56-1711,-1.+.
inilah yang menjadi persoalan yang membutuhkan analisis lebih dalam. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mengetahui performa
pembangunan koperasi. Pada awal pengenalan KUD awal tahun 1980-an pemerintah telah menetapkan kriteria KUD Model dan Klasifikasi Koperasi. Kemudian pada awal tahun 1990-
an pergantian Menteri yang menangani pembangunan koperasi juga mengganti program pembangunan koperasi dengan mengeluarkan kebijakan KUD dan Koperasi Mandiri.
Upaya pada era Orde Baru tersebut ternyata tidak menunjukkan kualitas koperasi yang sebenarnya. Pada era reformasi pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang
menghasilkan Program Klasifikasi Koperasi yang sampai saat ini masih berlaku dan penetapan koperasi terbaik.
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut hanya pada tataran mikro koperasi sebagai dunia usaha. Program tersebut hanya mampu memberikan atribut
terhadap koperasi dalam rangka memperoleh penghargaan yang diterima setiap kejadian perayaan Hari Koperasi pada bulan Juli. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah lebih
pada kontes pemilihan koperasi terbaik pada waktu tertentu. Daerah sangat pasif dan kurang ada upaya kreatif dimana Kepala Daerah memberikan perhatian sekedar untuk
memperoleh penghargaan. Situasi itu didukung oleh sistem karena pada masa itu sistem pemerintahan sentralistik. Upaya tersebut belum mampu menggambarkan secara
komprehensif pembangunan koperasi terkait dengan pembangunan ekonomi regional yang mencerminkan semangat kompetisi.
Sejalan dengan era reformasi dan globalisasi, mencari jawaban atas permasalahan di atas merupakan bagian dari perubahan proses pembangunan
berdasarkan otonomi daerah. Kepala Daerah diberikan kewenangan yang besar dalam pembangunan dengan pelimpahan urusan pembangunan termasuk koperasi, sehingga
Kepala Daerah juga harus ikut bertanggungjawab terhadap keberhasilan pembangunan koperasi. Bagaimana model dan indikator pembangunan koperasi yang terintegrasi
dengan pembangunan daerah dan nasional menjadi permasalahan yang perlu dipecahkan melalui studi ini.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Sesuai latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan dan manfaat dari studi ini adalah sebagai berikut :
56-1711,-1.+.
Tujuan Studi
1. Menemukenali indikator-indikator penilaian dalam pembangunan daerah
dalam bidang perkoperasian. 2.
Merumuskan model pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi.
Manfaat Studi
1. Sebagai bahan masukan untuk pemeringkatan beberapa daerah dalam
pembangunan koperasi. 2.
Memotivasi Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan dalam pembangunan koperasi.
3. Meningkatkan semangat kompetisi antar daerah dalam pembangunan
koperasi.
Sasaran dan Output
Sasaran kualitatif dari kegiatan ini adalah terdapatnya hasil studi tentang model pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. Adapun sasaran kuantitatif adalah
terdapatnya informasi mengenai indikator, model, dan mekanisme pemeringkatan yang mencakup 5 lima propinsi sampel. Output studi ini adalah tersusunnya buku hasil studi
model pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi.
56-1711,-1.+.
8 8
8 8
1499 1499
1499 1499
5 5
5 5
-1.01 -1.01
-1.01 -1.01
+ +
+ +
0-1. 0-1.
0-1. 0-1.
: :
: :
1. 1.
1. 1.
; ;
; ;
.06 .06
.06 .06
2.1. Kerangka Pikir
Empat komponen utama dalam penyusunan kerangka pikir studi ini adalah 1 konsepsi model, 2 kerangka pembangunan wilayah, 3 kerangka pembangunan koperasi
yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan wilayah, dan 4 formulasi model integratif pembangunan koperasi dengan wilayah. Secara teori dan empiris keempat
aspek tersebut dijelaskan berturut-turut di bawah ini.
2.1.1. Konsepsi Model
Studi ini merupakan sebuah studi model untuk pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. Karena itu yang hendak dihasilkan adalah sebuah model yang
terukur setelah melalui uji sahih untuk mendapatkan peringkat daerah dalam pembangunan koperasi. Secara teoritis, sebuah model merupakan abstraksi dari dunia nyata. Begitu
kompleksnya dunia nyata karena mengandung sangat banyak indikator dan permasalahan sehingga suatu studi tidak mungkin mampu menyelesaikan semua aspek yang kompleks.
Model memberikan solusi atas kekompleksan dunia nyata agar diperoleh hasil yang memadai untuk kepentingan pengambilan keputusan Taha, 1982; Bronson, 1982; Nasendi
dan Anwar, 1985; Johnson, 1986; Dimiyati dan Dimiyati, 1987; Makridakis dan Wheelright, 1989; Mulyono, 1999.
Menurut Taha 1982, Nasendi dan Anwar 1985, dan Muyono 1999 bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses yang dikembangkan secara bertahap dan
sistematis yang bermakna memiliki kriteria yang sistematis melalui prosedur tertentu yang jelas dan teratur. Kriteria yang baik memenuhi tiga syarat, yakni 1 mempunyai ukuran
yang jelas, 2 dapat dipergunakan untuk menilai berbagai alternatif pilihan, dan 3 mudah dihitung dan dijabarkan. Untuk proses itu sampai pada pengambilan keputusan,
dibutuhkanlah model. Sebagai abstraksi dunia nyata, model memberikan manfaat dalam penentuan
optimalisasi penggunaan sumberdaya sehingga pengambilan keputusan bisa menciptakan efisiensi dalam organisasi dan wilayah. Model mencerminkan hubungan fungsional yang
langsung atau tak langsung, dan interaksi atau interdependensi antar elemen sehingga membentuk sistem. Itu sebabnya dalam riset operasi, model memegang peranan sentral.
56-1711,-1.+.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, Nasendi dan Anwar menyatakan bahwa model dibangkitkan dari teori dan fakta atau kenyataan dan hasil prosesnya dipergunakan
sebagai Pola Dasar Sistem PDS yang mengandung visi dan misi, landasan, dan azas. PDS melahirkan Strategi dan Kebijakan SK yang merupakan arah dan langkah-langkah
apa yang harus dilakukan. Sedangkan SK melahirkan proyekpelaksanaan kebijakan yang mengandung kegiatan.
Gambar 1. Peran Model dalam Pengambilan Keputusan Nasendi dan Anwar, 1985
Suatu model yang baik harus memenuhi tiga persyaratan, yakni 1 kesesuaian, model harus mampu merangkum unsur-unsur pokok dari persoalan yang dihadapi,
2 kesederhanaan, model harus sesuai dengan kemampuan dan kepentingan, dan 3 keserasian, model harus mampu mengesampingkan hal-hal yang tak berguna.
Berdasarkan tipe, dimensi, fungsi, tujuan, dan tingkat abstraksinya, terdapat tiga jenis model, yakni Model Ikonik, Model Analog, dan Model Matematika. Model Ikonik adalah
model yang berdimensi dua atau tiga yang merupakan ikon dari suatu obyek, misalnya fotograf, bumi, dan mobil. Model Analog adalah analogi dari persoalan atau fenomena
yang terjadi secara dinamis, misalnya warna peta dan kurva. Model Matematika atau Simbolik adalah merupakan model abstrak karena menggunakan simbol matematika
mewakili dunia nyata yang kompleks. Model Matematika terdiri dari dua kelompok yakni model deterministik yang menggunakan data pada kondisi tertentu certainty dan model
stokhastik yang menggunakan data dalam kondisi probabilistik. Dengan memperhatikan permasalahan dan tujuan riset, studi ini menggunakan Model Matematika yang bersifat
deterministik sebagai dasar analisis.
56-1711,-1.+.
Dalam proses pengambilan keputusan dapat menggunakan berbagai macam model, tergantung kepada tujuan pengambilan keputusan. Secara umum model dapat
dibedakan atas model kualitatif dan kuantitatif. Model kualitatif pada umumnya menggunakan skala ordinal dan nominal, paling sering dipergunakan dalam ilmu sosial,
budaya, dan politik. Misalnya, smoothing factor untuk melakukan peramalan. Model kuantitatif lebih menggunakan skala interval dan rasio dan juga dapat menggabungkan
skala ordinal dan nominal. Model yang termasuk dalam kuantitatif adalah ekonometrika dan linear programming. Model ekonometrika biasanya digunakan untuk peramalan atau
prediksi dengan tingkat akurasi tinggi. Sementara model linear programming digunakan untuk mengetahui optimalisasi alokasi sumberdaya. Dalam rangka membangun
benchmarking kapasitas kreatif suatu entitas negara atau wilayah, Bowen et al., 2006 menerapkan model composite index of the creative economi untuk melihat best practices
regional. Berdasarkan pengalaman lembaga internasional dalam pemeringkatan negara- negara dan juga sebagaimana kajian Bowen et al., studi pemeringkatan ini lebih tepat
menggunakan model kuantitatif berdasarkan analisis indeks.
