17 fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi dan
tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi Fennema, 1985. Secara umum, dapat dikatakan bahwa bentuk kurva sorpsi isotermis ini khas untuk
setiap jenis bahan pangan Winarno, 2004. Pengetahuan tentang sorpsi isotermis suatu bahan pangan akan sangat
membantu sekali dalam penentuan jenis pengemas yang dibutuhkan dan memprediksikan karakteristik kondisi penyimpanan yang sesuai serta masa
simpannya Mir dan Nath, 1995 sehingga pertumbuhan mikroba yang sering menyebabkan kerusakan bahan pangan dapat dihindari Boente et al., 1996.
Selain itu berguna juga untuk menghitung waktu pengeringan, memprediksikan kondisi keseimbangan dalam suatu campuran produk dengan nilai a
w
yang berbeda Chirife dan Iglesias, 1978.
E. MODEL PERSAMAAN SORPSI ISOTERMIS
Menurut Sun 2000, lebih dari 200 model sorpsi isotermis produk tersedia, namun tidak ada satu pun model yang mampu menggambarkan
dengan baik untuk seluruh produk pangan dengan kisaran RH dan suhu yang luas. Ketepatan setiap model tergantung pada kisaran nilai a
w
dan jenis bahan penyusun produk pangan tersebut. Model matematika mengenai persamaan
sorpsi isotermis ini sudah sangat banyak dikemukakan para ahli baik secara empiris, semi empiris, maupun teoritis Chirife dan Iglesias, 1978, Van den
Berg dan Bruin, 1981. Nilai dari suatu model sorpsi isotermis tergantung pada kemampuannya secara matematis untuk menguraikan sorpsi isotermis dan
kemampuan tetapan-tetapan dalam model tersebut untuk menjelaskan fenomena secara teoritis. Model matematika yang dikembangkan pada
umumnya tidak dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis dan hanya dapat memprediksi kurva sorpsi isotermis pada salah satu dari ketiga
daerah kurva sorpsi isotermis. Penggunaan model sorpsi isotermis sangat tergantung pada tujuan pemakai misalnya jika ingin mendapatkan kemulusan
kurva yang tinggi maka model yang sederhana dan lebih sedikit jumlah tetapannya akan lebih mudah penggunaannya Labuza, 1982.
18 Menurut Chirife dan Iglesias 1978, ada beberapa kendala yang
dihadapi dalam menyusun suatu persamaan yang dapat menjelaskan kurva sorpsi isotermis pada keseluruhan selang a
w
yang ada dan dapat diaplikasikan untuk berbagai jenis bahan pangan, yaitu:
1. Perubahan a
w
pada bahan pangan dipengaruhi oleh kombinasi berbagai macam faktor yang masing-masing mendominasi dalam selang-selang a
w
yang berbeda. 2.
Sorpsi isotermis suatu bahan pangan menggambarkan kemampuan higroskopis yang kompleks dan dipengaruhi oleh interaksi baik fisik
maupun kimia antara komponen-komponen bahan pangan tersebut yang diinduksi oleh proses pemanasan atau perlakuan awal lainnya.
3. Pada saat bahan pangan menyerap air dari lingkungannya, bahan pangan
tersebut umumnya akan mengalami perubahan baik perubahan fisik, kimia, dan lainnya.
Teori paling klasik tentang adsorpsi lapisan tunggal yang merupakan dasar bagi perkembangan teori-teori selanjutnya dikemukakan oleh Langmuir
1918. Dari percobaannya didapat persamaan berikut: V = V
m
[baK+ba] dimana:
V = jumlah gas yang diadsorpsi pada tekanan tertentu
V
m
= jumlah gas yang diadsorpsi pada lapisan tunggal a
= sifat termodinamika gas b
= konstanta yang tergantung pada suhu dan jenis bahan Model Langmuir ini tidak cocok diterapkan pada bahan pangan karena
adanya asumsi-asumsi yang tidak dapat dipenuhi dalam persamaan seperti adsorpsi air dapat bersifat lebih dari satu lapisan molekul air, permukaan bahan
tidak rata dan terdiri dari berbagai komponen yang masing-masing mempunyai ikatan yang berbeda terhadap air, dan interaksi molekul-molekul uap air yang
diadsorpsi dapat terjadi. Untuk menyempurnakan asumsi Langmuir, Brauner, Emmet, dan Teller 1938 menambahkan bahwa proses adsorpsi tidak hanya
19 bersifat satu lapis molekul air, namun juga membentuk lapisan molekul ganda.
Bentuk persamaan isotermis BET adalah sebagai berikut: aw
= 1 + a
w
C – 1 1 – a
w
M CM
m
CM
m
dimana: M
m
= kadar air pada lapisan tunggal C
= tetapan adsorpsi BET Model BET ini hanya dapat digunakan pada kisaran a
w
kurang dari 0.5, namun data yang didapat ini sangat tepat untuk menggambarkan kondisi lapisan
tunggal dari suatu bahan pangan Labuza, 1982 diacu dalam Arpah, 2001. Salah satu model yang diakui secara internasional adalah model GAB
Guggenheim, Anderson, dan de Boer. Model ini bisa menggambarkan sorpsi isotermis bahan pangan pada kisaran a
w
yang lebih luas dari model BET, yaitu 0.05 a
w
0.9 dan Spiess dan Wolf, 1987. Persamaan GAB merupakan persamaan yang tepat untuk menggambarkan sorpsi isotermis pada sebagian
besar produk pangan. Model sorpsi isotermis GAB dinyatakan sebagai berikut: M = X
m
C K a
w
1 – K a
w
1 – K a
w
+ C K a
w
dimana: M
= kadar air basis kering a
w
= aktivitas air X
m
= kadar air monolayer K =
konstanta C =
konstanta energi
Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan
dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini merupakan salah satu persamaan yang paling banyak digunakan untuk kebanyakan bahan pangan,
terutama biji-bijian Chirife dan Iglesias, 1978. Bentuk persamaan tersebut adalah seperti dibawah ini.
1 - a
w
= exp -KMe
n
20 dimana:
Me = kadar air kesetimbangan basis kering
K dan n = konstanta
Selanjutnya, Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang dapat berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada selang a
w
0.0 sampai 0.85. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut dengan P1 dan P2 merupakan
konstanta. ln Me = ln P1 – P2a
w
Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer. Persamaan ini dapat digunakan
untuk bahan makanan dengan a
w
0.1 sampai 0.81. Berikut ini adalah model persamaan Hasley.
a
w
= exp [-P1Me
P2
Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada a
w
0.00 sampai 0.85 dan cocok untuk kurva sorpsi isotermis yang berbentuk S
sigmoid. Model persamaan Oswin tersebut adalah seperti dibawah ini. Me
= P1 [a
w
1 – a
w
]
P2
Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk bahan pangan pada semua kisaran nilai a
w
. Persamaan tersebut dinyatakan sebagai berikut.
a
w
= exp[-P1expP2Me]
F. KEMASAN