Perkembangan Koperasi Propinsi Sampel

56-1711,-1.+. Data pada Tabel 2 di atas menunjukkan umumnya semua propinsi mengalami peningkatan jumlah koperasi, kecuali Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan. Peningkatan yang besar terjadi pada propinsi Bangka Belitung dan Irian Jaya Barat masing-masing sebesar 30.56 dan 32.05. Peningkatan jumlah anggota koperasi yang cukup besar terjadi pada propinsi Bengkulu dan Kepulauan Riau masing-masing sebesar 36.30 dan 26.34. Kepulauan Riau dan Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan penyerapan tenagakerja terbesar selama tahun 2004 – 2005 masing-masing sebesar 60.32 dan 41.11. Pada permodalan baik modal sendiri maupun modal luar, beberapa propinsi menunjukkan peningkatan sangat besar mencapai ratusan persen, diantaranya propinsi Jambi mencapai kenaikan modal sendiri 645.06, Bengkulu naik 407.10 modal sendiri dan 123.37 modal luar, dan Bangka Belitung naik 173.44 modal sendiri. Perkembangan jumlah outputvolume usaha koperasi pada beberapa propinsi pada tahun 2004 – 2005 menunjukkan peningkatan yang tinggi. Propinsi Bangka Belitung mengalami peningkatan volume usaha hingga mencapai 293.32, demikian juga Bali sebesar 149.43. Pada nilai Sisa Hasil Usaha SHU yang menunjukkan sejauhmana produktivitas dari sebuah koperasi, propinsi Bangka Belitung mencapai kenaikan SHU hingga 694.17, dan Kalimantan Selatan mencapai 122.01. Data ini menunjukkan koperasi pada kedua propinsi tersebut mengalami peningkatan produktivitas sangat besar. Data pada Tabel 2 di atas secara keseluruhan menunjukkan bahwa koperasi pada masing-masing propinsi masih menunjukkan perkembangan terus meningkat baik jumlah, anggota, permodalan, penyerapan tenagakerja, volume usaha, maupun SHU. Peningkatan yang mencakup jumlah koperasi, jumlah anggota, dan penyerapan tenagakerja menunjukkan koperasi makin merakyat sebagai unit usaha yang menghidupi sejumlah besar penduduk. Peningkatan dalam permodalan merupakan wujud bergeraknya bisnis koperasi menuju penguatan usaha untuk berkompetisi secara terbuka didalam ekonomi nasional menuju efisiensi. Peningkatan pada outputvolume usaha dan SHU menjadi indikasi peningkatan kinerja dan produktivitas bisnis serta berkontribusi pada peningkatan income masyarakat.

4.2. Perkembangan Koperasi Propinsi Sampel

Statistik perkoperasian nasional di atas telah memberikan gambaran seberapa jauh perkembangan koperasi pada tiap propinsi. Setelah dilakukan survei ditemukan adanya perbedaan angka antara Tabel 1 dengan Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat perkembangan koperasi pada tahun 2004 – 2006. 56-1711,-1.+. Tabel 3. Perkembangan Koperasi pada Propinsi Sampel, Tahun 2004 – 2006 No Propinsi Nasional Tahun 2004 2005 2006 1 Jumlah Koperasi unit Nasional 130,730 134,963 140,508 1. Sumatera Utara 7,557 7,652 9,030 2. Sumatera Barat 2,962 3,095 3,254 3. Bali 2,330 2,545 2,814 4. Sulawesi Selatan 5,964 6,110 6,368 5. Nusa Tenggara Barat 2,472 2,529 2,592 2 Jumlah Anggota Koperasi orang Nasional 27,523,053 27,286,784 28,627,562 1. Sumatera Utara 960,461 961,620 905,769 2. Sumatera Barat 532,571 534,160 536,058 3. Bali 646,201 735,771 755,004 4. Sulawesi Selatan 948,743 1,060,243 1,080,197 5. Nusa Tenggara Barat 525,333 533,197 537,156 3 Penyerapan TK Koperasi Ribu orang Nasional 288.59 308.77 328.95 1. Sumatera Utara 7.54 7.60 8.72 2. Sumatera Barat 4.60 4.75 13.19 3. Bali 9.40 11.52 13.72 4. Sulawesi Selatan 15.39 15.41 15.91 5. Nusa Tenggara Barat 6.51 6.34 7.07 Data pada Tabel 3 di atas memperlihatkan bahwa perkembangan koperasi secara nasional meningkat, kecuali jumlah anggota koperasi. Namun sebaliknya dengan koperasi propinsi sampel semuanya menunjukkan peningkatan, kecuali propinsi Sumatera Utara dimana pada tahun 2006 jumlah anggota koperasinya turun menjadi 905.769 orang dari 961.620 orang pada tahun 2005. 56-1711,-1.+. 8 8 8 8 149 149 149 149 : : : : 171. 171. 171. 171. + + + + ,413171. ,413171. ,413171. ,413171. Hasil dan pembahasan studi ini disusun dalam beberapa bagian antara lain : 1 perumusan indikator, 2 perumusan model, dan 3 uji sahih atau contoh uji coba penerapan model pada beberapa daerah. Bagian pertama dan kedua yakni perumusan indikator dan perumusan model adalah untuk menjawab tujuan pertama dan kedua studi ini. Sedangkan bagian ketiga yaitu uji sahih, dilakukan sebagai uji coba penerapan apakah indikator dan model yang sudah dirumuskan dapat diterapkan secara baik, dan bagaimana hasil penerapannya pada beberapa daerah sampel.

5.1. Proses Perumusan Indikator