2.1.2. Kerangka Pembangunan Wilayah 2.1.2.1.
Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Wilayah
Menurut Rahardjo Adisasmita 2005, pembangunan wilayah regional merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia,
investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan
pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan kewiraswastaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Semua faktor di atas
adalah penting tetapi masih dianggap terpisah-pisah satu sama lain dan belum menyatu sebagai komponen yang membentuk basis untuk penyusunan teori pembangunan wilayah
regional secara komprehensif. Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan landasan teori yang mampu
menjelaskan hubungan korelasi antara fakta-fakta yang diamati sehingga dapat merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat ramalan terhadap gejala-gejala baru yang
diperkirakan akan terjadi. Dengan semakin majunya studi-studi pembangunan ekonomi, banyak teori telah diperkenalkan, dan teori-teori tersebut dapat digunakan sebagai
landasan untuk menjelaskan pentingnya pembangunan wilayah. Beberapa teori di dalam pembangunan wilayah yang lebih dikenal adalah
pemikiran-pemikiran menurut beberapa aliran dalam Ilmu Ekonomi misalnya Klasik, Neo Klasik, Harrod-Domer, Keynes dan Pasca Keynes, teori basis ekspor, teori sektor, struktur
56-1711,-1.+.
industri dan pertumbuhan wilayah, dan teori kausasi kumulatif. Juga teori-teori seperti teori lokasi dan aglomerasi, teori tempat sentral, teori kutub pertumbuhan, dan teori
pembangunan polarisasi.
Teori Aliran Klasik
Aliran Klasik dipelopori oleh Adam Smith pada akhir abad ke-18 berpendapat bahwa tingkat output dan harga keseimbangan hanya dapat dicapai bila perekonomian
berada pada tingkat kesempatan kerja penuh full employment dan keseimbangan dengan tingkat kesempatan kerja penuh itu hanya dapat dicapai melalui bekerjanya mekanisme
pasar secara bebas free operation of market mechanism. Pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh faktor akumulasi modal dan perkembangan jumlah penduduk. Dengan
adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya akan
mendorong penambahan investasi pembentukan modal dan persediaan modal capital stock yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan pendapatan.
Bertambahnya pendapatan berarti meningkatnya kemakmuran kesejahteraan penduduk. Peningkatan kemakmuran mendorong bertambahnya jumlah penduduk.
Penduduk selain merupakan pasar karena pendapatannya meningkat juga merupakan sumber tabungan yang digunakan untuk akumulasi modal yang selanjutnya akan
mendorong pertumbuhan yang semakin meningkat. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang law of
diminishing returns yang selanjutnya akan menurunkan akumulasi modal. Doktrin atau semboyan aliran Klasik adalah persaingan bebas. Artinya pemerintah tidak perlu campur
tangan dalam perdagangan dan perekonomian.
Teori Aliran Neo Klasik
Aliran Neo Klasik menggantikan aliran Klasik. Ahli-ahli Neo Klasik banyak menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut:
a. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.
b. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual.
c. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif.
d. Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan perkembangan.
Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik telah digunakan secara luas dalam analisis regional namun beberapa asumsinya tidak tepat, yakni a full employment yang
56-1711,-1.+.
terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi-regional dimana persoalan- persoalan regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal
tingkat penggunaan sumberdaya, dan b persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan pada perekonomian dan spasial.
Tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber, yaitu akumulasi penawaran tenaga kerja, modal dan kemajuan teknik. Model Neo Klasik menarik perhatian ahli-ahli teori
ekonomi regional karena mengandung teori tentang mobilisasi faktor. Implikasi dari persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja yang berpindah apabila balas jasa
faktor-faktor tersebut berbeda-beda. Modal akan mengalir dari daerah yang mempunyai tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah karena keadaan ini
memberikan suatu penghasilan return yang lebih tinggi. Tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan kerja baru yang
merupakan pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut.
Teori Aliran Keynes dan Pasca Keynes
Bersamaan dengan masa depresi yang melanda dunia tahun 1930-an muncullah pemikiran John Maynard Keynes yang mengemukakan perubahan besar. Keynes dalam
bukunya yang berjudul General Theory of Employment, Interest and Money 1936 menyatakan bahwa karena upah bergerak lamban maka sistem kapitalisme tidak akan
secara otomatis akan mencapai kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja penuh full-employment equilibrium. Karena itu akibat yang ditimbulkan saat itu adalah
pengangguran yang sangat berlebih yang mana dapat diperbaiki melalui kebijakan fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat.
Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan kesempatan kerja dalam jangka panjang yang menganalisis fluktuasi jangka pendek untuk
mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Beberapa persoalan penting dalam analisis Pasca Keynes adalah:
a. Syarat-syarat apakah yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan
pendapatan yang mantap steady growth pada tingkat pendapatan dalam kesempatan kerja penuh full employment income tanpa mengalami deflasi ataupun
inflasi. b.
Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau tingkat inflasi yang
terus menerus. Apabila jumlah penduduk bertambah maka pendapatan per kapita akan berkurang
kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang
56-1711,-1.+.
maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila terjadi investasi maka pendapatan riil harus bertambah pula untuk mencegah terjadinya
kapasitas yang menganggur idle capacity.
Teori Basis Ekspor Export Base Theory
Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana. Teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian yaitu daerah yang
bersangkutan dan daerah-daerah lainnya. Masyarakat di dalam satu wilayah dinyatakan sebagai suatu sistem sosial ekonomi. Sebagai suatu sistem, keseluruhan masyarakat
melakukan perdagangan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya. Faktor penentu determinan pertumbuhan ekonomi dikaitkan secara langsung kepada permintaan akan
barang dari daerah lain di luar batas masyarakat ekonomi regional. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya lokal termasuk tenaga kerja dan material bahan untuk
komoditas ekspor, akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat. Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan
yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor barang dan jasa ke luar batas wilayah perekonomian
yang bersangkutan. Kegiatan non-basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian
yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah bersifat lokal. Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama primer mover dalam
pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan
yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda multiplier effect dalam perekonomian regional.
Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis Richardson 1977. Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan
menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut sehingga pada
akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir
ke dalam suatu wilayah sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis.
Walaupun teori basis ekspor mengandung kelemahan yang membagi perekonomian regional menjadi dua sektor kegiatan yakni basis dan non basis, namun
56-1711,-1.+.
upaya tersebut dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas pengertian mengenai struktur daerah atau wilayah yang bersangkutan dan bukan sebagai alat untuk membuat
proyeksi jangka pendek atau jangka panjang. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim
digunakan adalah location quotient LQ. Teknik LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan leading sectors. Dalam teknik
LQ berbagai peubah faktor dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah misalnya kesempatan kerja tenaga kerja dan Produk Domestik Regional Bruto PDRB
suatu wilayah. Analisis location quotient merupakan suatu alat yang dapat digunakan dengan
mudah, cepat dan tepat. Karena kesederhanaannya, teknik LQ dapat dihitung berulang kali dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu. Location quotient
merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu misalnya industri atau PDRB terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu industri atau total nilai PDRB di
suatu daerah kabupaten dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang sama di propinsi dimana kabupaten tersebut berada dalam lingkupnya. Perhitungan LQ dapat
dilakukan pula untuk membandingkan indikator di tingkat propinsi dengan di tingkat nasional.
Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan Produk Domestik
Regional Bruto PDRB sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Formulasi matematisnya adalah:
V V
V V
LQ
R R
1 1
=
dimana :
R
V
1
= Nilai PDRB suatu sektor kabupatenkota
R
V
= Nilai PDRB seluruh sektor kabupatenkota
1
V
= Nilai PDRB suatu sektor tingkat propinsi
V
= Nilai PDRB seluruh sektor tingkat propinsi.
• Jika LQ lebih besar dari 1, sektor tersebut merupakan sektor basis, artinya tingkat spesialisasi kabupaten lebih tinggi dari tingkat propinsi.
56-1711,-1.+.
• Jika LQ lebih kecil dari 1, merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat propinsi.
• Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi kabupaten sama dengan tingkat propinsi.
Teori Sektor Sector Theory of Growth
Setiap wilayah mengalami perkembangan meliputi siklus jangka pendek dan jangka panjang. Faktor-faktor dalam analisis perkembangan jangka pendek yang umumnya
digunakan adalah penduduk, tenaga kerja, upah, harga, teknologi dan distribusi penduduk, tetapi laju pertumbuhan jangka panjang biasanya diukur menurut keluaran output dan
pendapatan. Pada umumnya pertumbuhan dapat terjadi sebagai akibat dari faktor-faktor penentu endogen maupun eksogen yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam wilayah yang
bersangkutan atau faktor-faktor di luar wilayah atau kombinasi dari keduanya. Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor.
Teori ini dikembangkan berdasarkan hipotesis Clark-Fisher yang mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi
sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian sektor primer dan kenaikan dalam sektor industri manufakfur sektor sekunder dan kemudian dalam industri jasa sektor
tersier. Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan sector shift, dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah.
Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dari
permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri manufaktur dan industri jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan yang
meningkat akan diikuti oleh perpindahan realokasi sumberdaya dari sektor primer ke sektor manufaktur dan sektor jasa. Sisi penawaran yaitu realokasi sumberdaya tenaga
kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor tersebut. Kelompok sektor-sektor sekunder dan tersier menikmati
kemajuan yang lebih besar dalam tingkat produktivitas. Hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan dan produktivitas yang lebih cepat kombinasi dari keduanya
misalnya dalam skala ekonomi, karena produktivitas yang lebih tinggi baik untuk tenaga kerja maupun untuk modal, dan penghasilan yang lebih tinggi tersebut memungkinkan
untuk melakukan realokasi sumberdaya. Tingkat pertumbuhan produktivitas tergantung pada inovasi dan kemajuan teknik
ataupun skala ekonomi. Bila produktivitas lebih tinggi dalam industri-industri, permintaan
56-1711,-1.+.
terhadap produk-produknya akan meningkat cepat, maka terdapat kausalitas produktivitas - harga rendah - permintaan bertambah luas, bukan sebaliknya. Terjadinya
perubahan atau pergeseran sektor dan evaluasi spesialisasi pembagian kerja dipandang sebagai sumber dinamika pertumbuhan wilayah. Perluasan dari teori sektor ini adalah teori
tahapan stages theory yang menjelaskan bahwa perkembangan wilayah adalah merupakan proses evolusioner internal dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Tahapan perekonomian subsistem swasembada dimana hanya terdapat sedikit
investasi atau perdagangan. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian.
b. Dengan kemajuan transportasi di wilayah yang bersangkutan akan mendorong
perdagangan dan spesialisasi. Industri pedesaan masih bersifat sederhana tradisional untuk memenuhi kebutuhan para petani.
c. Dengan bertambah majunya perdagangan antar wilayah maka wilayah yang maju
akan memprioritaskan pada pengembangan sub sektor tanaman pangan, selanjutnya diikuti oleh sub-sub sektor peternakan dan perikanan.
d. Industri sekunder berkembang, pada permulaan mengolah produk-produk primer,
kemudian diperluas dan makin lebih berspesialisasi. e.
Pengembangan industri tersier jasa yang melayani permintaan dalam wilayah maupun di luar wilayah.
Teori Pertumbuhan Wilayah dan Struktur Industri Regional Growth and Industrial Structure
Interpretasi pertumbuhan wilayah dalam arti dinamika struktur industri adalah sangat penting. Alasannya adalah kerangka dasar analisis pertumbuhan wilayah dan lokasi
industri secara komprehensif dan konsisten diperlukan untuk memahami dan mengevaluasi ekonomi sub nasional wilayah dan pembangunan fisik. Analisis tersebut menggunakan
tiga asumsi, yaitu 1 bahwa pertumbuhan wilayah secara overall volume kegiatan ekonomi ditentukan oleh kondisi bermacam-macam faktor lain dari pada pendapatan
regional per kapita aspek kesejahteraan dari pertumbuhan; 2 bahwa pembangunan masa depan adalah hasil dari kegiatan dan keputusan masa lalu dan sekarang, dan 3
bahwa faktor-faktor kritis dalam pola pertumbuhan wilayah yang terus berubah itu adalah hasil keputusan perusahaan-perusahaan mengenai lokasi dan output jika dilihat ke
belakang adalah sebagai input, dan dihubungkan ke depan adalah pasar dari industri- industri dalam perekonomian.
56-1711,-1.+.
+
Peranan suatu wilayah sebagai komponen bagian ekonomi nasional direpresentasikan oleh sektor industri dan struktur industri yang terdapat pada masing-
masing wilayah. Ada bermacam-macam industri yaitu industri besar, sedang dan kecil, dan terdapat pula industri yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, lamban, dan bahkan
ada yang stagnan. Ada suatu wilayah yang memiliki keunggulan lokasional locational advantage yang memungkinkan pengembangan industri. Sebaliknya wilayah-wilayah lain
tidak memiliki keunggulan lokasional sehingga pengembangan industri mengalami hambatan.
Tanpa memandang industri itu berkembang cepat atau lamban, yang penting diukur adalah proporsi atau kontribusi sektor industri di masing-masing wilayah terhadap
total industri nasional indikator pertumbuhan lain misalnya penduduk dan pendapatan. Analisis kontribusi share analysis ini memberikan gambaran struktur suatu wilayah secara
statis. Upaya untuk mengkaji struktur wilayah secara dinamis adalah menerapkan shift analysis analisis pergeseran. Analisis ini membandingkan perubahan regional yang terjadi
di suatu wilayah antara dua titik waktu tertentu dan khususnya mengkonsentrasikan pada apakah perubahan regional itu lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan perubahan
rata-rata nasional yaitu apakah terjadi pergeseran atau perubahan yang menaik atau menurun.
Perubahan regional terdiri dari dua komponen yaitu pergeseran proporsional proportionality shift dan pergeseran diferensial differential shift. Pergeseran proporsional
mengukur pengaruh komposisi industri yang dilihat secara nasional bahwa beberapa sektor mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan sektor-sektor lainnya. Jadi, suatu
wilayah yang memiliki sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya lamban akan memperlihatkan pergeseran proporsional yang menurun. Sebaliknya suatu wilayah yang
mempunyai sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya tinggi akan memperlihatkan pergeseran yang menaik. Pergeseran diferensial terjadi dari keadaan bahwa industri-
industri tumbuh di beberapa wilayah lebih cepat dari wilayah-wilayah lain. Wilayah-wilayah yang mempunyai karakteristik pergeseran yang menaik adalah daerah-daerah yang
memiliki keunggulan lokasional yang memungkinkan pengembangan kegiatan-kegiatan tertentu lebih baik dibandingkan daerah-daerah lain.
Teori Kausasi Kumulatif Cummulative Causation Theory
Tahun 1955, sepuluh tahun setelah Perang Dunia II berakhir Gunnar Myrdal mengemukakan tiga kesimpulan penting yaitu:
a. Dunia dihuni oleh segelintir negara-negara yang sangat kaya dan sejumlah besar
negara-regara yang sangat miskin.
56-1711,-1.+.
b. Negara-negara kaya melaksanakan pola perkembangan ekonomi yang terus menerus
sedangkan negara-negara miskin mengalami perkembangan yang sangat lamban dan bahkan ada yang mandeg.
c. Jurang ketidakmerataan ekonomi antara negara-negara kaya dan negara-negara
miskin semakin bertambah besar. Ada dua asumsi pokok yang tidak realistis yang melemahkan teori ekonomi
tradisional untuk menjelaskan ketidakmerataan itu yaitu : pertama, adalah keseimbangan stabil stable equilibrium artinya sistem perekonomian pasar selalu bergerak menuju
kepada keseimbangan, dan kedua, analisis ekonomi dibatasi pada faktor-faktor ekonomi saja akibatnya variabel-variabel non-ekonomi diperlakukan sebagai data yang sudah
tertentu ceteris paribus. Sedangkan antara faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi terdapat saling keterkaitan dan saling pengaruh yang bersifat sirkuler satu sama lain.
Berdasarkan prinsip kausasi sirkuler kumulatif dapat dijelaskan terjadinya ketidakmerataan ekonomi internasional, nasional dan regional. Apabila proses kausasi
sirkuler kumulatif dibiarkan bekerja atas kekuatan sendiri maka akan menimbulkan pengaruh merambat yang ekspansioner di satu pihak spread effects dan pengaruh
pengurasan backwash effects. Strategi campur tangan pemerintah yang dikehendaki adalah pengambilan tindakan kebijakan yang mengurangi backwash effects dan
memperkuat spread effects agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah ke atas yakni semakin memperkecil ketidakmerataan. Ketidakmerataan sangat tidak dikehendaki oleh
semua bangsa.
Teori Lokasi dan Aglomerasi 1. Teori Lokasi
Dari sekian banyak teori lokasi dan teori perwilayahan yang telah ada, beberapa di antaranya yang dianggap penting yaitu Von Thunen 1826, A. Weber 1909, W. Christaller
1933, A. Losch 1944, F. Perroux 1955, W. Isard 1956, dan J. Friedmann 1964. Von Thunen telah mengembangkan hubungan antara perbedaan lokasi pada tata ruang spatial
location dan pola penggunaan lahan. Menurut von Thunen jenis pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat sewa lahan dan didasarkan pula pada aksesibilitas relatif. Lokasi
berbagai jenis produksi pertanian seperti menghasilkan tanaman pangan, perkebunan, dan sebagainya ditentukan oleh kaitan antara harga barang-barang hasil dalam pasar dan
jarak antara daerah produksi dengan pasar penjualan. Kegiatan yang mampu menghasilkan panen fisik tertinggi per hektar akan ditempatkan pada kawasan konsentris
yang pertama di sekitar kota, karena keuntungan yang tinggi per hektar memungkinkan
56-1711,-1.+.
untuk membayar sewa lahan yang tinggi. Kawasan produksi berikutnya kurang intensif dibandingkan dengan kawasan produksi yang pertama, demikian seterusnya.
Analisis penentuan lokasi optimum seperti dikemukakan oleh von Thunen telah mendapat perhatian oleh Alfred Weber. Weber menekankan pentingnya biaya transportasi
sebagai faktor pertimbangan lokasi. Teori Weber sebenarnya menekankan dua kekuatan lokasional primer yaitu selain orientasi transportasi juga orientasi tenaga kerja. Weber telah
mengembangkan pula dasar-dasar analisis wilayah pasar dan merupakan seorang ahli teori lokasi yang pertama membahas mengenai aglomerasi. Pemikiran Weber telah
memberikan sumbangan ilmiah dalam banyak aspek diantaranya penentuan lokasi yang optimal dan kontribusinya yang esensial dalam pengembangan wilayah yaitu mengenai
munculnya pusat-pusat kegiatan ekonomi industri. Losch mengintroduksikan pengertian-pengertian wilayah pasar sederhana,
jaringan wilayah pasar, dan sistem jaringan wilayah pasar. Prasarana transportasi merupakan unsur pengikat wilayah-wilayah pasar. Unit-unit produksi pada umumnya
ditetapkan pada pusat-pusat pasar yang juga merupakan pusat-pusat urban. Perusahaan- perusahaan akan memilih lokasinya pada suatu tempat dimana terdapat permintaan
maksimum Loschian demand cone theory. Berdasarkan struktur herarkis tempat sentral yang ditunjukkan oleh Christaller,
Isard telah menekankan pentingnya kedudukan pusat-pusat urban tingkat nasional metropolis dalam kaitannya dengan aglomerasi industri. Isard mengembangkan gejala
locational economies penghematan lokasi, dan urbanization economies penghematan urbanisasi sebagai akibat dari pengaruh lokasi. Urutan besarnya peranan kota-kota dapat
ditentukan dengan cara merangking pusat-pusat yang bersangkutan rank size rule menurut jumlah penduduknya.
