Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
tidak bisa tidur dengan tenang bahkan selama satu bulan suami tidur dibawah. P2.W1k.227-230hal.79, P2.W1k.147-163hal.77
Partisipan II juga menemui orang pintar untuk mengatasi permasalahan rumah tangganya dan meminta sarat agar suami partisipan II berubah. Partisipan
II juga merasa bahwa ia sudah tua jika dibandingkan dengan selingkuhan suaminya. P2.W1k.232-259hal.79
e. Perceraian
Kurang lebih selama satu bulan suami partisipan II sering pergi dari rumah. Oleh karena itu, partisipan II mempertanyakan mengenai rumah tangganya
dan perilaku suaminya. namun, suami partisipan II menjawab sesuka hatinya. Partisipan merasa kesal dan disepelekan oleh suaminya. P2.W2k.186-193hal.
113, P2.W2k.195-210hal. 113, P3.W2k.52-56hal.130 Akhirnya, partisipan II merasa kesal dan sering dibohongi. Partisipan II
menginginkan penyelesaian yang pasti jika memang suaminya sudah tidak menyukainya lagi. Secara spontan partisipan II pura- pura mencekik dan mau
membacok dirinya agar keluarganya datang sekaligus melihat tindakan dan keputusan suami atas masalah rumah tangganya. P2.W1k.315-322hal. 81,
P3.W2k.59-76hal. 130, P2.W1k.294-304hal. 80 Ternyata tindakan suami justru mengikrarkan perceraian kepada partisipan
II. Hal ini membuat partisipan II terkejut karena partisipan tidak menduga suaminya akan menceraikannya. P2.W1k.324-328hal. 81, P2.W1k.306hal. 80
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
Partisipan II akhirnya bercerai secara agama dengan suaminya pada tahun 2007 dan disaksikan oleh keluarga partisipan II tanpa ada proses secara resmi ke
pengadilan. Partisipan II mengatakan karena keterbatasan biaya menyebabkan ia tidak meresmikan perceraiannya ke pengadilan. P2.W1k.166-168hal. 77,
P2.W1k.275-282hal. 80, P2.W1k.371-373hal. 82, P2.W1k.375-383hal. 82 Setelah perceraian selesai partisipan II dan mantan suaminya tidak ada
mempermasalahkan kepemilikan rumah ataupun masalah harta lainnya. Rumah yang ditempati partisipan II saat ini adalah rumah mereka berdua, jadi tidak
mungkin di bongkar untuk dibagi dua. P2.W1k.517-523hal. 85
f. Penyesuaian Perceraian
1 Penyesuaian Trauma emosional
Setelah suami pergi dari rumah muncul perasaan sedih dalam diri partisipan, apalagi saat melihat kondisi anak- anak partisipan II jadi bertambah
sedih. Partisipan II tidak menduga suaminya tega melakukan hal ini kepada ia dan anak – anaknya dan perasaan kesal terhadap mantan suaminya tak bisa ia hindari
saat partisipan II melihat anaknya yang tidak sanggup berpisah dengan ayahnya. P2.W1k.566-561hal. 86, P2.W1k.563-560hal. 86-87
Pada awal perpisahan partisipan II merasakan trauma dan sangat merasakan kehilangan suaminya. Penderitaan yang dirasakan partisipan II
membuatnya menangis dan semakin bertambah sedih saat anak- anaknya ingat dan mencari bapaknya. P2.W3k.370hal. 137, P2.W3k.546-555hal. 143
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
Butuh waktu lama bagi partisipan II untuk menenangkan dirinya tetapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkan penderitaannya kepada orang lain,
khusunya pada orang tuanya karena partisipan II tidak ingin membebani orang tuanya. Walaupun sakit karena perilaku suaminya masih terasa, namun partisipan
II menyadari ia masih punya anak yang harus ia perjuangkan. P2.W3k.299- 302hal. 136, P2.W3k.305-320hal. 136
Kehadiran anak- anak dalam kehidupan partisipan II membuatnya sadar dan bangkit. Walaupun selama satu bulan ia lalui dengan merasakan stres karena
perceraiannya, partisipan II berusaha menerima semua yang terjadi dan kembali bekerja. Partisipan II juga merasa bahwa bukan hanya dirinya yang merasakan
penderitaan seperti ini, masih banyak orang lain yang menderita lebih sulit darinya. Muncul semangat dalam diri partisipan II setelah ia bekerja dan bertemu
