Tujuan dan Manfaat Ruang Lingkup

56-1711,-1.+. inilah yang menjadi persoalan yang membutuhkan analisis lebih dalam. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mengetahui performa pembangunan koperasi. Pada awal pengenalan KUD awal tahun 1980-an pemerintah telah menetapkan kriteria KUD Model dan Klasifikasi Koperasi. Kemudian pada awal tahun 1990- an pergantian Menteri yang menangani pembangunan koperasi juga mengganti program pembangunan koperasi dengan mengeluarkan kebijakan KUD dan Koperasi Mandiri. Upaya pada era Orde Baru tersebut ternyata tidak menunjukkan kualitas koperasi yang sebenarnya. Pada era reformasi pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang menghasilkan Program Klasifikasi Koperasi yang sampai saat ini masih berlaku dan penetapan koperasi terbaik. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut hanya pada tataran mikro koperasi sebagai dunia usaha. Program tersebut hanya mampu memberikan atribut terhadap koperasi dalam rangka memperoleh penghargaan yang diterima setiap kejadian perayaan Hari Koperasi pada bulan Juli. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah lebih pada kontes pemilihan koperasi terbaik pada waktu tertentu. Daerah sangat pasif dan kurang ada upaya kreatif dimana Kepala Daerah memberikan perhatian sekedar untuk memperoleh penghargaan. Situasi itu didukung oleh sistem karena pada masa itu sistem pemerintahan sentralistik. Upaya tersebut belum mampu menggambarkan secara komprehensif pembangunan koperasi terkait dengan pembangunan ekonomi regional yang mencerminkan semangat kompetisi. Sejalan dengan era reformasi dan globalisasi, mencari jawaban atas permasalahan di atas merupakan bagian dari perubahan proses pembangunan berdasarkan otonomi daerah. Kepala Daerah diberikan kewenangan yang besar dalam pembangunan dengan pelimpahan urusan pembangunan termasuk koperasi, sehingga Kepala Daerah juga harus ikut bertanggungjawab terhadap keberhasilan pembangunan koperasi. Bagaimana model dan indikator pembangunan koperasi yang terintegrasi dengan pembangunan daerah dan nasional menjadi permasalahan yang perlu dipecahkan melalui studi ini.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Sesuai latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan dan manfaat dari studi ini adalah sebagai berikut : 56-1711,-1.+. Tujuan Studi 1. Menemukenali indikator-indikator penilaian dalam pembangunan daerah dalam bidang perkoperasian. 2. Merumuskan model pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. Manfaat Studi 1. Sebagai bahan masukan untuk pemeringkatan beberapa daerah dalam pembangunan koperasi. 2. Memotivasi Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan dalam pembangunan koperasi. 3. Meningkatkan semangat kompetisi antar daerah dalam pembangunan koperasi. Sasaran dan Output Sasaran kualitatif dari kegiatan ini adalah terdapatnya hasil studi tentang model pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. Adapun sasaran kuantitatif adalah terdapatnya informasi mengenai indikator, model, dan mekanisme pemeringkatan yang mencakup 5 lima propinsi sampel. Output studi ini adalah tersusunnya buku hasil studi model pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. 56-1711,-1.+. 8 8 8 8 1499 1499 1499 1499 5 5 5 5 -1.01 -1.01 -1.01 -1.01 + + + + 0-1. 0-1. 0-1. 0-1. : : : : 1. 1. 1. 1. ; ; ; ; .06 .06 .06 .06

2.1. Kerangka Pikir

Empat komponen utama dalam penyusunan kerangka pikir studi ini adalah 1 konsepsi model, 2 kerangka pembangunan wilayah, 3 kerangka pembangunan koperasi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan wilayah, dan 4 formulasi model integratif pembangunan koperasi dengan wilayah. Secara teori dan empiris keempat aspek tersebut dijelaskan berturut-turut di bawah ini.

