IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendugaan umur simpan terhadap produk biskuit adonan lunak dan adonan keras dilakukan dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan kadar
air kritis. Pendekatan kadar air kritis yang dipakai terdiri dari dua pendekatan, yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis
termodifikasi. Pada dasarnya, pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk menduga umur simpan produk yang memiliki kurva sorpsi isotermis yang
berbentuk sigmoid, misalnya produk biskuit, sedangkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi biasanya digunakan untuk produk yang mempunyai kurva
sorpsi isotermis, tapi bentuknya tidak sigmoid sehingga tidak bisa diasumsikan linear, misalnya produk dengan kelarutan tinggi seperti produk dengan kadar
sukrosa tinggi, misalnya permen. Penelitian ini membandingkan hasil pendugaan umur simpan yang diperoleh berdasarkan kedua pendekatan dan selanjutnya
menentukan pendekatan yang tepat untuk produk biskuit. Biskuit yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis biskuit
yang berbeda. Alasan pemilihan dua jenis biskuit yang berbeda ini adalah untuk mewakili jenis biskuit secara umum. Biskuit yang digunakan diambil dari produk
yang sudah ada di pasaran yaitu biskuit glukosa yang mewakili biskuit jenis adonan lunak dan biskuit marie yang mewakili jenis adonan keras. Biskuit adonan
lunak memiliki kadar gula 25 – 40 dan kadar lemak 15 Soenaryo, 1985. Biskuit adonan keras memiliki kadar gula 20 dan kadar lemak 12 – 15
Soenaryo, 1985. Perbedaan komposisi kedua jenis biskuit dapat dilihat pada Lampiran 11.
A. KADAR AIR AWAL DAN KADAR AIR KRITIS
Kadar air awal dan kadar air kritis merupakan parameter pertama yang perlu diukur dalam pendugaan umur simpan. Penentuan kadar air kritis ini
diawali dengan survei konsumen tentang atribut utama biskuit dan penyebab kerusakan produk biskuit. Hal ini dilakukan untuk mengetahui parameter kritis
yang menentukan penolakan konsumen terhadap produk biskuit. Survei dilakukan terhadap 35 orang panelis lihat Lampiran 2, dimana panelis
41 diminta untuk memilih salah satu atribut yang paling menentukan kerusakan
produk biskuit secara umum. Berikut ini disajikan data hasil survei parameter kritis kerusakan produk biskuit:
5 10
15 20
25 30
35
Tekstur Rasa
Aroma Warna
Atribut J
u m
la h
p a
n e
li s
y a
ng m e
m il
ih a tri
bu t
Gambar 5. Parameter kritis kerusakan produk biskuit
Data yang disajikan pada grafik menunjukkan bahwa atribut yang sangat menentukan kerusakan produk biskuit adalah atribut tekstur. Dari 35
orang panelis, 30 orang diantaranya memilih atribut tekstur sebagai atribut yang menentukan kerusakan produk biskuit, sedangkan 4 orang memilih atribut
rasa, dan 1 orang lainnya memilih atribut aroma. Menurut Manley 1983, biskuit merupakan produk pangan kering dengan kadar air maksimal 5.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyebab kerusakan produk biskuit adalah hilangnya kerenyahan akibat kenaikan kadar air produk. Hal ini
sangat sesuai dengan hasil survei yang menyatakan atribut tekstur adalah penyebab kerusakan produk biskuit.
Setelah diketahui parameter kritis dari hasil survei konsumen, selanjutnya dilakukan analisis kadar air awal dan kadar air kritis dengan
metode oven. Produk biskuit yang diuji kadar air awalnya adalah produk segar, yaitu produk yang baru dikeluarkan dari kemasannya. Kadar air awal untuk
biskuit adonan lunak adalah 0.0183 g H
2
O g padatan dan 0.0249 g H
2
O g padatan untuk biskuit adonan keras. Nilai kadar air kedua jenis produk sangat
sesuai dengan standar untuk biskuit yang berlaku di Indonesia SNI 01-2973-
42 1992, yaitu maksimal 5 BSN, 1992. Kadar air biskuit adonan lunak
berbeda dari biskuit adonan keras karena komposisi kedua produk memang jauh berbeda. Masing-masing bahan pada komposisi akan menyumbangkan
kadar air pada produk akhir, tergantung pada formulasi dan keadaan awal bahan penyusun biskuit tersebut.
