II TINJAUAN PUSTAKA
A. KONDISI KEAMANAN PANGAN DI INDONESIA
Pangan adalah salah satu penentu kualitas Sumber Daya Insani SDI karena pangan sangat menentukan derajat kesehatan seseorang. Keamanan
pangan telah menjadi isu pembangunan yang sangat strategis. Sehingga dikenal slogan dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat, pikiran yang
sehat dan kemampuan optimal untuk beraktivitas. Akan tetapi karena berbagai sebab, masih banyak orang tidak memperhatikan mutu keamanan pangan yang
dikonsumsinya. Selama ini ada anggapan bahwa kelompok masyarakat yang tidak peduli pada keamanan pangan adalah mereka yang secara ekonomis
tidak mampu memperoleh pangan yang terjamin mutu keamanannya, kini anggapan itu harus dibuang jauh-jauh karena kelompok masyarakat menengah
keataspun tanpa sadar lebih memilih mengkonsumsi makanan yang tidak aman sebagai konsekuensi dari gaya hidup modern yang mereka anut.
Terjaminnya kondisi keamanan pangan di Indonesia berarti telah memenuhi hak-hak masyarakat Indonesia untuk memperoleh pangan yang
bermutu tinggi dan aman bagi kesehatan. Kondisi keamanan pangan yang kurang baik akan membawa dampak bagi rendahnya status kesehatan
masyarakat. Disamping itu kondisi keamanan pangan yang kurang baik juga dapat menyebabkan kerugian negara karena ditolaknya produk pangan di
arena perdagangan internasional. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran untuk melaksanakan good practices dapat diamati dari data keracunan pangan
yang terdapat di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Badan POM RI.
Bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih memiliki pendapatan dan tingkat pendidikan yang rendah, maka kemampuan dan
kesadaran mereka sebagai konsumen masih sangat kurang. Mereka biasanya termasuk keluarga kurang mampu untuk membeli makanan yang bermutu dan
memenuhi persyaratan yang seharusnya, hal ini disebabkan karena harganya yang masih di luar jangkauan daya beli mereka. Karena pendidikan keluarga
tersebut juga masih tergolong rendah maka mustahil mereka dapat mengetahui secara sadar akan bahaya serta pengaruh-pengaruh negatif lainnya yang
diakibatkan oleh konsumsi makanan. Bagi sebagian besar dari mereka, kuantitas makanan yang dikonsumsi masih lebih penting dibandingkan
kualitas Winarno, 1997. Data tahun 2004 menunjukkan bahwa penyebab utama kasus
keracunan pangan adalah karena mikrobiologi 14 dan cemaran bahan kimia 12. Selanjutnya data Badan POM RI juga menunjukkan bahwa
sebanyak 13 dari kasus keracunan makanan yang terjadi ternyata disebabkan oleh makanan olahan pabrik atau industri pangan. Hal ini mengindikasikan
bahwa pengolahan pangan di industri pangan masih belum memenuhi standar keamanan pangan Anonim
2
, 2003. Data dari Badan POM RI juga menunjukkan bahwa 19 dari
sejumlah 4501 sampel yang diuji masih tidak memenuhi syarat penggunaan Bahan Tambahan Pangan BTP. BTP yang paling banyak digunakan secara
tidak memenuhi syarat adalah pemanis Siklamat 5, Sakarin 3.9, dan Na-Benzoat 3.9, dari total 4501 sampel yang diuji, terdapat juga yang
dilarang penggunaanya dalam bahan pangan seperti Boraks 1.7, Formalin 2 dan Rhodamin-B 0.6 yang terdapat pada 4501 sampel yang diuji
Anonim
3
, 2004. Pada bulan Februari – Maret 2004 dilakukan pengujian terhadap 575 sampel pangan jajanan untuk anak-anak, dan hanya 218 sampel
yang memenuhi syarat, diantara sampel yang tidak memenuhi syarat sebanyak 326 sampel menggunakan Sakarin dan Siklamat, 11 sampel menggunakan
Benzoat berlebih, penggunaan bahan berbahaya Rhodamin-B 79 sampel, Boraks 27 sampel dan teridentifikasi mengandung mikroba sebanyak 198
sampel Rahayu, 2005. Data-data diatas menunjukkan adanya kebutuhan untuk lebih
mengkomunikasikan pentingnya good practices pada berbagai mata rantai produksi pangan. Mengacu pada konsep keamanan pangan terpadu
form farm to table, maka penerapan good practices perlu dikomunikasikan, disosialisasikan
dan dipraktekkan
mulai dari
tahap produksi
pertanian, perikanan dan peternakan sampai ke tingkat konsumsi
rumah tangga. Diperlukan desain program komunikasi yang efektif untuk bisa menyampaikan pesan mengenai pentingnya penerapan good practices
dalam keamanan pangan. Diharapkan dengan program komunikasi yang didesain dengan baik maka dapat memotivasi pelaku bisnis pangan baik
rumah tangga, industri kecil, pedagang makanan jajanan, pengusaha katering dan lain-lain untuk menerapkannya, sehingga kasus keracunan pangan,
penggunaan BTP yang tidak sesuai, kasus penolakan eksport bisa semakin berkurang. Program komunikasi yang efektif diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan pangan.
B. KOMUNIKASI DAN EDUKASI KEAMANAN PANGAN