dengan teman – temannya. Tempat kerja yang jauh dan melelahkan membuat partisipan II banyak menghabiskan waktu dengan teman – temannya sehingga
membuat partisipan II bisa tertawa dan terhibur. Walaupun terkadang saat anak sakit ataupun kembali ke rumah teringat dan muncul rasa kesal dengan mantan
suaminya, namun partisipan mengatakan bahwa saat ini rasa stres yang dialaminya semakin berkurang. P2.W1k.629-534hal.103, P2.W3k.362-
363hal.137, P2.W3k.381-395hal.138, P2.W3k.348-361hal.138, P2.W1k.1387-1404hal. 105
Setelah bercerai partisipan II tidak ada mengalami perubahan pola tidur ataupun pola makan dan membuat berat badanya turun justru bertambah.
Permasalahan perceraian yang dihadapainya tidak membuat partisipan II
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
memikirkannya, hal ini disebabkan karena sifatnya yang santai dalam menghadapi permasalahan sehingga tidak membuatnya samapi merenung. P2.W1k.1456-
1460hal. 107, P2.W1k.1463-1466hal. 107, P2.W1k.1468-1470hal. 107, P2.W1k.1475-1476hal. 107, P2.W1k.1479-1478hal. 107-108
Seiring berjalannya waktu, saat ini partisipan II mengatakan bahwa ia sudah tidak terlalu sering memikirkan dan mengingat perceraainnya. Hanya saja
sesekali ia bermimpi, walaupun masih terasa sakit, tetapi partisipan II merasa rasa sakitnya terhadap mantan suaminya sudah banyak berkurang. P2.W3k.542-
544hal. 143, P2.W3k.557-559hal. 143, P2.W1k.564-567hal. 87
2 Sikap Masyarakat Terhadap Perceraian
Tidak ada yang tetangga sekitar yang menyalahkan partisipan II karena selama ini ia merasa ia tidak pernah mengeluh dan banyak menuntut dengan suaminya
saat menikah dulu. Tetangga sekitar juga tidak ada yang memojokkan partisipan II atas perceraiannya.P2.W1k.607-618hal. 88, P2.W1k.621-627hal. 88
Perceraian partisipan II dengan suaminya tidak membuatnya malu dengan tetangga sekitar karena ia tidak merasa bahwa dirinya yang melakukan sehingga
menyebabkan perceraian. Selama berpisah dengan suaminya partsipan tidak berperilaku yang negatif sehingga jika ada tanggapan dari tetangga sekitar, hanya
tanggapan yang baik saja. Partisipan II mengatakan bahwa masyarakat sekitar justru merasa kasihan kepadanya. P2.W2k.362-376hal. 117, P2.W2k.378-
387hal. 117, P2.W3k.481-488hal. 141
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
Masyarakat sekitar justru banyak yang membantu partisipan II. Teman- teman partsipan II yang dahulu datang dan ada yang memberi anak partisipan II
jajan, ada juga yang memberikannya nasehat. Jika para teman atau kerabat partisipan II memiliki rezeki lebih, partisipan II juga akan merasakannya,
misalanya dengan memberikan bantuan berupa uang ataupun makanan jika ada acara di rumahnya. Kepedulian masyarakat sekitar membuat partisipan II kuat
untuk melewati hari- hari setelah percerainnya. P2.W3k.1048-1052hal. 155, P2.W3k.1056-1070hal. 155, P2.W3k.1072-1076hal. 155, P2.W3k.1107-
1118hal. 155
3 Penyesuaian Terhadap Kesendirian dan Social Readjustment
Selama menikah, suami partisipan II jarang berada di rumah. Kepergian suami merantau untuk bekerja terkadang sampai satu bulan lamanya dan hanya
sebentar di rumah kemudian pergi lagi. Kebiasaan ini membuat partisipan II sudah terbiasa berpisah sehingga tidak terlalu merasa kehilangan suaminya setelah
bercerai. P2.W1k.637-640 hal. 88, P2.W1k.642hal. 89, P2.W1k.644-652 hal. 89
Namun partisipan II tidak bisa menghindari bahwa semenjak ia berpisah dengan suaminya ada perasaan sunyi dan terpukul saat di dalam rumah, apalagi
perpisahan partisipan II dengan suami terjadi secara tiba- tiba. Ketidakhadiran suami di rumah lagi semakin terasa bagi partisipan II saat ia sakit karena biasanya
jika ia sakit suaminya sering memijat- mijatnya. Namun, partisipan II menyadari bahwa ini suratan hidupnya, sehingga ia tidak terlalu sering memikirkannya.
