasangan 8.
Penyesuaian Interaksi dengan
Wanita desa : tingkat pendidikan, pekerjaan,
dan pendapatan ↑
Faktor- Faktor
yang mempengaruhi
penyesuaian perceraian
Penyesuaian Perceraian
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Kualitatif
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk menggali dan mendapatkan gambaran yang luas serta mendalam
berkaitan dengan gambaran penyesuaian perceraian pada wanita desa yang bercerai. Menurut Creswell 1994 penelitian kualitatif adalah suatu proses
penelitian yang memungkinkan peneliti memahami permasalahan sosial atau individu secara lebih mendalam dan kompleks, memberikan gambaran secara
holistik, yang disusun dengan kata-kata, mendapatkan kerincian informasi yang diperoleh dari informan dan berada dalam setting alamiah.
Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2005 mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara
holistik. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller dalam Moleong, 2005
mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada
manusia baik dalam kawasannya maupun peristilahannya. David dan williams dalam Moleong, 2005 mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dan dilakukan oleh orang atau