Kerangka Pembangunan Koperasi Kerangka Pikir

56-1711,-1.+. Setiap stratregi pembangunan ekonomi yang diuraikan di atas pada dasarnya menekankan perhatiannya kepada pentingnya pencapaian kemajuan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah dan antar wilayah. Penerapan masing-masing strategi pembangunan tersebut harus disesuaikan dengan potensi kondisi, dan tingkat perkembangan dari masing-masing wilayah yang bersangkutan.

2.1.3. Kerangka Pembangunan Koperasi

2.1.3.1. Ciri dan Prinsip Koperasi

Koperasi mempunyai ciri khusus yang fungsinya sangat penting dalam kehidupan perkoperasian. Ciri khusus inilah yang membedakan koperasi dengan organisasi perusahaan lainnya. Pakar koperasi Professor Hans H. Muenkner dari Universitas Philipps, Marburg, Jerman, menyatakan bahwa ciri khusus koperasi menjadi pola hukum perkoperasian. Menurut Prof. Muenkner 1998, ciri khusus koperasi adalah swadaya, jumlah anggota yang berubah, perusahaan yang dibiayai dan diawasi bersama, dan tujuannya meningkatkan kepentingan anggota. Ciri swadaya mencerminkan pengelolaan sendiri oleh anggota sehingga setiap anggota berhak ikut serta dalam kepengurusan koperasi, bertanggungjawab sendiri dalam hal kesinambungan keberadaan koperasi dan akibat yang timbul dari kegiatan koperasi. Jumlah anggota yang berubah mencerminkan keterbukaan bagi yang memiliki kepentingan yang sama atau altruisti. Ciri perusahaan yang dibiayai dan diawasi bersama mencerminkan ciri pengurusan dan tanggungjawab bersama. Ciri tujuan peningkatan kepentingan anggota mencerminkan promosi anggota melalui pengurus dan manajer koperasi. Berdasarkan ciri-ciri khusus koperasi tersebut, koperasi mempunyai prinsip atau azas yang secara universal telah dirumuskan oleh International Cooperative Alliance ICA pada kongres ICA tahun 1930 di Vienna. Prinsip-prinsip koperasi adalah keanggotaan, sukarela dan terbuka. Kontrol demokratis melalui satu anggota satu suara SASS, sukubunga terbatas atas kapital, dividen atas pembelian, netral dalam poltik dan agama, pembayaran tunai dalam pembelian dan penjualan, dan memajukan pendidikan. Prinsip- prinsip ini diadopsi dari koperasi konsumsi Rochdale yang sangat berhasil di Jerman sehingga disebut sebagai Rochdale Pioneers Watkins, 1986. Di berbagai negara prinsip- prinsip koperasi disesuaikan dengan karakteristik negara. Di Indonesia, prinsip-prinsip koperasi hampir sama dengan Rochdale Pioneer dengan penyesuaian pada suku bunga terbatas atas modal menjadi pembagian keuntungan koperasi menurut jasa anggota. Atas dasar ciri dan prinsip koperasi, para ahli, pengamat, dan praktisi koperasi meyakini bahwa koperasi akan mampu menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Ciri dan prinsip koperasi Indonesia mendasari 56-1711,-1.+. sistem pengelolaan sumberdaya Indonesia berdasarkan kekeluargaan dan demokratis yang termuat dalam UUD 1945. Pada pasal 33 UUD 1945 secara jelas terungkap bahwa pembangunan ekonomi Indonesia adalah untuk mencapai kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran orang seorang. Bahkan pada era Orde Baru koperasi dinyatakan sebagai sokoguru perekonomian Indonesia walaupun dalam prakteknya koperasi hanya sekedar pelengkap saja karena yang makmur adalah orang seorang melalui perusahaan berbentuk perseroran terbatas PT dan konglomerasi. Koperasi sebagai tulang punggung perekonomian tidak lagi sekedar bentuk perusahaan melainkan gagasan pembangunan ekonomi yang berdimensi makro. Masalah membangun keadilan, kesejahteraan, dan pendapatan yang menjadi muatan pembangunan nasional menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan koperasi. Oleh karena itu pembangunan wilayah yang merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi semestinya juga ditinjau dari pembangunan koperasi.