Konsepsi Perroux merupakan langkah utama untuk memberi bentuk konkrit pada aglomerasi. Ia menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala
tempat akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu. Ia lebih memberikan tekanan pada aspek konsentrasi proses pembangunan dan menganggap industri
pendorong propulsive industries sebagai titik awal perubahan unsur yang esensial untuk menunjang pembangunan selanjutnya. Meskipun teori kutub pertumbuhan ini berguna
untuk menguji atau membandingkan konsekuensi yang berbeda-beda dari pemilihan alternatif lokasi akan tetapi teori tersebut tidak dikategorikan sebagai teori lokasi.
Dimensi geografis telah dimasukkan ke dalam pengaruh kutub pengembangan. Antara kota dan pedesaan terdapat kaitan yang sangat erat dimana satu sama lainnya
saling melengkapi. Friedman meninjaunya dari ruang lingkup yang luas dengan menampilkan teori core region wilayah inti. Wilayah inti dikaitkan dengan fungsinya yang
56-1711,-1.+.
dominan terhadap perkembangan wilayah-wilayah di sekitarnya misalnya sebagai pusat perdagangan atau pusat industri. Wilayah-wilayah di sekitar wilayah pusat disebut wilayah-
wilayah pinggiran. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemilihan lokasi suatu industri atau
unit produksi pada umumnya dikaitkan dengan lokasi sumber bahan mentah dan wilayah pasarnya. Kriteria penentuan yang digunakan bermacam-macam yaitu biaya transportasi
terendah, sumber tenaga kerja yang relatif murah, ketersediaan sumberdaya air, energi ataupun daya tarik lainnya berupa penghematan-penghematan lokasional dan
penghematan-penghematan aglomerasi. Dimensi wilayah dan aspek tata ruang telah dimasukkan sebagai variabel tambahan yang penting dalam kerangka teori pembangunan.
2. Kekuatan Aglomerasi dan Deglomerasi
Aglomerasi adalah terkonsentrasinya kegiatan-kegiatan industri dan kegiatan- kegiatan lainnya pada suatu tempat. Sebaliknya, deglomerasi adalah dekonsentrasi atau
dispersi kegiatan-kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya pada beberapa tempat. Untuk menganalisis pembangunan kota dan wilayah perlu dipahami sepenuhnya mengenai
kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomerasi. Terdapat 3 tiga kategori kekuatan yang merupakan manfaat aglomerasi yaitu :
1. Penghematan skala scale economies. Terdapat penghematan dalam produksi
secara internal bila skala produksinya ditingkatkan. Biaya tetap yang besar sebagai akibat investasi dalam bentuk pabrik dan peralatan, yang memungkinkan
dilaksanakan pemanfaatan pabrik dan peralatan tersebut dalam skala besar dapat membagi-bagi beban biaya-biaya tetap pada berbagai unit yang terdapat dalam
sistem produksi. Sebagai konsekuensinya, unit biaya produksi menjadi lebih rendah sehingga dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Produksi pada skala
besar dimaksudkan untuk menghindari unit biaya operasi yang eksesif. Hal ini dapat dipertanggung-jawabkan hanya pada lokasi-lokasi yang melayani penduduk dalam
jumlah besar atau dengan kata lain mempunyai suatu pasar yang luas. 2.
Penghematan lokalisasi. Dimaksudkan sebagai penghematan yang dinikmati oleh semua perusahaan dalam suatu industri yang sejenis pada suatu lokasi tertentu. Hal
ini disebabkan bertambahnya jumlah keluaran total output industri tersebut. Sebagai ilustrasi terlihat Gambar 2. Terdapat 3 pabrik tekstil yang membutuhkan reparasi
fasilitasnya. Bila unit reparasi dibangun pada titik Z maka hanya menguntungkan pabrik A dan C yaitu mereka memperoleh biaya reparasi yang lebih murah dibanding
pabrik B. Lokasi yang tepat untuk pembangunan unit reparasi adalah pada titik A.
56-1711,-1.+.
A
Gambar 2. Penghematan Lokalisasi Tiga Pabrik Tekstil 3.
Penghematan urbanisasi.
Penghematan urbanisasi
diasosiasikan dengan
pertambahan jumlah total penduduk, hasil industri, pendapatan, dan kemakmuran di suatu lokasi untuk semua kegiatan yang dilakukan bersama-sama. Penghematan ini
mengaitkan kegiatan industri-industri dan sektor-sektor secara agregatif. Misalnya suatu kegiatan yang sangat tergantung pada manajemen kreatif dan tenaga kerja
terampil. Dalam hal ini terdapat resiko untuk menempatkan kegiatan tersebut di suatu daerah perkotaan yang relatif kecil. Sebaliknya lebih baik bila ditempatkan pada kota
besar. Sebaliknya deglomerasi bersifat membatasi pertumbuhan, misalnya kongesti lalu
lintas. Kongesti lalu lintas mengakibatkan waktu perjalanan bertambah lama, demikian pula ketidaknyamanan fisik, ketegangan, dan ketidakpastian umum.
Teori Tempat Sentral
Christaller mengembangkan pemikirannya tentang penyusunan suatu model wilayah perdagangan yang berbentuk segi enam atau heksagonal. Teorinya adalah teori
tempat sentral central place theory. Heksagonal yang terbesar memiliki pusat paling besar sedangkan heksagonal yang terkecil memiliki pusat paling kecil. Secara horisontal, model
Christaller menunjukkan kegiatan-kegiatan manusia yang tersusun dalam tata ruang geografi dan tempat-tempat sentral pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya mempunyai
wilayah perdagangan atau wilayah pelayanan yang lebih luas dibandingkan pusat-pusat yang kecil. Sedangkan secara vertikal model tersebut memperlihatkan bahwa pusat-pusat
yang lebih tinggi ordenya mensuplai barang-barang ke seluruh wilayah dan kebutuhan akan bahan-bahan mentah di pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya disuplai oleh pusat-pusat
yang lebih rendah ordenya. Prinsip pemasaran dengan susunan piramidal pada model tempat sentral dapat menjamin minimisasi biaya-biaya transportasi. Menurut Christaller
wilayah perdagangan dapat dilayani sedangkan dalam sebagian dari wilayah-wilayah
•
P
C
Z
•
P
A
•
P
B
56-1711,-1.+.
tersebut tidak sepenuhnya dapat terlayani karena terbatasnya fasilitas transportasi dan hambatan-hambatan geografis.
Pada Gambar 3 terlihat bagaimana teori sentral menjelaskan struktur pelayanan antar pusat. Teori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan struktur pusat-pusat kota
wilayah-wilayah nodal tetapi tidak menjelaskan bagaimana pola tersebut mengalami perubahan-perubahan pada masa depan atau dengan perkataan lain tidak menjelaskan
fenomena pembangunan. Teori ini bersifat statis; agar teori tempat sentral dapat menjelaskan gejala-gejala dinamis maka perlu ditunjang oleh teori-teori pertumbuhan
wilayah yang menjelaskan mengenai proses perubahan-perubahan struktural. Salah satu dari teori pertumbuhan wilayah adalah teori kutub pertumbuhan growth pole theory yang
diformulasikan oleh Perroux.
Gambar 3. Struktur Pelayanan Antar Pusat Perdagangan Sumbangan positif teori tempat sentral adalah teori tersebut relevan bagi
perencanaan kota dan wilayah karena sistem hierarki pusat merupakan sarana yang efisien untuk perencanaan wilayah. Distribusi tata ruang dan besarnya pusat-pusat kota
merupakan unsur yang sangat penting dalam struktur wilayah nodal dan melahirkan konsep-konsep dominasi dan polarisasi.
