Analisa Data Problematika Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

22 hak, kemudian cirri-ciri tersebut diterapkan pada sampel, kemudian dipilih mana yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. 31 Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dilaksanakan dua tahap penelitian yaitu penelitian kepustakaan dan studi lapangan. Penelitian Kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, baik berupa bahan hukum primer dan sekunder maupun bahan hukum tersier. Setelah di inventarisasi dilakukan penelaahan untuk membuat intisari dari setiap peraturan yang berhubungan dengan perwakafan tanah.Selanjutnya dilakukan studi lapangan terhadap responden yaitu beberapa wakif dalam rangka memperoleh data primer melalui alat pengumpulan data yang merupakan bahan utama dalam penelitian ini.

5. Analisa Data

Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan kemudian disusun secara sistematis, dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Data tersebut kemudian dianalisa secara interpretatif menggunakan teori maupun hukum positif yang telah dituangkan kemudian secara deduktif ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada. 32 31 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal. 31. 32 Ronny Hanitijo, Op. Cit, hal.119 Universitas Sumatera Utara 23

BAB II WAKAF BERDASARKAN HUKUM ISLAM

DAN PERATURAN-PERTURAN HUKUM AGRARIA

A. Wakaf Berdasarkan Hukum Islam 1.

Pengertian Wakaf Kata wakaf berasal dari waqf, yang berarti menahan atau berhenti atau diam di tempat. Secara peristilahan, wakaf berarti menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk penggunaan yang mu’bah tidak dilarang Tuhan, serta dimaksudkan untuk mendapat keridhaan Allah SWT. 33 Menurut Moh. Anwar, wakaf ialah menahan suatu barang dari dijual belikan atau diberikan atau dipinjamkan oleh pemilik, guna dijadikan manfaat untuk kepentingan tertentu yang diperbolehkan oleh syara’ serta tetap bentuknya, dan boleh dipergunakan, diambil manfaatnya oleh orang yang ditentukan orang yang menerima wakaf , atau umum. 34 Para ulama telah berbeda pendapat mengenai arti wakaf secara istilah hukum, hal ini sesuai dengan perbedaan mazhab yang telah dianutnya. Adapun pendapat masing-masing mazhab adalah sebagai berikut: 35 1. Menurut Mazhab Syafi’i, antara lain: a. Wakaf menurut Imam Nawawi, “Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tetapi bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada 33 Azhar Basyir, MA.,Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijaroh dan Syirkah. Bandung : PP. Al-Ma’arif, 1977, hal. 5 34 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Cetakan Pertama, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hal. 494 35 Elsi Kartika Sari, S.H, M.H, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Jakarta: PT. Grasindo, 2006, hal. 54-55. 23 Universitas Sumatera Utara 24 padanya dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah”. b. Wakaf menurut Ibnu Hajar Al-Haitami dan Syaikh Umairah, “Menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan harta tersebut, dengan memutuskan kepemilikan barang tersebut dengan pemiliknya untuk hal yang dibolehkan”. 2. Menurut Mazhab Hanafi, a. Wakaf menurut A. Imam Syarkhasi, menahan harta dari jangkauan kepemilikan orang lain habsul mamluk’an al-tamlik min al-ghair”. b. Al-Murghiny mendefenisikan wakaf ialah menahan harta di bawah tangan pemiliknya, disertai pemberian manfaat sebagai sedekah habsul’aini ala maliki al-wakif wa tashaduk bi al-manfa’ab. 3. Menurut Mazhab Malikiyah Ibnu Arafah mendefenisikan wakaf adalah memberikan manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya, bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemiliknya meski hanya perkiraan pengandaian. Dalam pasal 215 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam KHI, wakaf adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran Islam. sedangkan dalam UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, Wakaf ialah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan danatau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah danatau kesejahteraan umum menurut syariah. 36 Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Wakaf, Wakaf adalah Perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan 36 Ibid,. Universitas Sumatera Utara 25 melembagakannya untuk selama lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. 37 Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum yang suci dan mulia, sebagai shodaqah zariah atau amalan yang pahalanya selalu mengalir walaupun orang yang mewakafkan telah meninggal dunia. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa mewakafkan sesuatu adalah jauh lebih mulia dari pada sedekah. Menurut Imam Syafi’i, berlaku sah apabila orang yang mewakafkan telah menyatakan dengan perkataan “saya telah wakafkan” sekalipun tanpa diputus hakim. Bila harta tersebut telah diwakafkan maka orang yang berwakaf tidak berhak lagi atas harta itu walaupun harta tetap di tangannya. 38 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan unsur-unsur pengertian wakaf tersebut antara lain; 1 Harta benda milik seseorang atau badan hukum. 2 Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis bila dipakai. 3 Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya 4 Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak dapat dihibahkan, diwariskan atau diperjual belikan. 5 Digunakan untuk kepentingan umum dan ibadah. 37 Departemen Agama. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, hal. 60-61 38 Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita.Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 133 Universitas Sumatera Utara 26 Keberadaan wakaf telah mendapatkan pengakuan dalam UUPA, yakni pasal 49 yang menegaskan: 39 1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. 2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana dimaksud pada pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dengan hak pakai. 3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah. Dari ketentuan tersebut terkandung makna, bahwa perihal pertanahan erat hubungannya dengan peribadatan dan keperluan suci lainnya, yang salah satunya adalah perwakafan tanah, yang dalam hukum agraria nasional mendapat perhatian.

2. Ikrar Wakaf