Kadar air kritis adalah nilai kadar air pada kondisi dimana produk pangan mulai tidak diterima oleh konsumen secara organoleptik. Kadar air
kritis biskuit pada penelitian ini ditentukan berdasarkan persamaan regresi linear dari kurva yang menunjukkan hubungan kadar air dan skor kesukaan
panelis. Kadar air kritis ditetapkan pada skor kesukaan tiga yaitu pada saat panelis menyatakan agak tida suka. Kadar air kritis ditetapkan pada penilaian
’agak tidak suka’ bukan pada penilaian ’tidak suka’ karena pada kondisi ini produk dianggap sudah mulai ditolak konsumen dan kondisi ini harus
diwaspadai untuk menjamin kepuasan dan kenyamanan konsumen serta meminimalkan risiko kerusakan produk.
Kadar air kritis ini ditentukan melalui serangkaian percobaan, dimana biskuit disimpan tanpa kemasan pada suhu kamar 30 ± 1
o
C di ruangan terbuka dengan kisaran RH 75 – 80 selama 5 jam untuk biskuit adonan lunak
dan 6 jam untuk biskuit adonan keras. Setiap jam dilakukan pengambilan sampel dan diukur kadar air, tingkat kerenyahan, dan penerimaan panelis
terhadap kerenyahannya. Tabel 4 dan 5 berikut ini menyajikan data kadar air dan nilai kerenyahan biskuit serta tingkat kesukaan panelis.
Tabel 4. Kadar air, nilai kerenyahan, dan skor kesukaan biskuit adonan lunak
pada berbagai kondisi penyimpanan
Penyimpanan jam
Kadar air
g H
2
Og padatan
Nilai kerenyahan gf
Skor kesukaan
0 1.83 496.7750 6.2667
1 3.25 452.8750 6.0333
2 4.30 333.8500 5.2667
3 6.37 194.9250 3.2333
4 7.47 94.7250 1.7000
5 8.31 75.9000 1.3333
43
Tabel 5. Kadar air, nilai kerenyahan, dan skor kesukaan biskuit adonan keras
pada berbagai kondisi penyimpanan
Penyimpanan jam
Kadar air
g H
2
O g padatan
Nilai kerenyahan gf
Skor kesukaan
0 2.45 698.2500 6.3000
1 4.17 563.2250 5.1667
2 4.92 481.5500 4.3333
3 6.74 338.2000 2.7333
4 7.06 311.2500 2.6333
5 8.34 213.2000 1.7667
6 10.19 161.7750 1.1000
Berdasarkan data di atas, dibuatlah grafik yang menunjukkan hubungan kadar air di sumbu x dengan rata-rata skor kesukaan panelis di
sumbu y. Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan tersebut untuk kedua jenis biskuit:
y = ‐84,3785x + 8,4057
R
2
= 0,9604 y
= ‐71,3558x + 7,9081 R
2
= 0,9753
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00 7,00
8,00
0,00 0,02
0,04 0,06
0,08 0,10
0,12
kadar air g H2Og padatan
ra ta
‐ra ta
sko r
ke su
ka a
n
Biskuit adonan
lunak Biskuit
adonan keras
Gambar 6.