Teori Kutub Pertumbuhan
Sebagaimana diketahui bahwa potensi dan kemampuan masing-masing wilayah berbeda-beda satu sama lainnya, juga masalah pokok yang dihadapinya tidak sama
sehingga usaha-usaha pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan harus Rank 1 : Dominant city
Rank 2 : second-order cities
Rank 3 : Third-order cities Rank 4 cities
Rank 5 cities
56-1711,-1.+.
disinkronisasikan dengan usaha-usaha pembangunan regional. Teori lokasi klasik ternyata tidak berlaku secara sempurna karena beranggapan bahwa semua kegiatan berlangsung
diatas permukaan surface yang sama, perbedaan geografis dianggap tidak ada, fasilitas transportasi terdapat ke segala jurusan, bahan mentah baku industri, pengetahuan teknis
dan kesempatan produksi adalah seragam di seluruh wilayah. Sebagai akibat dari ketidaksempurnaan pendekatan klasik tersebut kemudian timbullah permikiran baru yaitu
teori kutub pertumbuhan growth pole. Teori Francois Perroux ini menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di semua wilayah akan tetapi terbatas hanya
pada beberapa tempat tertentu dengan variabel yang berbeda-beda intensitasnya. Mengikuti pendapat Perroux tersebut, Hirschman mengatakan bahwa untuk
mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi harus dibangun sebuah atau beberapa buah pusat kekuatan ekonomi dalam wilayah suatu negara atau yang disebut sebagai pusat-
pusat pertumbuhan growth point atau growth pole. Menurut Perroux terdapat elemen yang sangat menentukan dalam konsep kutub pertumbuhan yaitu pengaruh yang tidak dapat
dielakkan dari suatu unit ekonomi terhadap unit-unit ekonomi lainnya. Pengaruh tersebut semata-mata adalah dominasi ekonomi yang terlepas dari pengaruh tata ruang geografis
dan dimensi tata ruang. Perusahaan-perusahaan yang menguasai dominasi ekonomi tersebut pada umumnya adalah industri besar yang mempunyai kedudukan oligopolistis
dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap kegiatan para langganannya. Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah konsisten dengan teori
tata ruang ekonomi economic space theory, dimana industri pendorong dianggap sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya. Disini Perroux
lebih menekankan pada aspek pemusatan pertumbuhan. Meskipun ada beberapa perbedaan penekanan arti industri pendorong akan tetapi ada tiga ciri dasar yang dapat
disebutkan yaitu : 1.
Industri pendorong harus relatif besar kapasitasnya agar mempunyai pengaruh kuat baik langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Industri pendorong harus merupakan sektor yang berkembang dengan cepat.
3. Jumlah dan intensitas hubungannya dengan sektor-sektor lainnya harus penting
sehingga besarnya pengaruh yang ditimbulkan dapat diterapkan kepada unit-unit ekonomi lainnya.
Dari sisi tata ruang geografis, industri-industri pendorong dan industri-industri yang dominan mendorong terjadinya aglomerasi-aglormerasi pada kutub-kutub pertumbuhan
dimana mereka berada. Jelaslah bahwa industri pendorong mempunyai peranan penting dalam proses pertumbuhan ekonomi.
56-1711,-1.+.
2.1.2.2. Model Pembangunan Ekonomi Wilayah
Model pembangunan diartikan sebagai kerangka berpikir yang obyektif dan rasional berdasarkan konsep, teori dan paradigma dalam bentuk konstruksi strategis guna
memecahkan berbagai masalah bagi kepentingan masyarakat Rahardjo Adisasmita, 2005. Model pembangunan dapat dilihat dari berbagai dimensi yaitu dimensi politik,
ekonomi, sosial, budaya, administrasi dan lainnya. Berdasarkan perkembangannya model pembangunan ekonomi yang banyak digunakan oleh negara-negara berkembang dapat
dibedakan sebagai berikut : 1.
Model I, menitik beratkan pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB, model ini berkembang pada dekade tahun 1950-an dan tahun 1960-an.
2. Model II, menitik beratkan pada pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pokok,
berkembang pada dekade tahun 1970-an. 3.
Model III, menitik beratkan pada pembangunan kualitas sumber daya manusia SDM, berkembang pada dekade tahun 1980-an.
4. Model IV, berkembang pada akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-21 dimana
dunia mengalami perubahan yang sangat mendasar yaitu memasuki era globalisasi dan liberalisasi, perdagangan bebas dan persaingan bebas antar negara akan
menjadi ketat maka diperlukan penguatan daya saing ekonomi masing-masing wilayah.
1. Model Pembangunan I
Model Pembangunan I ini berorientasi pada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Berdasarkan anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi
dapat dicapai dengan pelaksanaan penanaman modal atau investasi dalam jumlah besar di sektor industri dengan cara menempatkan kelompok proyek yang satu sama lain saling
menunjang dipusatkan pada suatu wilayah atau bagian wilayah. Manfaat saling penunjangan dan pembangunan sumberdaya industri dan prasarana yang dipusatkan
tersebut akan dirasakan oleh sektor-sektor terkait. Dan selanjutnya akan menyebar dan diperluas ke bagian wilayah lainnya. Strategi investasi besar tersebut akan menciptakan
“eksternalitas ekonomi yang dinikmati oleh berbagai kegiatan yang terkait berupa efisiensi ekonomi yang ditimbulkan oleh kelompok industri tersebut.
Dengan pembangunan industri dan eksternalitas ekonomi akan dicapai peningkatan pendapatan per kapita dan pemerataan hasil-hasil pembangunan ke seluruh
bagian wilayah melalui proses trickle down effect tetesan ke bawah. Dalam Model
56-1711,-1.+.
Pembangunan I yang menjadi indikator keberhasilan pembangunan adalah pertumbuhan PDRB per kapita, tingkat penanaman modal dan tabungan.
Strategi perencanaan pembangunan yang digunakan dalam model ini mendapat pengaruh kuat dari teori Harrod-Domar dan teori tahapan pertumbuhan Rostow. Model
pertumbuhan Harrod-Domar dapat digunakan untuk analisis pertumbuhan regional dengan memperhitungkan perpindahan modal dan tenaga kerja antar regional. Menurut Rostow,
perkembangan pertumbuhan ekonomi berlangsung melalui tahapan yaitu : 1 masyarakat tradisional, 2 masyarakat lepas landas take-off, 3 masyarakat menuju kematangan
drive to maturity, dan 4 masyarakat konsumsi yang berlebih high mass consumption. Kritik terhadap model pembangunan ini yaitu jika strategi investasi pada industri besar
dilakukan secara berlebihan sementara proses tetesan ke bawah penyebaran pembangunan ternyata tidak terlaksana maka akan terjadi ketidakseimbangan.
2. Model Pembangunan II
Kritik terhadap kelemahan Model Pembangunan I telah mendorong munculnya Model Pembangunan II. Model Pembangunan I lebih menekankan pada aspek ekonomi
dengan modernisasi dan industrialisasi yang kurang seimbang telah menimbulkan pengangguran, kemiskinan, dan ketidakmerataan. Model Pembangunan II mengemukakan
alternatif pemecahan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok, kemandirian, pengembangan sektor pertanian dan pedesaan. Pembangunan yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan pokok meliputi pula pengembangan kesempatan kerja dan berusaha, pemberantasan kemiskinan, kesehatan dan perbaikan gizi, air bersih, dan
perumahan merupakan strategi pembangunan yang lebih sesuai dengan negara-negara berkembang.
Strategi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi mengabaikan aspek sosial, lingkungan, dan kelembagaan, tidak menjangkau lapisan
masyarakat yang miskin terbawah. Ternyata manfaat pertumbuhan tidak merembes menyebar ke bawah, ke berbagai lapisan masyarakat yang miskin. Oleh karena itu dipilih
jalan lain untuk memeratakan pertumbuhan pembangunan ke berbagai lapisan masyarakat miskin, berarti dilakukan penentuan sasaran pembangunan yang lebih tepat yaitu strategi
kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok yang dirumuskan terdiri dari dua unsur utama yaitu 1
kebutuhan minimum keluarga untuk konsumsi pribadi yang meliputi pangan dalam jumlah yang memadai, tempat tinggal papan, sandang, dan 2 pelayanan penting yang
disediakan untuk masyarakat seperti air minum, sanitasi, pengangkutan umum, fasilitas kesehatan dan pendidikan. Model pembangunan ini mengisyaratkan adanya desentralisasi
56-1711,-1.+.
dan pembangunan aparat lokal decentralization and local institution development. Penguatan aparat pemerintah lokal harus mendapat perhatian serius untuk menunjang
pelaksanaan model pembangunan ini. Aspek kelembagaan tidak boleh diabaikan dan harus diberikan penekanan secara proporsional dan profesional.
3 . Model Pembangunan III
Model Pembangunan III lebih menekankan pada kegiatan aparatur pemerintah yang bertangggung jawab dan berupaya membangkitkan kesadaran dan kemampuan
instansi secara individual dan kolektif. Manajemen dan administrasi pemerintahan dianggap mempunyai peranan menentukan dalam pelaksanaan Model Pembangunan III yang
berorientasi pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia SDM sebagai community based resources development.
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia diarahkan kepada pembentukan kemampuan masyarakat yang diarahkan kepada :
a. Secara bertahap prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk pembangunan
diserahkan kepada masyarakat. b.
Peningkatan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi sumberdaya pembangunan.
c. Pemanfaatan potensi sumberdaya lokal secara optimal.
d. Pengembangan jaringan kerja secara terkoordinasi antara aparat pemerintah,
lembaga-lembaga swasta, dan masyarakat secara luas. Model Pembangunan III ini mengupayakan pengembangan partisipasi masyarakat
dalam proses pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat, pembelajaran masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya lokal. Prakarsa, aspirasi, dan kreativitas masyarakat harus
direspon dan diaktualisasikan dalam berbagai kegiatan dan tindakan yang positif dan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pada khususnya dan
kesejahteraan masyarakat lokal pada umumnya.