2.1.1. Konsepsi Model

Studi ini merupakan sebuah studi model untuk pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. Karena itu yang hendak dihasilkan adalah sebuah model yang terukur setelah melalui uji sahih untuk mendapatkan peringkat daerah dalam pembangunan koperasi. Secara teoritis, sebuah model merupakan abstraksi dari dunia nyata. Begitu kompleksnya dunia nyata karena mengandung sangat banyak indikator dan permasalahan sehingga suatu studi tidak mungkin mampu menyelesaikan semua aspek yang kompleks. Model memberikan solusi atas kekompleksan dunia nyata agar diperoleh hasil yang memadai untuk kepentingan pengambilan keputusan Taha, 1982; Bronson, 1982; Nasendi dan Anwar, 1985; Johnson, 1986; Dimiyati dan Dimiyati, 1987; Makridakis dan Wheelright, 1989; Mulyono, 1999. Menurut Taha 1982, Nasendi dan Anwar 1985, dan Muyono 1999 bahwa pengambilan keputusan adalah suatu proses yang dikembangkan secara bertahap dan sistematis yang bermakna memiliki kriteria yang sistematis melalui prosedur tertentu yang jelas dan teratur. Kriteria yang baik memenuhi tiga syarat, yakni 1 mempunyai ukuran yang jelas, 2 dapat dipergunakan untuk menilai berbagai alternatif pilihan, dan 3 mudah dihitung dan dijabarkan. Untuk proses itu sampai pada pengambilan keputusan, dibutuhkanlah model. Sebagai abstraksi dunia nyata, model memberikan manfaat dalam penentuan optimalisasi penggunaan sumberdaya sehingga pengambilan keputusan bisa menciptakan efisiensi dalam organisasi dan wilayah. Model mencerminkan hubungan fungsional yang langsung atau tak langsung, dan interaksi atau interdependensi antar elemen sehingga membentuk sistem. Itu sebabnya dalam riset operasi, model memegang peranan sentral. 56-1711,-1.+. Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, Nasendi dan Anwar menyatakan bahwa model dibangkitkan dari teori dan fakta atau kenyataan dan hasil prosesnya dipergunakan sebagai Pola Dasar Sistem PDS yang mengandung visi dan misi, landasan, dan azas. PDS melahirkan Strategi dan Kebijakan SK yang merupakan arah dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan. Sedangkan SK melahirkan proyekpelaksanaan kebijakan yang mengandung kegiatan. Gambar 1. Peran Model dalam Pengambilan Keputusan Nasendi dan Anwar, 1985 Suatu model yang baik harus memenuhi tiga persyaratan, yakni 1 kesesuaian, model harus mampu merangkum unsur-unsur pokok dari persoalan yang dihadapi, 2 kesederhanaan, model harus sesuai dengan kemampuan dan kepentingan, dan 3 keserasian, model harus mampu mengesampingkan hal-hal yang tak berguna. Berdasarkan tipe, dimensi, fungsi, tujuan, dan tingkat abstraksinya, terdapat tiga jenis model, yakni Model Ikonik, Model Analog, dan Model Matematika. Model Ikonik adalah model yang berdimensi dua atau tiga yang merupakan ikon dari suatu obyek, misalnya fotograf, bumi, dan mobil. Model Analog adalah analogi dari persoalan atau fenomena yang terjadi secara dinamis, misalnya warna peta dan kurva. Model Matematika atau Simbolik adalah merupakan model abstrak karena menggunakan simbol matematika mewakili dunia nyata yang kompleks. Model Matematika terdiri dari dua kelompok yakni model deterministik yang menggunakan data pada kondisi tertentu certainty dan model stokhastik yang menggunakan data dalam kondisi probabilistik. Dengan memperhatikan permasalahan dan tujuan riset, studi ini menggunakan Model Matematika yang bersifat deterministik sebagai dasar analisis. 56-1711,-1.+. Dalam proses pengambilan keputusan dapat menggunakan berbagai macam model, tergantung kepada tujuan pengambilan keputusan. Secara umum model dapat dibedakan atas model kualitatif dan kuantitatif. Model kualitatif pada umumnya menggunakan skala ordinal dan nominal, paling sering dipergunakan dalam ilmu sosial, budaya, dan politik. Misalnya, smoothing factor untuk melakukan peramalan. Model kuantitatif lebih menggunakan skala interval dan rasio dan juga dapat menggabungkan skala ordinal dan nominal. Model yang termasuk dalam kuantitatif adalah ekonometrika dan linear programming. Model ekonometrika biasanya digunakan untuk peramalan atau prediksi dengan tingkat akurasi tinggi. Sementara model linear programming digunakan untuk mengetahui optimalisasi alokasi sumberdaya. Dalam rangka membangun benchmarking kapasitas kreatif suatu entitas negara atau wilayah, Bowen et al., 2006 menerapkan model composite index of the creative economi untuk melihat best practices regional. Berdasarkan pengalaman lembaga internasional dalam pemeringkatan negara- negara dan juga sebagaimana kajian Bowen et al., studi pemeringkatan ini lebih tepat menggunakan model kuantitatif berdasarkan analisis indeks. 2.1.2. Kerangka Pembangunan Wilayah 2.1.2.1. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Wilayah Menurut Rahardjo Adisasmita 2005, pembangunan wilayah regional merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan kewiraswastaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Semua faktor di atas adalah penting tetapi masih dianggap terpisah-pisah satu sama lain dan belum menyatu sebagai komponen yang membentuk basis untuk penyusunan teori pembangunan wilayah regional secara komprehensif. Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan landasan teori yang mampu menjelaskan hubungan korelasi antara fakta-fakta yang diamati sehingga dapat merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Dengan semakin majunya studi-studi pembangunan ekonomi, banyak teori telah diperkenalkan, dan teori-teori tersebut dapat digunakan sebagai landasan untuk menjelaskan pentingnya pembangunan wilayah. Beberapa teori di dalam pembangunan wilayah yang lebih dikenal adalah pemikiran-pemikiran menurut beberapa aliran dalam Ilmu Ekonomi misalnya Klasik, Neo Klasik, Harrod-Domer, Keynes dan Pasca Keynes, teori basis ekspor, teori sektor, struktur 56-1711,-1.+. industri dan pertumbuhan wilayah, dan teori kausasi kumulatif. Juga teori-teori seperti teori lokasi dan aglomerasi, teori tempat sentral, teori kutub pertumbuhan, dan teori pembangunan polarisasi. Teori Aliran Klasik Aliran Klasik dipelopori oleh Adam Smith pada akhir abad ke-18 berpendapat bahwa tingkat output dan harga keseimbangan hanya dapat dicapai bila perekonomian berada pada tingkat kesempatan kerja penuh full employment dan keseimbangan dengan tingkat kesempatan kerja penuh itu hanya dapat dicapai melalui bekerjanya mekanisme pasar secara bebas free operation of market mechanism. Pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh faktor akumulasi modal dan perkembangan jumlah penduduk. Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya akan mendorong penambahan investasi pembentukan modal dan persediaan modal capital stock yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan pendapatan. Bertambahnya pendapatan berarti meningkatnya kemakmuran kesejahteraan penduduk. Peningkatan kemakmuran mendorong bertambahnya jumlah penduduk. Penduduk selain merupakan pasar karena pendapatannya meningkat juga merupakan sumber tabungan yang digunakan untuk akumulasi modal yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan yang semakin meningkat. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang law of diminishing returns yang selanjutnya akan menurunkan akumulasi modal. Doktrin atau semboyan aliran Klasik adalah persaingan bebas. Artinya pemerintah tidak perlu campur tangan dalam perdagangan dan perekonomian. Teori Aliran Neo Klasik Aliran Neo Klasik menggantikan aliran Klasik. Ahli-ahli Neo Klasik banyak menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut: a. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. b. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual. c. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif. d. Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan perkembangan. Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik telah digunakan secara luas dalam analisis regional namun beberapa asumsinya tidak tepat, yakni a full employment yang 56-1711,-1.+. terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi-regional dimana persoalan- persoalan regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal tingkat penggunaan sumberdaya, dan b persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan pada perekonomian dan spasial. Tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber, yaitu akumulasi penawaran tenaga kerja, modal dan kemajuan teknik. Model Neo Klasik menarik perhatian ahli-ahli teori ekonomi regional karena mengandung teori tentang mobilisasi faktor. Implikasi dari persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja yang berpindah apabila balas jasa faktor-faktor tersebut berbeda-beda. Modal akan mengalir dari daerah yang mempunyai tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah karena keadaan ini memberikan suatu penghasilan return yang lebih tinggi. Tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan kerja baru yang merupakan pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut. Teori Aliran Keynes dan Pasca Keynes Bersamaan dengan masa depresi yang melanda dunia tahun 1930-an muncullah pemikiran John Maynard Keynes yang mengemukakan perubahan besar. Keynes dalam bukunya yang berjudul General Theory of Employment, Interest and Money 1936 menyatakan bahwa karena upah bergerak lamban maka sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis akan mencapai kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja penuh full-employment equilibrium. Karena itu akibat yang ditimbulkan saat itu adalah pengangguran yang sangat berlebih yang mana dapat diperbaiki melalui kebijakan fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat. Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan kesempatan kerja dalam jangka panjang yang menganalisis fluktuasi jangka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Beberapa persoalan penting dalam analisis Pasca Keynes adalah: a. Syarat-syarat apakah yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan pendapatan yang mantap steady growth pada tingkat pendapatan dalam kesempatan kerja penuh full employment income tanpa mengalami deflasi ataupun inflasi. b. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa sehingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau tingkat inflasi yang terus menerus. Apabila jumlah penduduk bertambah maka pendapatan per kapita akan berkurang kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang 56-1711,-1.+. maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila terjadi investasi maka pendapatan riil harus bertambah pula untuk mencegah terjadinya kapasitas yang menganggur idle capacity. Teori Basis Ekspor Export Base Theory Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana. Teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian yaitu daerah yang bersangkutan dan daerah-daerah lainnya. Masyarakat di dalam satu wilayah dinyatakan sebagai suatu sistem sosial ekonomi. Sebagai suatu sistem, keseluruhan masyarakat melakukan perdagangan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya. Faktor penentu determinan pertumbuhan ekonomi dikaitkan secara langsung kepada permintaan akan barang dari daerah lain di luar batas masyarakat ekonomi regional. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya lokal termasuk tenaga kerja dan material bahan untuk komoditas ekspor, akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat. Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor barang dan jasa ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non-basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah bersifat lokal. Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama primer mover dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda multiplier effect dalam perekonomian regional. Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis Richardson 1977. Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan yang selanjutnya menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya, berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir ke dalam suatu wilayah sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari aktivitas non basis. Walaupun teori basis ekspor mengandung kelemahan yang membagi perekonomian regional menjadi dua sektor kegiatan yakni basis dan non basis, namun 56-1711,-1.+. upaya tersebut dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas pengertian mengenai struktur daerah atau wilayah yang bersangkutan dan bukan sebagai alat untuk membuat proyeksi jangka pendek atau jangka panjang. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah location quotient LQ. Teknik LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan leading sectors. Dalam teknik LQ berbagai peubah faktor dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah misalnya kesempatan kerja tenaga kerja dan Produk Domestik Regional Bruto PDRB suatu wilayah. Analisis location quotient merupakan suatu alat yang dapat digunakan dengan mudah, cepat dan tepat. Karena kesederhanaannya, teknik LQ dapat dihitung berulang kali dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu. Location quotient merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu misalnya industri atau PDRB terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu industri atau total nilai PDRB di suatu daerah kabupaten dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang sama di propinsi dimana kabupaten tersebut berada dalam lingkupnya. Perhitungan LQ dapat dilakukan pula untuk membandingkan indikator di tingkat propinsi dengan di tingkat nasional. Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto PDRB sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Formulasi matematisnya adalah: V V V V LQ R R 1 1 = dimana : R V 1 = Nilai PDRB suatu sektor kabupatenkota R V = Nilai PDRB seluruh sektor kabupatenkota 1 V = Nilai PDRB suatu sektor tingkat propinsi V = Nilai PDRB seluruh sektor tingkat propinsi. • Jika LQ lebih besar dari 1, sektor tersebut merupakan sektor basis, artinya tingkat spesialisasi kabupaten lebih tinggi dari tingkat propinsi. 56-1711,-1.+. • Jika LQ lebih kecil dari 1, merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat propinsi. • Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi kabupaten sama dengan tingkat propinsi. Teori Sektor Sector Theory of Growth Setiap wilayah mengalami perkembangan meliputi siklus jangka pendek dan jangka panjang. Faktor-faktor dalam analisis perkembangan jangka pendek yang umumnya digunakan adalah penduduk, tenaga kerja, upah, harga, teknologi dan distribusi penduduk, tetapi laju pertumbuhan jangka panjang biasanya diukur menurut keluaran output dan pendapatan. Pada umumnya pertumbuhan dapat terjadi sebagai akibat dari faktor-faktor penentu endogen maupun eksogen yaitu faktor-faktor yang terdapat di dalam wilayah yang bersangkutan atau faktor-faktor di luar wilayah atau kombinasi dari keduanya. Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor. Teori ini dikembangkan berdasarkan hipotesis Clark-Fisher yang mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian sektor primer dan kenaikan dalam sektor industri manufakfur sektor sekunder dan kemudian dalam industri jasa sektor tersier. Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan sector shift, dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah. Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dari permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri manufaktur dan industri jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan realokasi sumberdaya dari sektor primer ke sektor manufaktur dan sektor jasa. Sisi penawaran yaitu realokasi sumberdaya tenaga kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor tersebut. Kelompok sektor-sektor sekunder dan tersier menikmati kemajuan yang lebih besar dalam tingkat produktivitas. Hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan dan produktivitas yang lebih cepat kombinasi dari keduanya misalnya dalam skala ekonomi, karena produktivitas yang lebih tinggi baik untuk tenaga kerja maupun untuk modal, dan penghasilan yang lebih tinggi tersebut memungkinkan untuk melakukan realokasi sumberdaya. Tingkat pertumbuhan produktivitas tergantung pada inovasi dan kemajuan teknik ataupun skala ekonomi. Bila produktivitas lebih tinggi dalam industri-industri, permintaan 56-1711,-1.+. terhadap produk-produknya akan meningkat cepat, maka terdapat kausalitas produktivitas - harga rendah - permintaan bertambah luas, bukan sebaliknya. Terjadinya perubahan atau pergeseran sektor dan evaluasi spesialisasi pembagian kerja dipandang sebagai sumber dinamika pertumbuhan wilayah. Perluasan dari teori sektor ini adalah teori tahapan stages theory yang menjelaskan bahwa perkembangan wilayah adalah merupakan proses evolusioner internal dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : a. Tahapan perekonomian subsistem swasembada dimana hanya terdapat sedikit investasi atau perdagangan. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian. b. Dengan kemajuan transportasi di wilayah yang bersangkutan akan mendorong perdagangan dan spesialisasi. Industri pedesaan masih bersifat sederhana tradisional untuk memenuhi kebutuhan para petani. c. Dengan bertambah majunya perdagangan antar wilayah maka wilayah yang maju akan memprioritaskan pada pengembangan sub sektor tanaman pangan, selanjutnya diikuti oleh sub-sub sektor peternakan dan perikanan. d. Industri sekunder berkembang, pada permulaan mengolah produk-produk primer, kemudian diperluas dan makin lebih berspesialisasi. e. Pengembangan industri tersier jasa yang melayani permintaan dalam wilayah maupun di luar wilayah. Teori Pertumbuhan Wilayah dan Struktur Industri Regional Growth and Industrial Structure Interpretasi pertumbuhan wilayah dalam arti dinamika struktur industri adalah sangat penting. Alasannya adalah kerangka dasar analisis pertumbuhan wilayah dan lokasi industri secara komprehensif dan konsisten diperlukan untuk memahami dan mengevaluasi ekonomi sub nasional wilayah dan pembangunan fisik. Analisis tersebut menggunakan tiga asumsi, yaitu 1 bahwa pertumbuhan wilayah secara overall volume kegiatan ekonomi ditentukan oleh kondisi bermacam-macam faktor lain dari pada pendapatan regional per kapita aspek kesejahteraan dari pertumbuhan; 2 bahwa pembangunan masa depan adalah hasil dari kegiatan dan keputusan masa lalu dan sekarang, dan 3 bahwa faktor-faktor kritis dalam pola pertumbuhan wilayah yang terus berubah itu adalah hasil keputusan perusahaan-perusahaan mengenai lokasi dan output jika dilihat ke belakang adalah sebagai input, dan dihubungkan ke depan adalah pasar dari industri- industri dalam perekonomian. 56-1711,-1.+. + Peranan suatu wilayah sebagai komponen bagian ekonomi nasional direpresentasikan oleh sektor industri dan struktur industri yang terdapat pada masing- masing wilayah. Ada bermacam-macam industri yaitu industri besar, sedang dan kecil, dan terdapat pula industri yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, lamban, dan bahkan ada yang stagnan. Ada suatu wilayah yang memiliki keunggulan lokasional locational advantage yang memungkinkan pengembangan industri. Sebaliknya wilayah-wilayah lain tidak memiliki keunggulan lokasional sehingga pengembangan industri mengalami hambatan. Tanpa memandang industri itu berkembang cepat atau lamban, yang penting diukur adalah proporsi atau kontribusi sektor industri di masing-masing wilayah terhadap total industri nasional indikator pertumbuhan lain misalnya penduduk dan pendapatan. Analisis kontribusi share analysis ini memberikan gambaran struktur suatu wilayah secara statis. Upaya untuk mengkaji struktur wilayah secara dinamis adalah menerapkan shift analysis analisis pergeseran. Analisis ini membandingkan perubahan regional yang terjadi di suatu wilayah antara dua titik waktu tertentu dan khususnya mengkonsentrasikan pada apakah perubahan regional itu lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan perubahan rata-rata nasional yaitu apakah terjadi pergeseran atau perubahan yang menaik atau menurun. Perubahan regional terdiri dari dua komponen yaitu pergeseran proporsional proportionality shift dan pergeseran diferensial differential shift. Pergeseran proporsional mengukur pengaruh komposisi industri yang dilihat secara nasional bahwa beberapa sektor mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan sektor-sektor lainnya. Jadi, suatu wilayah yang memiliki sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya lamban akan memperlihatkan pergeseran proporsional yang menurun. Sebaliknya suatu wilayah yang mempunyai sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya tinggi akan memperlihatkan pergeseran yang menaik. Pergeseran diferensial terjadi dari keadaan bahwa industri- industri tumbuh di beberapa wilayah lebih cepat dari wilayah-wilayah lain. Wilayah-wilayah yang mempunyai karakteristik pergeseran yang menaik adalah daerah-daerah yang memiliki keunggulan lokasional yang memungkinkan pengembangan kegiatan-kegiatan tertentu lebih baik dibandingkan daerah-daerah lain. Teori Kausasi Kumulatif Cummulative Causation Theory Tahun 1955, sepuluh tahun setelah Perang Dunia II berakhir Gunnar Myrdal mengemukakan tiga kesimpulan penting yaitu: a. Dunia dihuni oleh segelintir negara-negara yang sangat kaya dan sejumlah besar negara-regara yang sangat miskin. 56-1711,-1.+. b. Negara-negara kaya melaksanakan pola perkembangan ekonomi yang terus menerus sedangkan negara-negara miskin mengalami perkembangan yang sangat lamban dan bahkan ada yang mandeg. c. Jurang ketidakmerataan ekonomi antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin semakin bertambah besar. Ada dua asumsi pokok yang tidak realistis yang melemahkan teori ekonomi tradisional untuk menjelaskan ketidakmerataan itu yaitu : pertama, adalah keseimbangan stabil stable equilibrium artinya sistem perekonomian pasar selalu bergerak menuju kepada keseimbangan, dan kedua, analisis ekonomi dibatasi pada faktor-faktor ekonomi saja akibatnya variabel-variabel non-ekonomi diperlakukan sebagai data yang sudah tertentu ceteris paribus. Sedangkan antara faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi terdapat saling keterkaitan dan saling pengaruh yang bersifat sirkuler satu sama lain. Berdasarkan prinsip kausasi sirkuler kumulatif dapat dijelaskan terjadinya ketidakmerataan ekonomi internasional, nasional dan regional. Apabila proses kausasi sirkuler kumulatif dibiarkan bekerja atas kekuatan sendiri maka akan menimbulkan pengaruh merambat yang ekspansioner di satu pihak spread effects dan pengaruh pengurasan backwash effects. Strategi campur tangan pemerintah yang dikehendaki adalah pengambilan tindakan kebijakan yang mengurangi backwash effects dan memperkuat spread effects agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah ke atas yakni semakin memperkecil ketidakmerataan. Ketidakmerataan sangat tidak dikehendaki oleh semua bangsa. Teori Lokasi dan Aglomerasi 1. Teori Lokasi Dari sekian banyak teori lokasi dan teori perwilayahan yang telah ada, beberapa di antaranya yang dianggap penting yaitu Von Thunen 1826, A. Weber 1909, W. Christaller 1933, A. Losch 1944, F. Perroux 1955, W. Isard 1956, dan J. Friedmann 1964. Von Thunen telah mengembangkan hubungan antara perbedaan lokasi pada tata ruang spatial location dan pola penggunaan lahan. Menurut von Thunen jenis pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat sewa lahan dan didasarkan pula pada aksesibilitas relatif. Lokasi berbagai jenis produksi pertanian seperti menghasilkan tanaman pangan, perkebunan, dan sebagainya ditentukan oleh kaitan antara harga barang-barang hasil dalam pasar dan jarak antara daerah produksi dengan pasar penjualan. Kegiatan yang mampu menghasilkan panen fisik tertinggi per hektar akan ditempatkan pada kawasan konsentris yang pertama di sekitar kota, karena keuntungan yang tinggi per hektar memungkinkan 56-1711,-1.+. untuk membayar sewa lahan yang tinggi. Kawasan produksi berikutnya kurang intensif dibandingkan dengan kawasan produksi yang pertama, demikian seterusnya. Analisis penentuan lokasi optimum seperti dikemukakan oleh von Thunen telah mendapat perhatian oleh Alfred Weber. Weber menekankan pentingnya biaya transportasi sebagai faktor pertimbangan lokasi. Teori Weber sebenarnya menekankan dua kekuatan lokasional primer yaitu selain orientasi transportasi juga orientasi tenaga kerja. Weber telah mengembangkan pula dasar-dasar analisis wilayah pasar dan merupakan seorang ahli teori lokasi yang pertama membahas mengenai aglomerasi. Pemikiran Weber telah memberikan sumbangan ilmiah dalam banyak aspek diantaranya penentuan lokasi yang optimal dan kontribusinya yang esensial dalam pengembangan wilayah yaitu mengenai munculnya pusat-pusat kegiatan ekonomi industri. Losch mengintroduksikan pengertian-pengertian wilayah pasar sederhana, jaringan wilayah pasar, dan sistem jaringan wilayah pasar. Prasarana transportasi merupakan unsur pengikat wilayah-wilayah pasar. Unit-unit produksi pada umumnya ditetapkan pada pusat-pusat pasar yang juga merupakan pusat-pusat urban. Perusahaan- perusahaan akan memilih lokasinya pada suatu tempat dimana terdapat permintaan maksimum Loschian demand cone theory. Berdasarkan struktur herarkis tempat sentral yang ditunjukkan oleh Christaller, Isard telah menekankan pentingnya kedudukan pusat-pusat urban tingkat nasional metropolis dalam kaitannya dengan aglomerasi industri. Isard mengembangkan gejala locational economies penghematan lokasi, dan urbanization economies penghematan urbanisasi sebagai akibat dari pengaruh lokasi. Urutan besarnya peranan kota-kota dapat ditentukan dengan cara merangking pusat-pusat yang bersangkutan rank size rule menurut jumlah penduduknya. Konsepsi Perroux merupakan langkah utama untuk memberi bentuk konkrit pada aglomerasi. Ia menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala tempat akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu. Ia lebih memberikan tekanan pada aspek konsentrasi proses pembangunan dan menganggap industri pendorong propulsive industries sebagai titik awal perubahan unsur yang esensial untuk menunjang pembangunan selanjutnya. Meskipun teori kutub pertumbuhan ini berguna untuk menguji atau membandingkan konsekuensi yang berbeda-beda dari pemilihan alternatif lokasi akan tetapi teori tersebut tidak dikategorikan sebagai teori lokasi. Dimensi geografis telah dimasukkan ke dalam pengaruh kutub pengembangan. Antara kota dan pedesaan terdapat kaitan yang sangat erat dimana satu sama lainnya saling melengkapi. Friedman meninjaunya dari ruang lingkup yang luas dengan menampilkan teori core region wilayah inti. Wilayah inti dikaitkan dengan fungsinya yang 56-1711,-1.+. dominan terhadap perkembangan wilayah-wilayah di sekitarnya misalnya sebagai pusat perdagangan atau pusat industri. Wilayah-wilayah di sekitar wilayah pusat disebut wilayah- wilayah pinggiran. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemilihan lokasi suatu industri atau unit produksi pada umumnya dikaitkan dengan lokasi sumber bahan mentah dan wilayah pasarnya. Kriteria penentuan yang digunakan bermacam-macam yaitu biaya transportasi terendah, sumber tenaga kerja yang relatif murah, ketersediaan sumberdaya air, energi ataupun daya tarik lainnya berupa penghematan-penghematan lokasional dan penghematan-penghematan aglomerasi. Dimensi wilayah dan aspek tata ruang telah dimasukkan sebagai variabel tambahan yang penting dalam kerangka teori pembangunan.