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
P2.W3k.506-512 hal. 142, P2.W3k.527-529 hal. 142, P2.W3k.537-540 hal. 143
Kehadiran anak juga membuat partisipan II merasa terhibur, saat berpartisipan In- partisipan In dengan anak- anak membuat partisipan tidak stres.
P2.W3k.594-599 hal. 144 Sampai saat ini belum ada keinginan partisipan II untuk menikah kembali.
Menurut partisipan II jodohnya hanya satu yaitu suaminya sampai akhir hayat. Partisipan II mengatakan bahwa ia merasa trauma untuk menikah kembali.
Partisipan II menganggap bahwa laki- laki sama dengan suaminya dan takut jika ia menikah lagi bertemu dengan laki- laki yang lebih menyakitinya lagi. Saat ini
hati partisipan II sudah tertutup untuk laki- laki lain, bagi partisipan II pasangan hidupnya hanyalah suaminya bahkan samapai meninggal, jadi jika suaminya
masih mau rujuk kembali, partisipan II masih mau untuk membina hubungan lagi. P2.W1k.663-667 hal. 89, P2.W1k.704-705 hal. 90, P2.W3k.561 hal. 143,
P2.W1k.672-678 hal. 89, P2.W1k.680-701 hal. 89, P2.W3k.563-590 hal. 144 Umur partisipan II yang sudah semakin tua, 48 tahun membuat partisipan
II tidak mau untuk menikah kembali dengan lelaki lain, tetapi jika suami meminta rujuk, demi anak partisipan II bersedia. P2.W1k.718-752 hal. 90-91
4 Penyesuaian Terhadap Pengaturan Orang Tua
Setelah perceraian terjadi mantan suami partisipan II masih sering menemui anaknya jika sudah pulang dari merantau. Partisipan mengatakan bahwa
mantan suami pernah meminta untuk membawa anaknya yang paling kecil tinggal
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
bersamanya. Namun, partisipan tidak pernah memberi izin kepada mantan suaminya untuk mengasuh anaknya. P2.W1k.710-711 hal. 90, P2.W1k.714
hal. 90, P2.W1k.508-513 hal. 85, P2.W3k.638-639 hal. 145 Walaupun mantan suami partisipan II pernah meminta untuk mengasuh
anaknya, namun partisipan II mengatakan bahwa ia dan mantan suaminya tidak pernah memperebutkan hak asuh anak. partisipan II masih memberi izin jikan
mantan suami mau bertemi anak- anak. Bagi partisipan II anak merupakan sumber kekuatan, jadi terserah jika mantan suaminya tidak membantu partisipan II
memenuhi kebutuhan anak- anak, yang terpenting anak tidak diambil dari partisipan II. P2.W1k.1321-1330 hal. 104, P2.W1k.1332-1342 hal. 104,
P2.W3k.641-660 hal. 145-146, P2.W3k.663-670 hal. 146 Komunikasi antara partisipan II dengan mantan suaminya mengenai masih
anak masih berjalan lancar. Terkadang partisipan II masih berkonsultasi dengan mantan suami mengenai anak, misalnya masalah sekolah anak. P2.W1k.1010-
1011 hal. 97, P2.W1k.1014-1031 hal. 97
5 Penyesuaian Keuangan
Kondisi keuangan partisipan II berubah setelah bercerai dan partisipan II merasa bahwa masalah ini merupakan masalah yang sulit dihadapinya setelah
bercerai. Partisipan II mengatakan bahwa setelah bercerai keuangannya berkurang karena saat ini hanya partisipan II yang mencari nafkah untuk kebutuhan rumah
tangga. P2.W2k.481-483hal.119, P2.W1k.1242-1250hal.102, P2.W2k.684hal.124
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
