MUTU DAN PENURUNAN MUTU BISKUIT AKTIVITAS AIR

11 di-mixing di-aging dicetak dipanggang didinginkan dikemas Gambar 1. Metode pembuatan biskuit secara umum Soenaryo, 1985

B. MUTU DAN PENURUNAN MUTU BISKUIT

Mutu biskuit akan menurun seiring dengan bertambahnya umur produk. Selama proses penanganan, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi, mutu produk pangan akan mengalami perubahan karena adanya interaksi dengan berbagai faktor. Reaksi penurunan mutu suatu produk makanan dapat disebabkan oleh faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik lingkungan meliputi udara, oksigen, uap air, cahaya, dan suhu, sedangkan faktor intrinsik meliputi komposisi produk. Keadaan lingkungan akan memicu reaksi dalam produk, seperti reaksi kimia, reaksi enzimatis, dan penyerapan uap air atau gas. Biskuit memiliki kadar air dan a w yang rendah sehingga teksturnya menjadi renyah. Faktor utama yang menyebabkan penurunan mutu produk biskuit adalah meningkatnya kadar air yang sangat erat kaitannya dengan tingkat kerenyahan produk. Biskuit mempunyai kadar air awal sebesar 1.5- 2.5 Vail et al., 1978. Makanan kering pada umumnya termasuk biskuit mengalami kerusakan apabila menyerap uap air berlebihan. Kerusakan akibat air ini cukup kompleks karena dapat melibatkan berbagai jenis reaksi kerusakan yang sensitif terhadap perubahan a w. Beberapa reaksi dapat berlangsung secara spontan seperti reaksi pencoklatan non-enzimatis, perubahan organoleptik, Bahan pembuat biskuit 12 kehilangan atau kerusakan vitamin, oksidasi lipida, dan reaksi pembentukan off-flavor . Kerusakan produk biskuit sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Kerenyahan produk kering akan menurun dengan meningkatnya a w produk. Apabila a w mencapai 0.35 - 0.50 maka kerenyahan yang menjadi kekhasan produk akan hilang. Hal ini disebabkan oleh kegiatan air yang melarutkan dan melunakkan matrik pati atau protein yang terkandung pada sebagian besar produk pangan Vail et al., 1978.

C. AKTIVITAS AIR

Istilah aktivitas air a w digunakan untuk menggambarkan kondisi air dalam bahan pangan. Istilah ini menunjukkan jumlah air yang tidak terikat atau bebas dalam sistem dan dapat menunjang reaksi biologis atau kimiawi. Aktivitas air merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan mikroba, produksi racun, reaksi enzimatis, dan reaksi kimia lainnya Mercado dan Canovas, 1996. Air dalam bahan pangan berperan sebagai bahan pereaksi dan pelarut dari beberapa komponen. Menurut Winarno 2004, istilah yang umum dipakai untuk air yang terdapat dalam bahan pangan adalah air terikat. Istilah ini sebenarnya kurang tepat karena keterikatan air dalam bahan pangan berbeda-beda bahkan ada air yang tidak terikat. Menurut derajat keterikatannya, air dibagi dalam empat tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Tipe II merupakan molekul air yang membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain yang terdapat dalam mikrokapiler. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan a w . Tipe III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni Winarno, 13 2004. Apabila air dalam bahan pangan terikat kuat dengan komponen bukan air, maka air tersebut lebih sukar digunakan untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik Syarief dan Halid, 1993. Kadar air dalam bahan pangan berkaitan erat dengan daya awet produk. Pengurangan air baik dalam pengeringan atau penambahan bahan lain bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan kimiawi maupun mikrobilologi Fennema, 1985. Aktivitas air merupakan faktor penting yang mempengaruhi kestabilan makanan kering selama penyimpanan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam penentuan umur simpan suatu produk pangan karena faktor ini akan mempengaruhi sifat fisik, sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis, dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah. Sifat-sifat yang dimaksud di atas diantaranya, kekerasan, kekeringan, dan pencoklatan non-enzimatis Winarno dan Jenie, 1983. Menurut Labuza 1982, hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas adalah sebagai berikut: 1. Pada selang aktivitas air sekitar 0.7 – 0.75 atau lebih, mikroorganisme berbahaya dapat mulai tumbuh dan produk menjadi beracun. 2. Pada selang aktivitas air sekitar 0.6 – 0.7, jamur dapat mulai tumbuh. 3. Aktivitas air sekitar 0.35 – 0.5 dapat menyebabkan makanan ringan hilang kerenyahannya. 4. Pada selang aktivitas air 0.4 – 0.5, produk pasta yang terlalu kering akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau karena goncangan mekanis. Secara matematis, aktivitas air a w dari suatu bahan pangan dinyatakan sebagai perbandingan antara tekanan uap air pada bahan pangan P f dengan tekanan uap air murni P o pada suhu yang sama. Persamaannya adalah sebagai berikut: a w = Pf Po 14 Dalam keadaan setimbang, aktivitas air sering dihubungkan dengan kelembaban relatif keseimbangan equilibrium relative humidity = ERH dari lingkungan, yaitu kelembaban udara saat terjadinya kadar air kesetimabangan sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: a w = ERH 100 Aktivitas air a w menunjukkan sifat bahan itu sendiri, sedangkan ERH menggambarkan sifat lingkungan di sekitarnya yang berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Dengan kata lain, peranan air dalam pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan aktivitas air, sedangkan peranan air di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Bertambah atau berkurangnya kandungan air suatu bahan pangan pada suatu keadaan lingkungan sangat tergantung pada ERH lingkungannya.

D. KADAR AIR KESETIMBANGAN DAN SORPSI ISOTERMIS