2. Kekuatan Aglomerasi dan Deglomerasi

Aglomerasi adalah terkonsentrasinya kegiatan-kegiatan industri dan kegiatan- kegiatan lainnya pada suatu tempat. Sebaliknya, deglomerasi adalah dekonsentrasi atau dispersi kegiatan-kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya pada beberapa tempat. Untuk menganalisis pembangunan kota dan wilayah perlu dipahami sepenuhnya mengenai kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomerasi. Terdapat 3 tiga kategori kekuatan yang merupakan manfaat aglomerasi yaitu : 1. Penghematan skala scale economies. Terdapat penghematan dalam produksi secara internal bila skala produksinya ditingkatkan. Biaya tetap yang besar sebagai akibat investasi dalam bentuk pabrik dan peralatan, yang memungkinkan dilaksanakan pemanfaatan pabrik dan peralatan tersebut dalam skala besar dapat membagi-bagi beban biaya-biaya tetap pada berbagai unit yang terdapat dalam sistem produksi. Sebagai konsekuensinya, unit biaya produksi menjadi lebih rendah sehingga dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Produksi pada skala besar dimaksudkan untuk menghindari unit biaya operasi yang eksesif. Hal ini dapat dipertanggung-jawabkan hanya pada lokasi-lokasi yang melayani penduduk dalam jumlah besar atau dengan kata lain mempunyai suatu pasar yang luas. 2. Penghematan lokalisasi. Dimaksudkan sebagai penghematan yang dinikmati oleh semua perusahaan dalam suatu industri yang sejenis pada suatu lokasi tertentu. Hal ini disebabkan bertambahnya jumlah keluaran total output industri tersebut. Sebagai ilustrasi terlihat Gambar 2. Terdapat 3 pabrik tekstil yang membutuhkan reparasi fasilitasnya. Bila unit reparasi dibangun pada titik Z maka hanya menguntungkan pabrik A dan C yaitu mereka memperoleh biaya reparasi yang lebih murah dibanding pabrik B. Lokasi yang tepat untuk pembangunan unit reparasi adalah pada titik A. 56-1711,-1.+. A Gambar 2. Penghematan Lokalisasi Tiga Pabrik Tekstil 3. Penghematan urbanisasi. Penghematan urbanisasi diasosiasikan dengan pertambahan jumlah total penduduk, hasil industri, pendapatan, dan kemakmuran di suatu lokasi untuk semua kegiatan yang dilakukan bersama-sama. Penghematan ini mengaitkan kegiatan industri-industri dan sektor-sektor secara agregatif. Misalnya suatu kegiatan yang sangat tergantung pada manajemen kreatif dan tenaga kerja terampil. Dalam hal ini terdapat resiko untuk menempatkan kegiatan tersebut di suatu daerah perkotaan yang relatif kecil. Sebaliknya lebih baik bila ditempatkan pada kota besar. Sebaliknya deglomerasi bersifat membatasi pertumbuhan, misalnya kongesti lalu lintas. Kongesti lalu lintas mengakibatkan waktu perjalanan bertambah lama, demikian pula ketidaknyamanan fisik, ketegangan, dan ketidakpastian umum. Teori Tempat Sentral Christaller mengembangkan pemikirannya tentang penyusunan suatu model wilayah perdagangan yang berbentuk segi enam atau heksagonal. Teorinya adalah teori tempat sentral central place theory. Heksagonal yang terbesar memiliki pusat paling besar sedangkan heksagonal yang terkecil memiliki pusat paling kecil. Secara horisontal, model Christaller menunjukkan kegiatan-kegiatan manusia yang tersusun dalam tata ruang geografi dan tempat-tempat sentral pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya mempunyai wilayah perdagangan atau wilayah pelayanan yang lebih luas dibandingkan pusat-pusat yang kecil. Sedangkan secara vertikal model tersebut memperlihatkan bahwa pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya mensuplai barang-barang ke seluruh wilayah dan kebutuhan akan bahan-bahan mentah di pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya disuplai oleh pusat-pusat yang lebih rendah ordenya. Prinsip pemasaran dengan susunan piramidal pada model tempat sentral dapat menjamin minimisasi biaya-biaya transportasi. Menurut Christaller wilayah perdagangan dapat dilayani sedangkan dalam sebagian dari wilayah-wilayah • P C Z • P A • P B 56-1711,-1.+. tersebut tidak sepenuhnya dapat terlayani karena terbatasnya fasilitas transportasi dan hambatan-hambatan geografis. Pada Gambar 3 terlihat bagaimana teori sentral menjelaskan struktur pelayanan antar pusat. Teori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan struktur pusat-pusat kota wilayah-wilayah nodal tetapi tidak menjelaskan bagaimana pola tersebut mengalami perubahan-perubahan pada masa depan atau dengan perkataan lain tidak menjelaskan fenomena pembangunan. Teori ini bersifat statis; agar teori tempat sentral dapat menjelaskan gejala-gejala dinamis maka perlu ditunjang oleh teori-teori pertumbuhan wilayah yang menjelaskan mengenai proses perubahan-perubahan struktural. Salah satu dari teori pertumbuhan wilayah adalah teori kutub pertumbuhan growth pole theory yang diformulasikan oleh Perroux. Gambar 3. Struktur Pelayanan Antar Pusat Perdagangan Sumbangan positif teori tempat sentral adalah teori tersebut relevan bagi perencanaan kota dan wilayah karena sistem hierarki pusat merupakan sarana yang efisien untuk perencanaan wilayah. Distribusi tata ruang dan besarnya pusat-pusat kota merupakan unsur yang sangat penting dalam struktur wilayah nodal dan melahirkan konsep-konsep dominasi dan polarisasi. Teori Kutub Pertumbuhan Sebagaimana diketahui bahwa potensi dan kemampuan masing-masing wilayah berbeda-beda satu sama lainnya, juga masalah pokok yang dihadapinya tidak sama sehingga usaha-usaha pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan harus Rank 1 : Dominant city Rank 2 : second-order cities Rank 3 : Third-order cities Rank 4 cities Rank 5 cities 56-1711,-1.+. disinkronisasikan dengan usaha-usaha pembangunan regional. Teori lokasi klasik ternyata tidak berlaku secara sempurna karena beranggapan bahwa semua kegiatan berlangsung diatas permukaan surface yang sama, perbedaan geografis dianggap tidak ada, fasilitas transportasi terdapat ke segala jurusan, bahan mentah baku industri, pengetahuan teknis dan kesempatan produksi adalah seragam di seluruh wilayah. Sebagai akibat dari ketidaksempurnaan pendekatan klasik tersebut kemudian timbullah permikiran baru yaitu teori kutub pertumbuhan growth pole. Teori Francois Perroux ini menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di semua wilayah akan tetapi terbatas hanya pada beberapa tempat tertentu dengan variabel yang berbeda-beda intensitasnya. Mengikuti pendapat Perroux tersebut, Hirschman mengatakan bahwa untuk mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi harus dibangun sebuah atau beberapa buah pusat kekuatan ekonomi dalam wilayah suatu negara atau yang disebut sebagai pusat- pusat pertumbuhan growth point atau growth pole. Menurut Perroux terdapat elemen yang sangat menentukan dalam konsep kutub pertumbuhan yaitu pengaruh yang tidak dapat dielakkan dari suatu unit ekonomi terhadap unit-unit ekonomi lainnya. Pengaruh tersebut semata-mata adalah dominasi ekonomi yang terlepas dari pengaruh tata ruang geografis dan dimensi tata ruang. Perusahaan-perusahaan yang menguasai dominasi ekonomi tersebut pada umumnya adalah industri besar yang mempunyai kedudukan oligopolistis dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap kegiatan para langganannya. Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah konsisten dengan teori tata ruang ekonomi economic space theory, dimana industri pendorong dianggap sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya. Disini Perroux lebih menekankan pada aspek pemusatan pertumbuhan. Meskipun ada beberapa perbedaan penekanan arti industri pendorong akan tetapi ada tiga ciri dasar yang dapat disebutkan yaitu : 1. Industri pendorong harus relatif besar kapasitasnya agar mempunyai pengaruh kuat baik langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Industri pendorong harus merupakan sektor yang berkembang dengan cepat. 3. Jumlah dan intensitas hubungannya dengan sektor-sektor lainnya harus penting sehingga besarnya pengaruh yang ditimbulkan dapat diterapkan kepada unit-unit ekonomi lainnya. Dari sisi tata ruang geografis, industri-industri pendorong dan industri-industri yang dominan mendorong terjadinya aglomerasi-aglormerasi pada kutub-kutub pertumbuhan dimana mereka berada. Jelaslah bahwa industri pendorong mempunyai peranan penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. 56-1711,-1.+.