4. Model Pembangunan IV
Model Pembangunan IV ini muncul bersamaan dengan perkembangan dan kemajuan bidang transportasi, komunikasi, dan informasi yang sangat pesat, sehingga
mendorong berkembangnya perdagangan antar wilayah yang lebih intensif dan interaktif secara luas. Kehidupan yang lebih maju dan mengglobal, artinya sistem perekonomian
56-1711,-1.+.
+
akan terlaksana secara lebih efektif, efisien, produktif, dan inovatif. Mutu barang dan jasa yang dihasilkan akan lebih baik, harganya lebih rendah. Persaingan menjadi lebih ketat.
Dalam pembangunan ekonomi wilayah, masing-masing wilayah memiliki keunggulan komparatif. Untuk itu diperlukan dukungan peningkatan mutu sumberdaya manusia, proses
produksi, manajemem, pengetahuan dan teknologi, tersedianya modal, prasarana dan sarana pembangunan, aparat pemerintah, lembaga-lembaga swasta, dan masyarakat luas
yang capable yang berkemampuan meliputi seluruh aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, politikpemerintahan dan kelembagaan.
Model pembangunan ini menekankan pada sasaran peningkatan daya saing dan ketahanan manajemen pemerintahan dan pembangunan yang mampu menghadapi
perkembangan dan tantangan. Demikian pula masyarakat mampu menangkap dan memanfaatkan peluang internal maupun eksternal. Salah satu strategi yang sangat penting
untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi wilayah yaitu peningkatan daya saing di bidang ekonomi.
2.1.2.3. Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah
Pemerintah Daerah merupakan pemegang kekuasaan di daerah untuk mengambil keputusan menentukan kebijakan pembangunan yang tepat bagi suatu wilayah sesuai
dengan potensi sumberdaya yang dimiliki dan sasaran ekonomi dan sosial yang telah ditetapkan. Strategi pembangunan yang dapat diambil pemerintah daerah harus mengacu
pada perangkat kebijakan dan kegiatan yang secara luas memberikan perhatian pada hal- hal yang berupa prasarana, penanaman modal pemerintah, keseimbangan antara berbagai
sektor dan wilayah, serta peranan yang timbul dari perdagangan antara wilayah.
A. Strategi Pembangunan Prasarana Infrastructure Development Strategy
Pembangunan prasarana mempunyai kegunaan eksternal bagi perekonomian dalam arti manfaatnya dinikmati bersama-sama oleh masyarakat. Prasarana ekonomi
merujuk pada investasi yang berupa jalan umum, sistem pengangkutan, irigasi, sistem pembuangan air dan pengendalian banjir, pelayanan air bersih dan sebagainya.
Prasarana sosial berupa investasi yang mempertinggi mutu sumberdaya manusia untuk keikutsertaan mereka dalam pertumbuhan nasional dan wilayah yaitu kesehatan
masyarakat dan pendidikan masyarakat yang menjadi tugas pokok pemerintah.
B. Strategi Pembangunan yang Seimbang atau Tidak Seimbang Balanced
or Unbalanced Growth Strategy
56-1711,-1.+.
Strategi pembangunan yang seimbang adalah melaksanakan pembangunan sektor pertanian dan sektor industri secara serentak dan serempak. Sektor pertanian
diusahakan pada sebagian besar penduduk daerah pedesaan, komoditas yang dihasilkan sub sektor tanaman pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk
pedesaan dan perkotaan, serta digunakan sebagai bahan baku industri dan sebagian lainnya diperdagangkan antar pulau dan diekspor. Sektor industri selain memberikan
lapangan pekerjaan juga meningkatkan nilai tambah value added terhadap produk yang dihasilkan. Pembangunan sektor pertanian dan sektor industri akan memperkokoh struktur
perekonomian suatu wilayah. Mengingat sumberdaya ekonomi di negara berkembang sangat terbatas,
pemerintah hanya dapat membiayai program pembangunan yang tidak seimbang. Dalam strategi pembangunan tidak seimbang, harus diperhatikan pemilihan bidang usaha atau
sektor yang dapat memberikan daya imbas menumbuhkan bidang usaha atau sektor-sektor lainnya dalam perekonomian. Konsep saling keterkaitan ekonomi antar sektor sangat
penting artinya dalam melaksanakan strategi pembangunan yang tidak seimbang.
C. Strategi Keseimbangan Antar Daerah Interregional Equilibrium Strategy
Keseimbangan antar daerah adalah salah satu tujuan strategi pembangunan yang tidak berat sebelah. Pemerintah menyusun perencanaan pembangunan yang tidak
dipusatkan di suatu daerah sub wilayah melainkan dilakukan di beberapa daerah sub wilayah tergantung pada besar kecilnya potensi sumberdaya dan kondisi geografis daerah-
daerah sub-sub wilayah yang bersangkutan. Keseimbangan antar daerah adalah penting artinya bagi suatu wilayah atau negara yang luas. Sebaliknya tidak penting bagi sebuah
negara atau wilayah yang relatif kecil. Dalam upaya mewujudkan keseimbangan antar daerah dapat dipilih strategi
pusat-pusat pertumbuhan growth pole strategy. Pusat pertumbuhan adalah tempat dilaksanakannya berbagai proyek pembangunan yang besar yang mempunyai daya tarik
dan daya dorong terhadap pengembangan industri-industri yang terkait, yang selanjutnya keberhasilan pembangunan di kutub pertumbuhan disebarkan ke daerah-daerah di
sekitarnya sehingga pertumbuhan terjadi secara luas.
D. Strategi Pembangunan yang Berorientasi Ke Dalam dan Ke Luar Inward-
Looking Development and Outward-Looking Development
Strategi pembangunan berorientasi ke dalam ditujukan untuk memajukan sektor industri di dalam wilayah untuk menggantikan perdagangan yang mendatangkan barang
dan jasa yang berasal dari luar wilayah, meskipun dimaklumi bahwa perdagangan luar
56-1711,-1.+.
wilayah itu memainkan peranan sebagai pendukung strategi pembangunan yang berorientasi ke dalam. Landasan penerapan strategi ini adalah kondisi dan potensi wilayah-
wilayah pada umumnya di negara-negara berkembang yang merupakan penghasil produk atau komoditas sektor primer sektor pertanian dalam arti luas, meliputi sub-sub sektor
pertanian tanaman pangan, perkebunan peternakan, perikanan dan kehutanan. Posisinya dalam perdagangan nasional dan internasional menjadi relatif lemah menghadapi
persaingan masuknya barang-barang industri dari luar wilayah. Dalam jangka panjang nilai tukar produk sektor primer lebih rendah dibandingkan produk sektor industri. Harga produk
industri naik lebih cepat dibandingkan produk primer, oleh karena itu perlu dikembangkan pembangunan sektor industri kecil dan menengah untuk menggantikan barang-barang
industri yang didatangkan dari luar wilayah. Strategi pembangunan berorientasi ke dalam disebut pula sebagai strategi substitusi impor import substitution.
Sebaliknya strategi pembangunan yang berorientasi ke luar menganggap bahwa perdagangan ke luar wilayah merupakan motor pertumbuhan. Perekonomian di dalam
wilayah dikembangkan ke arah pembangunan industri kecil dan menengah untuk melayani pasar di luar wilayah. Barang-barang diproduksi dengan biaya murah karena
potensi sumberdaya yang dimiliki relatif besar sehingga wilayah yang bersangkutan mempunyai daya saing yang tinggi. Keuntungan perdagangan ke luar wilayah dapat
digunakan untuk membayar pembelian barang dari luar wilayah.
E. Strategi “Kebutuhan Pokok” Basic Needs Strategy
Strategi kebutuhan pokok muncul karena kegagalan pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan selama sekitar lima dasawarsa yang lalu ternyata tidak berhasil
mengentaskan kemiskinan lapisan masyarakat bawah. Di lain pihak dapat dikemukakan bahwa manfaat pertumbuhan ekononi tidak menetes ke bawah, dan hanya dinikmati oleh
lapisan masyarakat menengah dan atas yang umumnya berada di daerah perkotaan dan pusat pertumbuhan, dan tidak menyebar ke lapisan masyarakat bawah yang berada baik di
daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah dan ke seluruh lapisan
masyarakat miskin dengan menerapkan strategi kebutuhan pokok untuk mencapai sasaran pembangunan yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Secara konseptual, kebutuhan pokok meliputi dua unsur utama yaitu 1 kebutuhan minimum keluarga untuk konsumsi pribadi yang meliputi pangan dalam jumlah
yang memadai, sandang, dan papan yang memadai, dan 2 pelayanan penting yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti air bersih, listrik, sanitasi,
pengangkutan umum, kesehatan dan pendidikan.
56-1711,-1.+.
Setiap stratregi pembangunan ekonomi yang diuraikan di atas pada dasarnya menekankan perhatiannya kepada pentingnya pencapaian kemajuan ekonomi untuk
kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah dan antar wilayah. Penerapan masing-masing strategi pembangunan tersebut harus disesuaikan dengan potensi kondisi, dan tingkat
perkembangan dari masing-masing wilayah yang bersangkutan.