Mantan suami partisipan II hanya sekedar memberikan uang jajan kepada anak- anaknya dan menurut partisipan II tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
ketiga anaknya. Walaupun partisipan II kesal dengan suaminya yang tidak memuhi kebutuhan anak- anaknya, namun partisipan II tidak mau menuntut lebih
jauh karena ia mengetahui pendapatan suaminya, apalagi saat ini mantan suami partisipan sudah menikah lagi. P2.W1k.506-519hal.120, P2.W1k.755-
764hal.91, P2.W3k.718-728hal.147 Kebutuhan yang harus dipenuhi membuat partisipan II harus menambah
pekerjaannya dan bekerja tanpa lelah untuk mendapatkan uang. Partisipan II bekerja sebagai buruh perkebunan, berangkat pukul 06.00 dan pulang pukul 11.00
dengan penghasilan 9000,00 per hari. Begitu juga dengan anak partisipan II yang tertua. Setelah bercerai, anak partisipan II mulai bekerja sepulang sekolah
mengupas pinang atau kelapa untuk sekedar memenuhi uang jajannya. Terkadang mucul rasa takut dalam diri partisipan II tidak bisa untuk memenuhi ekonomi
keluarga, namun partisipan II tetap yakin bahwa Allah akan memberikan rezeki kepadanya. P2.W1k.797-801hal.92, P2.W2k.522-525hal.120, P2.W3k.969-
972hal.153, P2.W3k.978-992hal.153 Hal lain yang membantu partisipan II untuk mengatasi masalah
ekonominya, setelah bercerai ia mendapat bantuan beras miskin. Para tetangga juga banyak yang kasihan melihat kehidupan partisipan II setelah bercerai,
sehingga ada yang memberi jajan kepada anak- anak partisipan II. Begitu juga halnya dengan keluraga, partisipan II merasa keluarga tidak mungkin tega
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
membiarkan dia dan anak- anaknya tidak makan, sehingga membuatnya tidak takut dan putus asa. P1.W1k.822-836hal.93
6 Penyesuaian Tehadap Perubahan Tanggung Jawab dan Peran Kerja
Pekerjaan partisipan II bertambah setelah bercerai. Pagi hari partisipan II bekerja di kebun, setelah itu, partisipan II bekerja apa saja yang bisa
menghasilkan uang. Hal ini dilakukan partisipan II untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. P2.W1k.804-808hal. 92, P2.W2k.485-487hal. 120, P2.W3k.689-
691hal. 146 Peran sebagai orang tua tunggal membuat partisipan II harus merangkap
mencari nafkah anak- anak. Hal yang berat dirasakan partisipan II untuk dipenuhi adalah kebutuhan untuk makan. Kebutuhan lainnya, seperti sekolah tidak begitu
menjadi masalah bagi partisipan. Mantan suami yang tidak memberikan biaya untuk kebutuhan anak- anaknya membuat partisipan II harus pandai mengatur
keuangannya agar cukup Rp 5000,- dalam satu hari. Pada awal setelah bercerai partisipan II mengatakan bahwa ia merasakan beratnya perubahan ekonomi,
namun lama- kelamaan anak- anak sudah mulai terbiasa jika uang jajan mereka berkurang. P2.W3k.1000-1009hal.154, P2.W3k.1012-1030hal.154,
P2.W3k.920-938 hal.152 Menjaga anak merupakan hal yang sulit bagi partisipan II untuk dihadapi
dibandingkan dengan permasalahan lainnya. Partisipan II mengatakan bahwa ia terasa berat melihat penderitaan anak- anak karena biasanya permasalahan rumah
tangga ditanggung berdua, tetapi saat ini partisipan II hanya menanggung sendiri.