2.1.2.2. Model Pembangunan Ekonomi Wilayah

Model pembangunan diartikan sebagai kerangka berpikir yang obyektif dan rasional berdasarkan konsep, teori dan paradigma dalam bentuk konstruksi strategis guna memecahkan berbagai masalah bagi kepentingan masyarakat Rahardjo Adisasmita, 2005. Model pembangunan dapat dilihat dari berbagai dimensi yaitu dimensi politik, ekonomi, sosial, budaya, administrasi dan lainnya. Berdasarkan perkembangannya model pembangunan ekonomi yang banyak digunakan oleh negara-negara berkembang dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Model I, menitik beratkan pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB, model ini berkembang pada dekade tahun 1950-an dan tahun 1960-an. 2. Model II, menitik beratkan pada pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pokok, berkembang pada dekade tahun 1970-an. 3. Model III, menitik beratkan pada pembangunan kualitas sumber daya manusia SDM, berkembang pada dekade tahun 1980-an. 4. Model IV, berkembang pada akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-21 dimana dunia mengalami perubahan yang sangat mendasar yaitu memasuki era globalisasi dan liberalisasi, perdagangan bebas dan persaingan bebas antar negara akan menjadi ketat maka diperlukan penguatan daya saing ekonomi masing-masing wilayah.

1. Model Pembangunan I

Model Pembangunan I ini berorientasi pada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto PDRB. Berdasarkan anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan pelaksanaan penanaman modal atau investasi dalam jumlah besar di sektor industri dengan cara menempatkan kelompok proyek yang satu sama lain saling menunjang dipusatkan pada suatu wilayah atau bagian wilayah. Manfaat saling penunjangan dan pembangunan sumberdaya industri dan prasarana yang dipusatkan tersebut akan dirasakan oleh sektor-sektor terkait. Dan selanjutnya akan menyebar dan diperluas ke bagian wilayah lainnya. Strategi investasi besar tersebut akan menciptakan “eksternalitas ekonomi yang dinikmati oleh berbagai kegiatan yang terkait berupa efisiensi ekonomi yang ditimbulkan oleh kelompok industri tersebut. Dengan pembangunan industri dan eksternalitas ekonomi akan dicapai peningkatan pendapatan per kapita dan pemerataan hasil-hasil pembangunan ke seluruh bagian wilayah melalui proses trickle down effect tetesan ke bawah. Dalam Model 56-1711,-1.+. Pembangunan I yang menjadi indikator keberhasilan pembangunan adalah pertumbuhan PDRB per kapita, tingkat penanaman modal dan tabungan. Strategi perencanaan pembangunan yang digunakan dalam model ini mendapat pengaruh kuat dari teori Harrod-Domar dan teori tahapan pertumbuhan Rostow. Model pertumbuhan Harrod-Domar dapat digunakan untuk analisis pertumbuhan regional dengan memperhitungkan perpindahan modal dan tenaga kerja antar regional. Menurut Rostow, perkembangan pertumbuhan ekonomi berlangsung melalui tahapan yaitu : 1 masyarakat tradisional, 2 masyarakat lepas landas take-off, 3 masyarakat menuju kematangan drive to maturity, dan 4 masyarakat konsumsi yang berlebih high mass consumption. Kritik terhadap model pembangunan ini yaitu jika strategi investasi pada industri besar dilakukan secara berlebihan sementara proses tetesan ke bawah penyebaran pembangunan ternyata tidak terlaksana maka akan terjadi ketidakseimbangan.

2. Model Pembangunan II

Kritik terhadap kelemahan Model Pembangunan I telah mendorong munculnya Model Pembangunan II. Model Pembangunan I lebih menekankan pada aspek ekonomi dengan modernisasi dan industrialisasi yang kurang seimbang telah menimbulkan pengangguran, kemiskinan, dan ketidakmerataan. Model Pembangunan II mengemukakan alternatif pemecahan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok, kemandirian, pengembangan sektor pertanian dan pedesaan. Pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok meliputi pula pengembangan kesempatan kerja dan berusaha, pemberantasan kemiskinan, kesehatan dan perbaikan gizi, air bersih, dan perumahan merupakan strategi pembangunan yang lebih sesuai dengan negara-negara berkembang. Strategi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi mengabaikan aspek sosial, lingkungan, dan kelembagaan, tidak menjangkau lapisan masyarakat yang miskin terbawah. Ternyata manfaat pertumbuhan tidak merembes menyebar ke bawah, ke berbagai lapisan masyarakat yang miskin. Oleh karena itu dipilih jalan lain untuk memeratakan pertumbuhan pembangunan ke berbagai lapisan masyarakat miskin, berarti dilakukan penentuan sasaran pembangunan yang lebih tepat yaitu strategi kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok yang dirumuskan terdiri dari dua unsur utama yaitu 1 kebutuhan minimum keluarga untuk konsumsi pribadi yang meliputi pangan dalam jumlah yang memadai, tempat tinggal papan, sandang, dan 2 pelayanan penting yang disediakan untuk masyarakat seperti air minum, sanitasi, pengangkutan umum, fasilitas kesehatan dan pendidikan. Model pembangunan ini mengisyaratkan adanya desentralisasi 56-1711,-1.+. dan pembangunan aparat lokal decentralization and local institution development. Penguatan aparat pemerintah lokal harus mendapat perhatian serius untuk menunjang pelaksanaan model pembangunan ini. Aspek kelembagaan tidak boleh diabaikan dan harus diberikan penekanan secara proporsional dan profesional. 3 . Model Pembangunan III Model Pembangunan III lebih menekankan pada kegiatan aparatur pemerintah yang bertangggung jawab dan berupaya membangkitkan kesadaran dan kemampuan instansi secara individual dan kolektif. Manajemen dan administrasi pemerintahan dianggap mempunyai peranan menentukan dalam pelaksanaan Model Pembangunan III yang berorientasi pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia SDM sebagai community based resources development. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia diarahkan kepada pembentukan kemampuan masyarakat yang diarahkan kepada : a. Secara bertahap prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk pembangunan diserahkan kepada masyarakat. b. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi sumberdaya pembangunan. c. Pemanfaatan potensi sumberdaya lokal secara optimal. d. Pengembangan jaringan kerja secara terkoordinasi antara aparat pemerintah, lembaga-lembaga swasta, dan masyarakat secara luas. Model Pembangunan III ini mengupayakan pengembangan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat, pembelajaran masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya lokal. Prakarsa, aspirasi, dan kreativitas masyarakat harus direspon dan diaktualisasikan dalam berbagai kegiatan dan tindakan yang positif dan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pada khususnya dan kesejahteraan masyarakat lokal pada umumnya.