Grafik hubungan kadar air dan skor kesukaan biskuit adonan lunak dan adonan keras
Persamaan yang diperoleh untuk biskuit adonan lunak dan adonan keras adalah y = -84.3785x + 8.4057 dan y = -71.3558x + 7.9081, dengan nilai
R
2
masing-masing sebesar 0.9604 dan 0.9753. Semakin tinggi kadar air produk semakin menurun skor kesukaan panelis terhadap kerenyahannya. Berdasarkan
persamaan regresi di atas dapat ditentukan nilai kadar air kritis masing-masing
44 produk, yaitu pada saat skor kesukaan bernilai tiga. Kadar air kritis untuk
biskuit adonan lunak dan adonan keras berturut-turut adalah 0.0641 g H
2
O g padatan dan 0.0688 g H
2
O g padatan. Selain diukur kadar airnya, sampel yang telah diberi perlakuan waktu
penyimpanan tersebut diukur pula nilai kerenyahannya. Tingkat kerenyahan biskuit diukur dengan alat Texture Analyzer. Biskuit ditekan dengan probe
yang sesuai, yaitu probe P2E cylinder probe dengan diameter 2 mm sehingga menghasilkan suatu kurva yang menunjukkan profil tekstur produk
tersebut. Nilai kerenyahan dilihat dari peak pertama yang signifikan pada kurva dan dinyatakan dalam satuan gf gramforce. Nilai kerenyahan sampel biskuit
yang di-sampling setiap jam tersebut diplotkan dengan rata-rata skor kesukaan 30 orang panelis, dimana nilai kerenyahan pada sumbu x dan skor kesukaan
pada sumbu y. Berikut ini grafik hubungan nilai kerenyahan dan skor kesukaan panelis:
Gambar 7. Grafik hubungan nilai kerenyahan dan skor kesukaan
biskuit adonan lunak dan adonan keras Persamaan yang diperoleh untuk biskuit adonan lunak adalah y =
0.0119x + 0.6880 dengan nilai R
2
= 0.9745 dan untuk biskuit adonan keras adalah y = 0.0097x – 0.4121 dengan nilai R
2
= 0.9974. Semakin tinggi nilai
45 kerenyahan, skor kesukaan panelis terhadap produk biskuit juga semakin
meningkat. Berdasarkan persamaan di atas dapat ditentukan nilai kerenyahan pada saat kadar air kritis telah tercapai, yaitu pada saat rata-rata skor kesukaan
panelis bernilai tiga. Nilai kerenyahan pada saat tercapai kadar air kritis untuk biskuit adonan lunak adalah 194.2857 gf dan untuk biskuit adonan keras senilai
351.7629 gf. Nilai kerenyahan biskuit adonan lunak dan adonan keras berbeda
karena perbedaan komposisi, terutama komposisi lemak atau shortening dan telur. Lemak atau shortening akan melunakkan dan menghaluskan tekstur serta
membuat struktur yang elastis. Kadar lemak biskuit adonan lunak lebih tinggi daripada biskuit adonan keras, sehingga kerenyahan biskuit adonan lunak lebih
rendah dari biskuit adonan keras. Selain itu, biskuit menggunakan telur dalam pembuatannya. Adanya putih telur akan menyebabkan produk biskuit menjadi
mantap dan terkesan lebih keras. Oleh karena itu, biskuit adonan keras menjadi lebih keras dari biskuit adonan lunak.
Nilai kerenyahan pada saat kadar air kritis tercapai di atas selanjutnya digunakan untuk mengetahui persentase penurunan kerenyahan. Persentase
penurunan kerenyahan biskuit adonan lunak sampai kadar air kritisnya tercapai adalah sebesar 60.89 dan untuk biskuit adonan keras sebesar 49.62.
Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa biskuit adonan lunak akan mencapai kadar air kritisnya jika persentase penurunan kerenyahan
sekitar 60, sedangkan biskuit adonan keras akan mencapai kadar air kritisnya jika persentase penurunan kerenyahan sekitar 50.
Metode penentuan kadar air kritis dalam penelitian ini merupakan metode yang relatif baru. Namun demikian, prinsip yang digunakan sama
dengan penentuan kadar air kritis yang telah biasa dilakukan, yaitu kadar air kritis akan tercapai pada saat panelis mulai tidak menerima produk secara
organoleptik. Biasanya penentuan kadar air kritis dilakukan dengan cara menyimpan produk pada beberapa kondisi RH tertentu selama waktu tertentu
dan diujikan tingkat kerenyahannya pada panelis. Kadar air kritis akan tercapai pada saat panelis mulai tidak menerima produk secara organoletik. Dalam
penelitian ini, produk disimpan di ruangan terbuka suhu kamar dengan RH 75-
46 80 selama 5 – 6 jam, disampling setiap jam, dan diujikan tingkat kesukaan
terhadap kerenyahannya pada 30 oarang panelis tidak terlatih. Alasan pemilihan metode ini adalah karena metode ini dianggap lebih cepat dan
mudah. Dalam penelitian ini tidak dibutuhkan chamber yang berisi larutan garam jenuh yang RH nya terkondisikan dengan baik.
B. KADAR AIR KESETIMBANGAN DAN KURVA SORPSI ISOTERMIS