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
P2.W1k.1257-1258hal. 10, P2.W1k.1260-1275hal. 102, P2.W2k.686-689hal. 124
Terkadang partisipan II mempertanyakan dirinya apakah ia mampu membimbing anak- anaknya tanpa kehadiran ayahnya lagi. Percerainnya dengan
suaminya membuat partisipan II kehilangan tempat untuk bercerita dan mengeluhkan masalah anak- anak sehingga partisipan II hanya bisa menceritakan
masalah anak-anak sesekali jika bertemu dengan mantan suaminya saja. P2.W2k.947-952hal. 152, P2.W3k.324-329hal. 136, P2.W2k.705-725hal.
122, P2.W3k.959-961hal. 153 Pekerjaan partisipan II yang bertambah setelah bercerai membuat
partisipan II menjadi letih. Tanggung jawab sebagai orang tua yang dipikul sendiri membuat partisipan II marah- marah kepada anaknya jika ia pulang kerja rumah
dalam keadaan tidak rapi. Partisipan II mengatakan sebelum bercerai ia tidak teralu lelah, tetapi saat ini ia harus bekerja, memikirkan keuangan, pikiran suntuk,
sehingga membuat ia marah- marah kepada anaknya sampai mengupat mereka. P2.W2k.614-624hal. 122, P2.W2k.638-647hal. 122, P2.W3k.747-748hal.
148, P2.W3k.756-765hal. 148 Tidak ada yang berubah dalam masalah praktis pekerjaan rumah tangga
sebelum dan sesudah perceraian. Pekerjaan rumah tangga sudah biasa partisipan II lakukan sendiri karena sebelum bercerai pun suami tidak ikut mengurusi
pekerjaan rumah tangga, suami hanya bekerja mencari nafkah. Jika ada kerusakan di rumah, walaupun berat partisipan II terbiasa mengerjakan sendiri.
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
P2.W1k.1183hal. 101, P2.W1k.1189-1194hal. 101, P2.W1k.1211-1215hal. 101, P2.W1k.1223-1232hal. 102
7 Penyesuaian Kontak Dengan Mantan Pasangan
Setelah mengikrarkan perceraian, mantan suami masih tinggal di rumah kurang lebih setengah bulan. Namun, partisipan II mengatakan bahwa ia dan
mantan suaminya sudah pisah ranjang. P2.W1k.398-399hal. 83, P2.W1k.409- 410hal. 83, P2.W3k.162-164hal. 132, P2.W3k.209-217hal. 133
Pada awalnya partisipan II masih bersikap baik dengan mantan suami dan masih menyiapkan bekal makanan untuk suami bekerja. Partisipan II juga
mendapat harapan baik atas hubungannya karena mantan suami meminta rujuk, namun mantan suaminya tidak meminta izin kepada orang tua partisipan II.