4. Model Pembangunan IV

Model Pembangunan IV ini muncul bersamaan dengan perkembangan dan kemajuan bidang transportasi, komunikasi, dan informasi yang sangat pesat, sehingga mendorong berkembangnya perdagangan antar wilayah yang lebih intensif dan interaktif secara luas. Kehidupan yang lebih maju dan mengglobal, artinya sistem perekonomian 56-1711,-1.+. + akan terlaksana secara lebih efektif, efisien, produktif, dan inovatif. Mutu barang dan jasa yang dihasilkan akan lebih baik, harganya lebih rendah. Persaingan menjadi lebih ketat. Dalam pembangunan ekonomi wilayah, masing-masing wilayah memiliki keunggulan komparatif. Untuk itu diperlukan dukungan peningkatan mutu sumberdaya manusia, proses produksi, manajemem, pengetahuan dan teknologi, tersedianya modal, prasarana dan sarana pembangunan, aparat pemerintah, lembaga-lembaga swasta, dan masyarakat luas yang capable yang berkemampuan meliputi seluruh aspek fisik, ekonomi, sosial, budaya, politikpemerintahan dan kelembagaan. Model pembangunan ini menekankan pada sasaran peningkatan daya saing dan ketahanan manajemen pemerintahan dan pembangunan yang mampu menghadapi perkembangan dan tantangan. Demikian pula masyarakat mampu menangkap dan memanfaatkan peluang internal maupun eksternal. Salah satu strategi yang sangat penting untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi wilayah yaitu peningkatan daya saing di bidang ekonomi.

2.1.2.3. Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pemerintah Daerah merupakan pemegang kekuasaan di daerah untuk mengambil keputusan menentukan kebijakan pembangunan yang tepat bagi suatu wilayah sesuai dengan potensi sumberdaya yang dimiliki dan sasaran ekonomi dan sosial yang telah ditetapkan. Strategi pembangunan yang dapat diambil pemerintah daerah harus mengacu pada perangkat kebijakan dan kegiatan yang secara luas memberikan perhatian pada hal- hal yang berupa prasarana, penanaman modal pemerintah, keseimbangan antara berbagai sektor dan wilayah, serta peranan yang timbul dari perdagangan antara wilayah.

A. Strategi Pembangunan Prasarana Infrastructure Development Strategy

Pembangunan prasarana mempunyai kegunaan eksternal bagi perekonomian dalam arti manfaatnya dinikmati bersama-sama oleh masyarakat. Prasarana ekonomi merujuk pada investasi yang berupa jalan umum, sistem pengangkutan, irigasi, sistem pembuangan air dan pengendalian banjir, pelayanan air bersih dan sebagainya. Prasarana sosial berupa investasi yang mempertinggi mutu sumberdaya manusia untuk keikutsertaan mereka dalam pertumbuhan nasional dan wilayah yaitu kesehatan masyarakat dan pendidikan masyarakat yang menjadi tugas pokok pemerintah.

B. Strategi Pembangunan yang Seimbang atau Tidak Seimbang Balanced

or Unbalanced Growth Strategy 56-1711,-1.+. Strategi pembangunan yang seimbang adalah melaksanakan pembangunan sektor pertanian dan sektor industri secara serentak dan serempak. Sektor pertanian diusahakan pada sebagian besar penduduk daerah pedesaan, komoditas yang dihasilkan sub sektor tanaman pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk pedesaan dan perkotaan, serta digunakan sebagai bahan baku industri dan sebagian lainnya diperdagangkan antar pulau dan diekspor. Sektor industri selain memberikan lapangan pekerjaan juga meningkatkan nilai tambah value added terhadap produk yang dihasilkan. Pembangunan sektor pertanian dan sektor industri akan memperkokoh struktur perekonomian suatu wilayah. Mengingat sumberdaya ekonomi di negara berkembang sangat terbatas, pemerintah hanya dapat membiayai program pembangunan yang tidak seimbang. Dalam strategi pembangunan tidak seimbang, harus diperhatikan pemilihan bidang usaha atau sektor yang dapat memberikan daya imbas menumbuhkan bidang usaha atau sektor-sektor lainnya dalam perekonomian. Konsep saling keterkaitan ekonomi antar sektor sangat penting artinya dalam melaksanakan strategi pembangunan yang tidak seimbang.

C. Strategi Keseimbangan Antar Daerah Interregional Equilibrium Strategy

Keseimbangan antar daerah adalah salah satu tujuan strategi pembangunan yang tidak berat sebelah. Pemerintah menyusun perencanaan pembangunan yang tidak dipusatkan di suatu daerah sub wilayah melainkan dilakukan di beberapa daerah sub wilayah tergantung pada besar kecilnya potensi sumberdaya dan kondisi geografis daerah- daerah sub-sub wilayah yang bersangkutan. Keseimbangan antar daerah adalah penting artinya bagi suatu wilayah atau negara yang luas. Sebaliknya tidak penting bagi sebuah negara atau wilayah yang relatif kecil. Dalam upaya mewujudkan keseimbangan antar daerah dapat dipilih strategi pusat-pusat pertumbuhan growth pole strategy. Pusat pertumbuhan adalah tempat dilaksanakannya berbagai proyek pembangunan yang besar yang mempunyai daya tarik dan daya dorong terhadap pengembangan industri-industri yang terkait, yang selanjutnya keberhasilan pembangunan di kutub pertumbuhan disebarkan ke daerah-daerah di sekitarnya sehingga pertumbuhan terjadi secara luas.

D. Strategi Pembangunan yang Berorientasi Ke Dalam dan Ke Luar Inward-

Looking Development and Outward-Looking Development Strategi pembangunan berorientasi ke dalam ditujukan untuk memajukan sektor industri di dalam wilayah untuk menggantikan perdagangan yang mendatangkan barang dan jasa yang berasal dari luar wilayah, meskipun dimaklumi bahwa perdagangan luar 56-1711,-1.+. wilayah itu memainkan peranan sebagai pendukung strategi pembangunan yang berorientasi ke dalam. Landasan penerapan strategi ini adalah kondisi dan potensi wilayah- wilayah pada umumnya di negara-negara berkembang yang merupakan penghasil produk atau komoditas sektor primer sektor pertanian dalam arti luas, meliputi sub-sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan peternakan, perikanan dan kehutanan. Posisinya dalam perdagangan nasional dan internasional menjadi relatif lemah menghadapi persaingan masuknya barang-barang industri dari luar wilayah. Dalam jangka panjang nilai tukar produk sektor primer lebih rendah dibandingkan produk sektor industri. Harga produk industri naik lebih cepat dibandingkan produk primer, oleh karena itu perlu dikembangkan pembangunan sektor industri kecil dan menengah untuk menggantikan barang-barang industri yang didatangkan dari luar wilayah. Strategi pembangunan berorientasi ke dalam disebut pula sebagai strategi substitusi impor import substitution. Sebaliknya strategi pembangunan yang berorientasi ke luar menganggap bahwa perdagangan ke luar wilayah merupakan motor pertumbuhan. Perekonomian di dalam wilayah dikembangkan ke arah pembangunan industri kecil dan menengah untuk melayani pasar di luar wilayah. Barang-barang diproduksi dengan biaya murah karena potensi sumberdaya yang dimiliki relatif besar sehingga wilayah yang bersangkutan mempunyai daya saing yang tinggi. Keuntungan perdagangan ke luar wilayah dapat digunakan untuk membayar pembelian barang dari luar wilayah.

E. Strategi “Kebutuhan Pokok” Basic Needs Strategy

Strategi kebutuhan pokok muncul karena kegagalan pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan selama sekitar lima dasawarsa yang lalu ternyata tidak berhasil mengentaskan kemiskinan lapisan masyarakat bawah. Di lain pihak dapat dikemukakan bahwa manfaat pertumbuhan ekononi tidak menetes ke bawah, dan hanya dinikmati oleh lapisan masyarakat menengah dan atas yang umumnya berada di daerah perkotaan dan pusat pertumbuhan, dan tidak menyebar ke lapisan masyarakat bawah yang berada baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah dan ke seluruh lapisan masyarakat miskin dengan menerapkan strategi kebutuhan pokok untuk mencapai sasaran pembangunan yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Secara konseptual, kebutuhan pokok meliputi dua unsur utama yaitu 1 kebutuhan minimum keluarga untuk konsumsi pribadi yang meliputi pangan dalam jumlah yang memadai, sandang, dan papan yang memadai, dan 2 pelayanan penting yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti air bersih, listrik, sanitasi, pengangkutan umum, kesehatan dan pendidikan. 56-1711,-1.+. Setiap stratregi pembangunan ekonomi yang diuraikan di atas pada dasarnya menekankan perhatiannya kepada pentingnya pencapaian kemajuan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah dan antar wilayah. Penerapan masing-masing strategi pembangunan tersebut harus disesuaikan dengan potensi kondisi, dan tingkat perkembangan dari masing-masing wilayah yang bersangkutan.