2.1.3. Kerangka Pembangunan Koperasi
2.1.3.1. Ciri dan Prinsip Koperasi
Koperasi mempunyai ciri khusus yang fungsinya sangat penting dalam kehidupan perkoperasian. Ciri khusus inilah yang membedakan koperasi dengan organisasi
perusahaan lainnya. Pakar koperasi Professor Hans H. Muenkner dari Universitas Philipps, Marburg, Jerman, menyatakan bahwa ciri khusus koperasi menjadi pola hukum
perkoperasian. Menurut Prof. Muenkner 1998, ciri khusus koperasi adalah swadaya, jumlah anggota yang berubah, perusahaan yang dibiayai dan diawasi bersama, dan
tujuannya meningkatkan kepentingan anggota. Ciri swadaya mencerminkan pengelolaan sendiri oleh anggota sehingga setiap anggota berhak ikut serta dalam kepengurusan
koperasi, bertanggungjawab sendiri dalam hal kesinambungan keberadaan koperasi dan akibat yang timbul dari kegiatan koperasi. Jumlah anggota yang berubah mencerminkan
keterbukaan bagi yang memiliki kepentingan yang sama atau altruisti. Ciri perusahaan yang dibiayai dan diawasi bersama mencerminkan ciri pengurusan dan tanggungjawab
bersama. Ciri tujuan peningkatan kepentingan anggota mencerminkan promosi anggota melalui pengurus dan manajer koperasi.
Berdasarkan ciri-ciri khusus koperasi tersebut, koperasi mempunyai prinsip atau azas yang secara universal telah dirumuskan oleh International Cooperative Alliance ICA
pada kongres ICA tahun 1930 di Vienna. Prinsip-prinsip koperasi adalah keanggotaan, sukarela dan terbuka. Kontrol demokratis melalui satu anggota satu suara SASS,
sukubunga terbatas atas kapital, dividen atas pembelian, netral dalam poltik dan agama, pembayaran tunai dalam pembelian dan penjualan, dan memajukan pendidikan. Prinsip-
prinsip ini diadopsi dari koperasi konsumsi Rochdale yang sangat berhasil di Jerman sehingga disebut sebagai Rochdale Pioneers Watkins, 1986. Di berbagai negara prinsip-
prinsip koperasi disesuaikan dengan karakteristik negara. Di Indonesia, prinsip-prinsip koperasi hampir sama dengan Rochdale Pioneer dengan penyesuaian pada suku bunga
terbatas atas modal menjadi pembagian keuntungan koperasi menurut jasa anggota. Atas dasar ciri dan prinsip koperasi, para ahli, pengamat, dan praktisi koperasi
meyakini bahwa koperasi akan mampu menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Ciri dan prinsip koperasi Indonesia mendasari
56-1711,-1.+.
sistem pengelolaan sumberdaya Indonesia berdasarkan kekeluargaan dan demokratis yang termuat dalam UUD 1945. Pada pasal 33 UUD 1945 secara jelas terungkap bahwa
pembangunan ekonomi Indonesia adalah untuk mencapai kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran orang seorang. Bahkan pada era Orde Baru koperasi dinyatakan sebagai
sokoguru perekonomian Indonesia walaupun dalam prakteknya koperasi hanya sekedar pelengkap saja karena yang makmur adalah orang seorang melalui perusahaan berbentuk
perseroran terbatas PT dan konglomerasi. Koperasi sebagai tulang punggung perekonomian tidak lagi sekedar bentuk
perusahaan melainkan gagasan pembangunan ekonomi yang berdimensi makro. Masalah membangun keadilan, kesejahteraan, dan pendapatan yang menjadi muatan
pembangunan nasional menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan koperasi. Oleh karena itu pembangunan wilayah yang merupakan bagian integral dari pembangunan
ekonomi semestinya juga ditinjau dari pembangunan koperasi.
2.1.3.2. Tinjauan Kebijakan
Menurut Prof Muenkner, prinsip-prinsip koperasi merupakan sistem hukum yang mencakup gagasan yang abstrak yang diangkat dari pengalaman para koperator sebagai
pedoman yang paling sesuai dalam mendirikan koperasi. Namun. prinsip-prinsip yang bersifat abstrak belum sepenuhnya dapat dioperasionalkan oleh para koperator di bawah
kondisi politik, sosial, budaya, dan ekonomi tertentu. Praktek-praktek koperasi membutuhkan landasan hukum yang tepat dan tegas dalam bentuk undang-undang UU.
Ketentuan dalam UU menjadi dasar mengelola koperasi dan menghasilkan kebijakan pembangunan perkoperasian di Indonesia. UU nomor 121967 merupakan UU yang
melandasi pembangunan koperasi sejak Orde Baru berkuasa. UU ini memberikan kesempatan pada pemerintah Orde Baru untuk ikut aktif melalui kebijakan dalam
pembangunan koperasi. Kemudian, UU nomor 121967 diubah menjadi UU nomor 25 tahun 1992 sebagai wujud dari keinginan pemangku kepentingan menyesuaikan perubahan dan
usulan pembaharuan UU koperasi pada seminar UU koperasi tahun 1984 di Singapura. Berbagai kebijakan sebagai derivasi dari UU dikeluarkan oleh pemerintah.
Disamping itu untuk meningkatkan percepatan pembangunan, kabinet Indonesia berisikan Kementerian KUKM. Dari berbagai kebijakan itu terlihat bahwa orientasi pembangunan
koperasi lebih pada memperkuat kelembagaan dan usaha koperasi dengan harapan dapat meningkatkan ekonomi rakyat. Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan menyangkut
keberadaan koperasi di daerah dengan upaya memberikan penilaian. Terakhir, pemerintah melalui Kementerian Negara KUKM mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri Permen
KUKM nomor 06PerM.KUKMV2006 tentang Pedoman Penilaian KoperasiKoperasi Award dan Permen nomor 03Per14-KUKMI2007 tentang Pedoman Penilaian
56-1711,-1.+.
ProvinsiKabupaten Kota Koperasi. Permen nomor 062006 dikeluarkan untuk menyemarakkan peringatan Hari
Koperasi setiap tanggal 12 Juli. Kebijakan ini lebih merupakan kontes antar koperasi yang juaranya diberikan Koperasi Award. Permen 032007 bertujuan untuk meningkatkan peran
pemerintah daerah dalam pemberdayaan koperasi. Dari sisi tujuannya, kebijakan ini secara normatif cukup menjanjikan peningkatan peran, tetapi esensi kebijakan ini lebih
pada kontes antar daerah untuk memperoleh award juga. Permen 032007 telah mengatur penilaian sebanyak 19 variabel, yakni kelembagaan koperasi, keanggotaan koperasi,
penyerapan tenagakerja, penyebaran koperasi aktif per kecamatan, penilaian koperasi berprestasi, koperasi berkualitas, modal sendiri, volume usaha, sisa hasil usaha, modal luar
koperasi, asset, struktur permodalan, kesehatan KSPUSP, kontribusi koperasi dalam PAD, animo dan peran serta masyarakat berkoperasi di desa tertinggal, kontribusi koperasi
terhadap pengembangan kualitas lingkungan, representasi perempuan dalam manajemen, kerjasama antar koperasi dan badan usaha lain, dan akses pembiayaan koperasi pada
bank pembangunan. Kebijakan tersebut kalau untuk tujuan kontes cukup memadai. Namun untuk
kepentingan pembangunan, secara prinsip dan metodologis masih perlu dipertanyakan. Kelemahan penilaian terletak pada tujuan, variabel, model, dan metode. Tujuan penilaian
lebih pada kontes untuk memperoleh penghargaan. Variabel lebih pada dimensi mikro, belum pada dimensi makro yang mencerminkan pembangunan, skor merupakan penilaian
nominal, dan modelnya tidak integratif. Oleh karena itu penilaian yang mencerminkan keterkaitan pembangunan koperasi dengan daerah masih perlu dikembangkan sehingga
diperoleh kondisi yang merangsang kompetisi antar daerah.
2.1.4. Pilihan Model Pembangunan Koperasi dan Wilayah
Bahasan teori-teori dan empiris baik terhadap pembangunan dan pertumbuhan wilayah maupun pembangunan koperasi yang dijelaskan di atas menghasilkan variabel
atau indikator-indikator pada masing-masing bidang. Variabel atau indikator tersebut merupakan sebuah unit yang digunakan untuk mengukur perkembangan dan kontribusi dari
masing-masing bidang. Selain itu bahasan teori menghasilkan model-model pembangunan wilayah dan koperasi dan strategi serta kebijakan yang dapat diimplementasikan dalam
dunia nyata. Berdasakan bahasan teori dan empiris tersebut, berikut ini diberikan model teoritis pembangunan koperasi dan pembangunan wilayah sebagai sebuah kerangka
berpikir untuk menemukan variabel atau indikator-indikator terukur dalam model pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi.
1. Teori Ekonomi
2. Teori Bisnis Teori dan Prinsip
Koperasi
• Lembaga • Usaha
• Ekonomi Kelembagaan
Koperasi Indikator Utama
• Anggota • Lembaga
• Volume usaha • Permodalan
• Kesempatan
kerja
56-1711,-1.+.
Gambar 4. Model Kerangka Pikir Pembangunan Koperasi
Gambar 5. Model Kerangka Pikir Pembangunan Wilayah 2.1.5. Tinjauan Arti Penting Pemeringkatan
Informasi menyangkut pemeringkatan telah menjadi kebutuhan penting tidak hanya bagi pemerintah tetapi juga swasta. Hal ini terjadi karena perubahan tatanan
perekonomian dunia dewasa ini yang ditandai oleh globalisasi. Implikasi ekonomi dari globalisasi adalah kompetisi. Baik negara maupun perusahaan harus mampu
meningkatkan kemampuan kompetisi agar mampu memainkan peran lebih tinggi dalam perekonomian. Kemampuan negara, perusahaan, dan individu meningkatkan kompetisi
1. Klasik
2. Neo Klasik
3. Keynesian
4. Basis Ekspor
5. Sektoral
6. Struktural
7. Kausasi
Kumulatif 8.