Akhirnya, mantan suami pergi merantau. Pada awalnya partisipan II mengira bahwa suaminya akan berubah, tetapi kenyataannya mantan suaminya tidak
pernah lagi pulang ke rumah, justru menikah lagi dengan perempuan lain. P2.W3k.169-188hal. 132-133, P2.W3k.223-231hal. 134, P2.W3k.263-
266hal. 135 Pada awal berpisah dengan mantan suaminya, partisipan II mengatakan
bahwa ia tidak mau berbicara dengan mantan suaminya jika menelpon. Namun sekarang, jika mantan suami datang partisipan II sudah mau menegur, jika mantan
suami menelpon, partisipan II juga sudah mau bicara. Walaupun terkadang jika partisipan II teringat dan kesal dengan yang telah diperbuat mantan suaminya,
partisipan II memilih menghindar dari mantan suaminya dari pada bertengkar di
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
rumah dengan mantan suaminya.P2.W1k.918-920hal. 95, P2.W1k.899-913hal. 94-95, P2.W1k.922-923hal. 95, P2.W2k.660-671hal. 124
Hubungan partisipan II dengan mantan suaminya saat ini biasa- biasa saja. Walaupun masih ada rasa sakit hati namun partisipan II masih mau menerima
mantan suaminya menginap di rumah dan melayaninya dengan baik. Terkadang jika mengingat kebaikannya, partisipan II merasa kasihan kepada mantan
suaminya. P2.W1k.839-867hal. 93, P2.W3k.383-405hal. 139, P2.W3k.407- 414hal. 140
8 Penyesuaian Interaksi Dengan Keluarga
Keluarga partisipan II, khususnya kedua orang tuanya menjadi tempat partisipan II untuk bercerita permasalahannya setelah bercerai. Partisipan II
mengatakan bahwa kedua orang tua juga banyak membantunya untuk mengasuh dan menjaga anak- anaknya saat ia pergi bekerja. P2.W2k.563-585hal. 121
Keluarga partisipan II juga membantu partisipan II dengan memberikan partisipan II nasehat yang membuatnya menjadi tenang. Orang tua partisipan II
selalu menasihatinya untuk bersabar dalam menghadapi anak- anaknya dan hal ini menjadi kekuatan bagi partisipan II untuk bertahan. P2.W1k.1406-14016hal.
106, P2.W2k.705-725hal. 125 Sebaliknya, hubungan partisipan II dengan keluarga mantan suaminya
terjalin kurang baik. Partisipan II mengatakan bahwa mantan mertuanya setelah bercerai tidak pernah melihat cucunya. Mertuanya juga tidak memberi tanggapan
kepada anak partisipan II saat anak nya datang ke rumah neneknya untuk meminta
Fashihatin : Penyesuaian Perceraian Pada Wanita Desa Yang Bercerai, 2009.
uang membeli beras. Semenjak peristiwa itu, anak- anak partispan II tidak pernah mengunjungi neneknya. Peristiwa ini juga menimbulkan perasaan kesal da sakit
hati dalam diri partisipan II P2.W1k.1047-1067hal. 98, P2.W1k.1093-1136hal. 99-100, P2.W2k.731-737hal. 125
B. Interpretasi
1. Partisipan I
Pernikahan partisipan I dengan suaminya tidak dirasakan bhagia oleh partisipan I. Hal ini disebabkan karena suami partisipan I berselingkuh dengan
wanita lain dan semenjak itu, partisipan I sering bertengkar dengan suaminya. Suami partisipan I juga sering memukulnya saat di rumah. Konflik dalam rumah
tangganya membuat partisipan I sempat mengunjungi dukun untuk membantu menyelesaikan masalahnya. Sampai akhirnya partisipan I tidak mampu bertahan
lagi dan memutuskan untuk bercerai. Setelah merasa ketidakbahagiaan dalam rumah tangganya, selama 5 bulan
partisipan I berfikir untuk mempertahankan atau tidak rumah tangganya. Namun, partispan I merasa perilaku suaminya membuatnya sengsara dan tidak tahan jika
tetap bersama dengan suaminya. Partisipan I merasa putus asa dan merasa bahwa harapan untuk memperbaiki rumah tangga sudah tidak ada lagi. Akhirnya,
partisipan I memutuskan untuk bercerai dan setelah itu partisipan I berpisah dengan suaminya.
Stewart Brentano 2006 mengemukakan bahwa salah satu tugas yang dilalui selama masa perpisahan adalah perceraian secara resmi yang meliputi tiga