2.1.3. Kerangka Pembangunan Koperasi

2.1.3.1. Ciri dan Prinsip Koperasi

Koperasi mempunyai ciri khusus yang fungsinya sangat penting dalam kehidupan perkoperasian. Ciri khusus inilah yang membedakan koperasi dengan organisasi perusahaan lainnya. Pakar koperasi Professor Hans H. Muenkner dari Universitas Philipps, Marburg, Jerman, menyatakan bahwa ciri khusus koperasi menjadi pola hukum perkoperasian. Menurut Prof. Muenkner 1998, ciri khusus koperasi adalah swadaya, jumlah anggota yang berubah, perusahaan yang dibiayai dan diawasi bersama, dan tujuannya meningkatkan kepentingan anggota. Ciri swadaya mencerminkan pengelolaan sendiri oleh anggota sehingga setiap anggota berhak ikut serta dalam kepengurusan koperasi, bertanggungjawab sendiri dalam hal kesinambungan keberadaan koperasi dan akibat yang timbul dari kegiatan koperasi. Jumlah anggota yang berubah mencerminkan keterbukaan bagi yang memiliki kepentingan yang sama atau altruisti. Ciri perusahaan yang dibiayai dan diawasi bersama mencerminkan ciri pengurusan dan tanggungjawab bersama. Ciri tujuan peningkatan kepentingan anggota mencerminkan promosi anggota melalui pengurus dan manajer koperasi. Berdasarkan ciri-ciri khusus koperasi tersebut, koperasi mempunyai prinsip atau azas yang secara universal telah dirumuskan oleh International Cooperative Alliance ICA pada kongres ICA tahun 1930 di Vienna. Prinsip-prinsip koperasi adalah keanggotaan, sukarela dan terbuka. Kontrol demokratis melalui satu anggota satu suara SASS, sukubunga terbatas atas kapital, dividen atas pembelian, netral dalam poltik dan agama, pembayaran tunai dalam pembelian dan penjualan, dan memajukan pendidikan. Prinsip- prinsip ini diadopsi dari koperasi konsumsi Rochdale yang sangat berhasil di Jerman sehingga disebut sebagai Rochdale Pioneers Watkins, 1986. Di berbagai negara prinsip- prinsip koperasi disesuaikan dengan karakteristik negara. Di Indonesia, prinsip-prinsip koperasi hampir sama dengan Rochdale Pioneer dengan penyesuaian pada suku bunga terbatas atas modal menjadi pembagian keuntungan koperasi menurut jasa anggota. Atas dasar ciri dan prinsip koperasi, para ahli, pengamat, dan praktisi koperasi meyakini bahwa koperasi akan mampu menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Ciri dan prinsip koperasi Indonesia mendasari 56-1711,-1.+. sistem pengelolaan sumberdaya Indonesia berdasarkan kekeluargaan dan demokratis yang termuat dalam UUD 1945. Pada pasal 33 UUD 1945 secara jelas terungkap bahwa pembangunan ekonomi Indonesia adalah untuk mencapai kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran orang seorang. Bahkan pada era Orde Baru koperasi dinyatakan sebagai sokoguru perekonomian Indonesia walaupun dalam prakteknya koperasi hanya sekedar pelengkap saja karena yang makmur adalah orang seorang melalui perusahaan berbentuk perseroran terbatas PT dan konglomerasi. Koperasi sebagai tulang punggung perekonomian tidak lagi sekedar bentuk perusahaan melainkan gagasan pembangunan ekonomi yang berdimensi makro. Masalah membangun keadilan, kesejahteraan, dan pendapatan yang menjadi muatan pembangunan nasional menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan koperasi. Oleh karena itu pembangunan wilayah yang merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi semestinya juga ditinjau dari pembangunan koperasi.

2.1.3.2. Tinjauan Kebijakan

Menurut Prof Muenkner, prinsip-prinsip koperasi merupakan sistem hukum yang mencakup gagasan yang abstrak yang diangkat dari pengalaman para koperator sebagai pedoman yang paling sesuai dalam mendirikan koperasi. Namun. prinsip-prinsip yang bersifat abstrak belum sepenuhnya dapat dioperasionalkan oleh para koperator di bawah kondisi politik, sosial, budaya, dan ekonomi tertentu. Praktek-praktek koperasi membutuhkan landasan hukum yang tepat dan tegas dalam bentuk undang-undang UU. Ketentuan dalam UU menjadi dasar mengelola koperasi dan menghasilkan kebijakan pembangunan perkoperasian di Indonesia. UU nomor 121967 merupakan UU yang melandasi pembangunan koperasi sejak Orde Baru berkuasa. UU ini memberikan kesempatan pada pemerintah Orde Baru untuk ikut aktif melalui kebijakan dalam pembangunan koperasi. Kemudian, UU nomor 121967 diubah menjadi UU nomor 25 tahun 1992 sebagai wujud dari keinginan pemangku kepentingan menyesuaikan perubahan dan usulan pembaharuan UU koperasi pada seminar UU koperasi tahun 1984 di Singapura. Berbagai kebijakan sebagai derivasi dari UU dikeluarkan oleh pemerintah. Disamping itu untuk meningkatkan percepatan pembangunan, kabinet Indonesia berisikan Kementerian KUKM. Dari berbagai kebijakan itu terlihat bahwa orientasi pembangunan koperasi lebih pada memperkuat kelembagaan dan usaha koperasi dengan harapan dapat meningkatkan ekonomi rakyat. Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan menyangkut keberadaan koperasi di daerah dengan upaya memberikan penilaian. Terakhir, pemerintah melalui Kementerian Negara KUKM mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri Permen KUKM nomor 06PerM.KUKMV2006 tentang Pedoman Penilaian KoperasiKoperasi Award dan Permen nomor 03Per14-KUKMI2007 tentang Pedoman Penilaian 56-1711,-1.+. ProvinsiKabupaten Kota Koperasi. Permen nomor 062006 dikeluarkan untuk menyemarakkan peringatan Hari Koperasi setiap tanggal 12 Juli. Kebijakan ini lebih merupakan kontes antar koperasi yang juaranya diberikan Koperasi Award. Permen 032007 bertujuan untuk meningkatkan peran pemerintah daerah dalam pemberdayaan koperasi. Dari sisi tujuannya, kebijakan ini secara normatif cukup menjanjikan peningkatan peran, tetapi esensi kebijakan ini lebih pada kontes antar daerah untuk memperoleh award juga. Permen 032007 telah mengatur penilaian sebanyak 19 variabel, yakni kelembagaan koperasi, keanggotaan koperasi, penyerapan tenagakerja, penyebaran koperasi aktif per kecamatan, penilaian koperasi berprestasi, koperasi berkualitas, modal sendiri, volume usaha, sisa hasil usaha, modal luar koperasi, asset, struktur permodalan, kesehatan KSPUSP, kontribusi koperasi dalam PAD, animo dan peran serta masyarakat berkoperasi di desa tertinggal, kontribusi koperasi terhadap pengembangan kualitas lingkungan, representasi perempuan dalam manajemen, kerjasama antar koperasi dan badan usaha lain, dan akses pembiayaan koperasi pada bank pembangunan. Kebijakan tersebut kalau untuk tujuan kontes cukup memadai. Namun untuk kepentingan pembangunan, secara prinsip dan metodologis masih perlu dipertanyakan. Kelemahan penilaian terletak pada tujuan, variabel, model, dan metode. Tujuan penilaian lebih pada kontes untuk memperoleh penghargaan. Variabel lebih pada dimensi mikro, belum pada dimensi makro yang mencerminkan pembangunan, skor merupakan penilaian nominal, dan modelnya tidak integratif. Oleh karena itu penilaian yang mencerminkan keterkaitan pembangunan koperasi dengan daerah masih perlu dikembangkan sehingga diperoleh kondisi yang merangsang kompetisi antar daerah.