Lokasi dan Aglomerasi
9. Tempat
Sentral 10. Growth Pole
Teori Pembangunan
Wilayah • Model I
• Model II • Model III
• Model IV Model
Pembangunan Wilayah
Indikator Utama • Pendapatan
agregat PDB, PDRB
• Pertumbuhan ekonomi
• Kesempatan kerja • Ekspor
• Investasi • Pemerataan
• Sumberdaya
manusia • Kesehatan
pendidikan • Penduduk
• Dunia usaha • Infrastruktur
• Pembangunan prasarana • Pembangunan seimbang atau
tak seimbang • Keseimbangan daerah
• Orientasi ke dalam dan ke luar • Kebutuhan pokok.
Strategi :
56-1711,-1.+.
sangat tergantung pada pengetahuan menyangkut posisi masing-masing dalam interaksinya baik secara global, nasional, regional, maupun lokal.
Dalam rangka itu pula berbagai upaya pemeringkatan telah dilakukan oleh lembaga internasional dan nasional. The International Management Development IMD
yang berkedudukan di Lausanne, Swiss, setiap tahunnya menerbitkan rating dan pemeringkatan dayasaing negara-negara. The Political and Economic Risk Country PERC
selalu menerbitkan posisi negara-negara dalam hal resiko. The Standard Poor SP dan Moody di Hongkong selalu menerbitkan rating negara-negara dalam bidang finansial.
UNCTAD di Genewa dalam laporan tahunannya dalam buku the World Investment Report WIR memeringkat negara-negara dalam menarik investasi asing FDI setiap tahunnya.
Business Monitor International BMI di Singapura menerbitkan pemeringkatan negara- negara dalam hal resiko ekonomi dan politik. Para pengamat dan pakar juga berupaya
menerbitkan analisis menyangkut posisi perusahaan. Pada tahun 2006, dalam majalah semi ilmiah “Infokop”, Johnny W. Situmorang dkk., telah berupaya memperkenalkan
prototipe model pemeringkatan koperasi berdasarkan cooperative membership dignity di Kabupaten Bandung serta memeringkat propinsi dan sektor perekonomian dalam menarik
PMDN dan PMA berdasarkan Regional Investment Performance Index RIPI. Tidak hanya dalam bidang ekonomi, pemeringkatan dalam bidang politik dan
sosial juga telah menjadi sumber informasi bagi pemangku kepentingan. The Transparency International TI menerbitkan peringkat negara-negara dalam hal korupsi dan transparansi.
Lembaga sumberdaya manusia menerbitkan indeks pembangunan sumberdaya manusia. Lembaga Survei Indonesia LSI menjadi rujukan dalam melihat arah perkembangan politik
dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia. Lembaga riset Danareksa dRI juga berusaha menerbitkan rating kinerja perusahaan di Indonesia.
Hasil publikasi setiap lembaga pemeringkat sangat mempengaruhi proses pembangunan. Misalnya, IMD menempatkan Indonesia pada posisi ke-47 dari 49 negara
pada tahun 2002 dalam dayasaing global. BMI menempatkan Indonesia pada peringkat ke-88 dari 131 negara dalam resiko ekonomi serta peringkat ke-87 dari 125 negara dalam
hal resiko politik. Pada tahun 2003, TI menempatkan Indonesia pada posisi ke-122 dari 133 negara dalam hal korupsi. Lembaga dRI menerbitkan rating Indonesia yang lemah
berdasarkan Indeks Kinerja Perusahaan IKP. Para pengambil keputusan segera berreaksi dan mengevaluasi kembali kebijakannya apabila hasil pemeringkatan menunjukkan
posisinya rendah. Disamping itu pula citra negara dan bangsa atau lembaga yang menjadi obyek pemeringkatan sangat terpengaruh oleh hasil pemeringkatan. Bank Mandiri dengan
bangga mempublikasikan hasil pemeringkatan layanan prima oleh MRI Marketing Research Indonesia selama tahun 2003-2006 melalui iklan di Harian Media Indonesia 1
Mei 2007. Peringkat Bank Mandiri naik dari posisi ke-16 tahun 2003 menjadi posisi ke-12
56-1711,-1.+.
tahun 2004, ke-3 tahun 2005, dan ke-2 tahun 2006. Manajemen Bank Mandiri menyatakan bahwa naiknya peringkat Bank Mandiri merupakan persembahan kepada konsumen untuk
selalu memperbaiki dan menyempurnakan layanan kepada nasabah. Hasil pemeringkatan menjadi salah satu faktor penting yang menjadi perhatian bagi negara, perusahaan, dan
lembaga internasional dalam membangun hubungan dengan negara atau lembaga tertentu. Hal itu terlihat jelas pada setiap pertemuan dalam the World Economic Forum WEF dan
the World Social Forum WSF juga dalam forum WTO dan multilateral lainnya, seperti IMF, Bank Dunia, dan forum kerjasama regional.
Kekuatan dari pemeringkatan sangat tergantung pada metodologi. Indikator dan model analisis menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam upaya pemeringkatan. Indikator
tidak hanya menyangkut ekonomi tetapi juga non-ekonomi dan semua indikator harus terukur. Pada umumnya dengan banyaknya indikator yang digunakan dalam
pemeringkatan, metode penentuan akhir yang lazim digunakan adalah metode indeks. IMD misalnya, menggunakan empat indikator yakni aspek bisnis, ekonomi, birokrasi, dan
infrastukrur. Pembangunan sumberdaya manusia, konsumen retensi, cooperative membership dignity, dan lainnya juga menggunakan metode indeks.
Dengan memperhatikan TOR, sangat jelas tercantum dalam masalah dan tujuan studi bahwa indikator dan rumusan model menjadi output dari studi ini. Oleh karena itu
pengembangan indikator yang menyangkut pembangunan koperasi harus sudah jelas terlihat dalam studi ini.
2.2. Ruang Lingkup
Sejalan dengan TOR, ruang lingkup kegiatan mencakup kegiatan itu sendiri, waktu pelaksanaan, dan tahapan kajian. Lingkup kegiatan mengenai inventarisasi pembangunan
ekonomi dan wilayah adalah data dan inventarisasi informasi pembangunan regional dan nasional menurut teori dan praktek pembangunan ekonomi. Menyangkut gambaran
administrasi pemerintahan dan pembangunan adalah informasi kebijakan dan praktek pemerintahan dan pembangunan. Menyangkut perkoperasian adalah informasi mengenai
perkembangan koperasi berdasarkan data agregat propinsi. Menyangkut teknik penetapan peringkat daerah dalam pembangunan adalah dalam proses penetapan indikator dan
model yang melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan. Lingkup kegiatan dikaitkan dengan lokasi maka sesuai dengan perumusan dan
penetapan indikator dan bobotnya, akan dilakukan dua tahapan operasional kegiatan. Tahap Pertama adalah menjaring, menentukan, dan menetapkan indikator dan bobot
indikator dengan cara Focus Group Discussion FGD yang dilaksanakan di Jakarta. Para pemangku kepentingan dari sisi swasta adalah gerakan koperasi, pengamat pembangunan
56-1711,-1.+.
dan koperasi, akademisi, Kadin yang membidangi UKM, dan dari pihak pemerintah adalah birokrat yang terkait langsung dengan pembangunan koperasi. FGD menghasilkan bobot
indikator. Metode pembobotan dilakukan dengan metode Delphi. Tahap Kedua adalah tahap survey. Survey mengumpulkan data dilaksanakan di 5 lima propinsi sebagai sampel
uji sahih. Pengumpulan data dan informasi dilakukan di masing-masing ibukota propinsi. Survey menghasilkan data untuk menentukan parameter dan indeks indikator.
Menyangkut lingkup waktu dinyatakan selama satu tahun pada tahun anggaran 2007. Mengingat proses penentuan pelaksana kegiatan pada tahun 2007 telah masuk
pada bulan Mei, secara praktis kegiatan ini dilaksanakan dalam masa enam bulan, sejak bulan Juli sampai Desember 2007. Lingkup kerja menyangkut tahapan kajian terdiri dari
delapan tahapan, yakni pembahasan dan penyempurnaan TOR, penyusunan dan pembahasan riset disain, inventarisasi peta perkoperasian, inventarisasi indikator
pembangunan perkoperasian melalui temu pakar, pembobotan indikator melalui FGD, diskusi dan perumusan model, uji sahih model, dan rekomendasi. Tahapan ini cukup jelas.
Pembahasan dan penyempurnaan TOR, telah dilaksanakan baik secara internal maupun eksternal dengan melibatkan calon pelaksana. Selebihnya dilaksanakan setelah pelaksana
kegiatan ditetapkan oleh otoritas pelelangan. Pembahasan riset desain, kuesioner, laporan sementara, dan laporan akhir dilaksanakan bersama dengan Kementerian KUKM, Deputi
Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, kegiatan selebihnya oleh pelaksana kegiatan.
6-1711,-1.+.
8 8
8 8
14 999
14999 14999
14999
3.1. Jenis Studi