2.1.3.2. Tinjauan Kebijakan

Menurut Prof Muenkner, prinsip-prinsip koperasi merupakan sistem hukum yang mencakup gagasan yang abstrak yang diangkat dari pengalaman para koperator sebagai pedoman yang paling sesuai dalam mendirikan koperasi. Namun. prinsip-prinsip yang bersifat abstrak belum sepenuhnya dapat dioperasionalkan oleh para koperator di bawah kondisi politik, sosial, budaya, dan ekonomi tertentu. Praktek-praktek koperasi membutuhkan landasan hukum yang tepat dan tegas dalam bentuk undang-undang UU. Ketentuan dalam UU menjadi dasar mengelola koperasi dan menghasilkan kebijakan pembangunan perkoperasian di Indonesia. UU nomor 121967 merupakan UU yang melandasi pembangunan koperasi sejak Orde Baru berkuasa. UU ini memberikan kesempatan pada pemerintah Orde Baru untuk ikut aktif melalui kebijakan dalam pembangunan koperasi. Kemudian, UU nomor 121967 diubah menjadi UU nomor 25 tahun 1992 sebagai wujud dari keinginan pemangku kepentingan menyesuaikan perubahan dan usulan pembaharuan UU koperasi pada seminar UU koperasi tahun 1984 di Singapura. Berbagai kebijakan sebagai derivasi dari UU dikeluarkan oleh pemerintah. Disamping itu untuk meningkatkan percepatan pembangunan, kabinet Indonesia berisikan Kementerian KUKM. Dari berbagai kebijakan itu terlihat bahwa orientasi pembangunan koperasi lebih pada memperkuat kelembagaan dan usaha koperasi dengan harapan dapat meningkatkan ekonomi rakyat. Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan menyangkut keberadaan koperasi di daerah dengan upaya memberikan penilaian. Terakhir, pemerintah melalui Kementerian Negara KUKM mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri Permen KUKM nomor 06PerM.KUKMV2006 tentang Pedoman Penilaian KoperasiKoperasi Award dan Permen nomor 03Per14-KUKMI2007 tentang Pedoman Penilaian 56-1711,-1.+. ProvinsiKabupaten Kota Koperasi. Permen nomor 062006 dikeluarkan untuk menyemarakkan peringatan Hari Koperasi setiap tanggal 12 Juli. Kebijakan ini lebih merupakan kontes antar koperasi yang juaranya diberikan Koperasi Award. Permen 032007 bertujuan untuk meningkatkan peran pemerintah daerah dalam pemberdayaan koperasi. Dari sisi tujuannya, kebijakan ini secara normatif cukup menjanjikan peningkatan peran, tetapi esensi kebijakan ini lebih pada kontes antar daerah untuk memperoleh award juga. Permen 032007 telah mengatur penilaian sebanyak 19 variabel, yakni kelembagaan koperasi, keanggotaan koperasi, penyerapan tenagakerja, penyebaran koperasi aktif per kecamatan, penilaian koperasi berprestasi, koperasi berkualitas, modal sendiri, volume usaha, sisa hasil usaha, modal luar koperasi, asset, struktur permodalan, kesehatan KSPUSP, kontribusi koperasi dalam PAD, animo dan peran serta masyarakat berkoperasi di desa tertinggal, kontribusi koperasi terhadap pengembangan kualitas lingkungan, representasi perempuan dalam manajemen, kerjasama antar koperasi dan badan usaha lain, dan akses pembiayaan koperasi pada bank pembangunan. Kebijakan tersebut kalau untuk tujuan kontes cukup memadai. Namun untuk kepentingan pembangunan, secara prinsip dan metodologis masih perlu dipertanyakan. Kelemahan penilaian terletak pada tujuan, variabel, model, dan metode. Tujuan penilaian lebih pada kontes untuk memperoleh penghargaan. Variabel lebih pada dimensi mikro, belum pada dimensi makro yang mencerminkan pembangunan, skor merupakan penilaian nominal, dan modelnya tidak integratif. Oleh karena itu penilaian yang mencerminkan keterkaitan pembangunan koperasi dengan daerah masih perlu dikembangkan sehingga diperoleh kondisi yang merangsang kompetisi antar daerah.

2.1.4. Pilihan Model Pembangunan Koperasi dan Wilayah