2.1.4. Pilihan Model Pembangunan Koperasi dan Wilayah

Bahasan teori-teori dan empiris baik terhadap pembangunan dan pertumbuhan wilayah maupun pembangunan koperasi yang dijelaskan di atas menghasilkan variabel atau indikator-indikator pada masing-masing bidang. Variabel atau indikator tersebut merupakan sebuah unit yang digunakan untuk mengukur perkembangan dan kontribusi dari masing-masing bidang. Selain itu bahasan teori menghasilkan model-model pembangunan wilayah dan koperasi dan strategi serta kebijakan yang dapat diimplementasikan dalam dunia nyata. Berdasakan bahasan teori dan empiris tersebut, berikut ini diberikan model teoritis pembangunan koperasi dan pembangunan wilayah sebagai sebuah kerangka berpikir untuk menemukan variabel atau indikator-indikator terukur dalam model pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. 1. Teori Ekonomi 2. Teori Bisnis Teori dan Prinsip Koperasi • Lembaga • Usaha • Ekonomi Kelembagaan Koperasi Indikator Utama • Anggota • Lembaga • Volume usaha • Permodalan • Kesempatan kerja 56-1711,-1.+. Gambar 4. Model Kerangka Pikir Pembangunan Koperasi Gambar 5. Model Kerangka Pikir Pembangunan Wilayah 2.1.5. Tinjauan Arti Penting Pemeringkatan Informasi menyangkut pemeringkatan telah menjadi kebutuhan penting tidak hanya bagi pemerintah tetapi juga swasta. Hal ini terjadi karena perubahan tatanan perekonomian dunia dewasa ini yang ditandai oleh globalisasi. Implikasi ekonomi dari globalisasi adalah kompetisi. Baik negara maupun perusahaan harus mampu meningkatkan kemampuan kompetisi agar mampu memainkan peran lebih tinggi dalam perekonomian. Kemampuan negara, perusahaan, dan individu meningkatkan kompetisi 1. Klasik 2. Neo Klasik 3. Keynesian 4. Basis Ekspor 5. Sektoral 6. Struktural 7. Kausasi Kumulatif 8. Lokasi dan Aglomerasi 9. Tempat Sentral 10. Growth Pole Teori Pembangunan Wilayah • Model I • Model II • Model III • Model IV Model Pembangunan Wilayah Indikator Utama • Pendapatan agregat PDB, PDRB • Pertumbuhan ekonomi • Kesempatan kerja • Ekspor • Investasi • Pemerataan • Sumberdaya manusia • Kesehatan pendidikan • Penduduk • Dunia usaha • Infrastruktur • Pembangunan prasarana • Pembangunan seimbang atau tak seimbang • Keseimbangan daerah • Orientasi ke dalam dan ke luar • Kebutuhan pokok. Strategi : 56-1711,-1.+. sangat tergantung pada pengetahuan menyangkut posisi masing-masing dalam interaksinya baik secara global, nasional, regional, maupun lokal. Dalam rangka itu pula berbagai upaya pemeringkatan telah dilakukan oleh lembaga internasional dan nasional. The International Management Development IMD yang berkedudukan di Lausanne, Swiss, setiap tahunnya menerbitkan rating dan pemeringkatan dayasaing negara-negara. The Political and Economic Risk Country PERC selalu menerbitkan posisi negara-negara dalam hal resiko. The Standard Poor SP dan Moody di Hongkong selalu menerbitkan rating negara-negara dalam bidang finansial. UNCTAD di Genewa dalam laporan tahunannya dalam buku the World Investment Report WIR memeringkat negara-negara dalam menarik investasi asing FDI setiap tahunnya. Business Monitor International BMI di Singapura menerbitkan pemeringkatan negara- negara dalam hal resiko ekonomi dan politik. Para pengamat dan pakar juga berupaya menerbitkan analisis menyangkut posisi perusahaan. Pada tahun 2006, dalam majalah semi ilmiah “Infokop”, Johnny W. Situmorang dkk., telah berupaya memperkenalkan prototipe model pemeringkatan koperasi berdasarkan cooperative membership dignity di Kabupaten Bandung serta memeringkat propinsi dan sektor perekonomian dalam menarik PMDN dan PMA berdasarkan Regional Investment Performance Index RIPI. Tidak hanya dalam bidang ekonomi, pemeringkatan dalam bidang politik dan sosial juga telah menjadi sumber informasi bagi pemangku kepentingan. The Transparency International TI menerbitkan peringkat negara-negara dalam hal korupsi dan transparansi. Lembaga sumberdaya manusia menerbitkan indeks pembangunan sumberdaya manusia. Lembaga Survei Indonesia LSI menjadi rujukan dalam melihat arah perkembangan politik dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia. Lembaga riset Danareksa dRI juga berusaha menerbitkan rating kinerja perusahaan di Indonesia. Hasil publikasi setiap lembaga pemeringkat sangat mempengaruhi proses pembangunan. Misalnya, IMD menempatkan Indonesia pada posisi ke-47 dari 49 negara pada tahun 2002 dalam dayasaing global. BMI menempatkan Indonesia pada peringkat ke-88 dari 131 negara dalam resiko ekonomi serta peringkat ke-87 dari 125 negara dalam hal resiko politik. Pada tahun 2003, TI menempatkan Indonesia pada posisi ke-122 dari 133 negara dalam hal korupsi. Lembaga dRI menerbitkan rating Indonesia yang lemah berdasarkan Indeks Kinerja Perusahaan IKP. Para pengambil keputusan segera berreaksi dan mengevaluasi kembali kebijakannya apabila hasil pemeringkatan menunjukkan posisinya rendah. Disamping itu pula citra negara dan bangsa atau lembaga yang menjadi obyek pemeringkatan sangat terpengaruh oleh hasil pemeringkatan. Bank Mandiri dengan bangga mempublikasikan hasil pemeringkatan layanan prima oleh MRI Marketing Research Indonesia selama tahun 2003-2006 melalui iklan di Harian Media Indonesia 1 Mei 2007. Peringkat Bank Mandiri naik dari posisi ke-16 tahun 2003 menjadi posisi ke-12 56-1711,-1.+. tahun 2004, ke-3 tahun 2005, dan ke-2 tahun 2006. Manajemen Bank Mandiri menyatakan bahwa naiknya peringkat Bank Mandiri merupakan persembahan kepada konsumen untuk selalu memperbaiki dan menyempurnakan layanan kepada nasabah. Hasil pemeringkatan menjadi salah satu faktor penting yang menjadi perhatian bagi negara, perusahaan, dan lembaga internasional dalam membangun hubungan dengan negara atau lembaga tertentu. Hal itu terlihat jelas pada setiap pertemuan dalam the World Economic Forum WEF dan the World Social Forum WSF juga dalam forum WTO dan multilateral lainnya, seperti IMF, Bank Dunia, dan forum kerjasama regional. Kekuatan dari pemeringkatan sangat tergantung pada metodologi. Indikator dan model analisis menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam upaya pemeringkatan. Indikator tidak hanya menyangkut ekonomi tetapi juga non-ekonomi dan semua indikator harus terukur. Pada umumnya dengan banyaknya indikator yang digunakan dalam pemeringkatan, metode penentuan akhir yang lazim digunakan adalah metode indeks. IMD misalnya, menggunakan empat indikator yakni aspek bisnis, ekonomi, birokrasi, dan infrastukrur. Pembangunan sumberdaya manusia, konsumen retensi, cooperative membership dignity, dan lainnya juga menggunakan metode indeks. Dengan memperhatikan TOR, sangat jelas tercantum dalam masalah dan tujuan studi bahwa indikator dan rumusan model menjadi output dari studi ini. Oleh karena itu pengembangan indikator yang menyangkut pembangunan koperasi harus sudah jelas terlihat dalam studi ini.

2.2. Ruang Lingkup

Sejalan dengan TOR, ruang lingkup kegiatan mencakup kegiatan itu sendiri, waktu pelaksanaan, dan tahapan kajian. Lingkup kegiatan mengenai inventarisasi pembangunan ekonomi dan wilayah adalah data dan inventarisasi informasi pembangunan regional dan nasional menurut teori dan praktek pembangunan ekonomi. Menyangkut gambaran administrasi pemerintahan dan pembangunan adalah informasi kebijakan dan praktek pemerintahan dan pembangunan. Menyangkut perkoperasian adalah informasi mengenai perkembangan koperasi berdasarkan data agregat propinsi. Menyangkut teknik penetapan peringkat daerah dalam pembangunan adalah dalam proses penetapan indikator dan model yang melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan. Lingkup kegiatan dikaitkan dengan lokasi maka sesuai dengan perumusan dan penetapan indikator dan bobotnya, akan dilakukan dua tahapan operasional kegiatan. Tahap Pertama adalah menjaring, menentukan, dan menetapkan indikator dan bobot indikator dengan cara Focus Group Discussion FGD yang dilaksanakan di Jakarta. Para pemangku kepentingan dari sisi swasta adalah gerakan koperasi, pengamat pembangunan 56-1711,-1.+. dan koperasi, akademisi, Kadin yang membidangi UKM, dan dari pihak pemerintah adalah birokrat yang terkait langsung dengan pembangunan koperasi. FGD menghasilkan bobot indikator. Metode pembobotan dilakukan dengan metode Delphi. Tahap Kedua adalah tahap survey. Survey mengumpulkan data dilaksanakan di 5 lima propinsi sebagai sampel uji sahih. Pengumpulan data dan informasi dilakukan di masing-masing ibukota propinsi. Survey menghasilkan data untuk menentukan parameter dan indeks indikator. Menyangkut lingkup waktu dinyatakan selama satu tahun pada tahun anggaran 2007. Mengingat proses penentuan pelaksana kegiatan pada tahun 2007 telah masuk pada bulan Mei, secara praktis kegiatan ini dilaksanakan dalam masa enam bulan, sejak bulan Juli sampai Desember 2007. Lingkup kerja menyangkut tahapan kajian terdiri dari delapan tahapan, yakni pembahasan dan penyempurnaan TOR, penyusunan dan pembahasan riset disain, inventarisasi peta perkoperasian, inventarisasi indikator pembangunan perkoperasian melalui temu pakar, pembobotan indikator melalui FGD, diskusi dan perumusan model, uji sahih model, dan rekomendasi. Tahapan ini cukup jelas. Pembahasan dan penyempurnaan TOR, telah dilaksanakan baik secara internal maupun eksternal dengan melibatkan calon pelaksana. Selebihnya dilaksanakan setelah pelaksana kegiatan ditetapkan oleh otoritas pelelangan. Pembahasan riset desain, kuesioner, laporan sementara, dan laporan akhir dilaksanakan bersama dengan Kementerian KUKM, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, kegiatan selebihnya oleh pelaksana kegiatan. 6-1711,-1.+. 8 8 8 8 14 999 14999 14999 14999

3.1. Jenis Studi