Rumusan Masalah Pemeringkatan Daerah dalam Pembangunan Koperasi.compressed

56-1711,-1.+. 2007 mempunyai kegiatan studi pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. Studi ini merupakan gagasan awal mencari model yang cocok untuk pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. Kajian ini merupakan hasil dari studi tersebut yang merupakan jawaban atas permasalahan studi menyangkut pemeringkatan.

1.2. Rumusan Masalah

Fungsi dan peran koperasi sebagaimana Undang-Undang nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Tentu saja dalam konteks pembangunan wilayah fungsi dan peran koperasi itu tidak lain ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi dan masyarakat lokal. Sementara itu dengan adanya kebijakan Otonomi Daerah, terbuka peluang bagi pemberdayaan koperasi secara lebih baik sehingga sebutan koperasi sebagai penggerak ekonomi rakyat di daerah diharapkan benar-benar akan terwujud. Bilamana fungsi dan peran koperasi yang dicita-citakan pada satu sisi dan pemberdayaan koperasi melalui kebijakan Otonomi Daerah terlaksana dengan tepat pada sisi lainnya maka akan ada sinergis dimana koperasi memberikan kontribusi besar dalam pembangunan wilayah. Menindaklanjuti hal di atas telah ada program-program pemerintah untuk membangun swadaya masyarakat dalam perkoperasian, antara lain peningkatan kualitas sumbedaya manusia, penciptaan iklim kondusif, bantuan langsung, dan perkreditan. Dalam konteks pembangunan wilayah, program pemerintah dimaksud semestinya dilaksanakan secara transparan, penuh kompetisi, dan berorientasi masyarakat, sehingga menghasilkan koperasi yang tumbuh dan berperan secara mikro dan makro. Sebagai wujud nyata peran koperasi dalam pembangunan wilayah, indikator dan variabel harus terlihat jelas dan terukur sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan performa koperasi dalam pembangunan wilayah. Pada uraian latar belakang keberadaan koperasi dengan mengacu pada statistik koperasi, secara kuantitas berdasarkan beberapa indikator telah menunjukkan performa cukup baik karena daerah kabupatenkota rata-rata telah mempunyai 314 unit koperasi dengan anggota koperasi sebanyak 61.460 orang, manajer 66 orang, dan karyawan koperasi sebanyak 633 orang. Berdasarkan propinsi, rata-rata propinsi memiliki 4.194 unit koperasi dengan anggota koperasi sebanyak 819.465 orang, 885 orang manajer, dan 8.438 orang karyawan koperasi. Berbagai pertanyaan muncul dari performa koperasi secara regional. Apakah angka-angka di atas cukup menjelaskan bahwa pembangunan koperasi sudah baik ? Bagaimana melihat performa daerah dalam pembangunan koperasi ? Hal 56-1711,-1.+. inilah yang menjadi persoalan yang membutuhkan analisis lebih dalam. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mengetahui performa pembangunan koperasi. Pada awal pengenalan KUD awal tahun 1980-an pemerintah telah menetapkan kriteria KUD Model dan Klasifikasi Koperasi. Kemudian pada awal tahun 1990- an pergantian Menteri yang menangani pembangunan koperasi juga mengganti program pembangunan koperasi dengan mengeluarkan kebijakan KUD dan Koperasi Mandiri. Upaya pada era Orde Baru tersebut ternyata tidak menunjukkan kualitas koperasi yang sebenarnya. Pada era reformasi pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang menghasilkan Program Klasifikasi Koperasi yang sampai saat ini masih berlaku dan penetapan koperasi terbaik. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut hanya pada tataran mikro koperasi sebagai dunia usaha. Program tersebut hanya mampu memberikan atribut terhadap koperasi dalam rangka memperoleh penghargaan yang diterima setiap kejadian perayaan Hari Koperasi pada bulan Juli. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah lebih pada kontes pemilihan koperasi terbaik pada waktu tertentu. Daerah sangat pasif dan kurang ada upaya kreatif dimana Kepala Daerah memberikan perhatian sekedar untuk memperoleh penghargaan. Situasi itu didukung oleh sistem karena pada masa itu sistem pemerintahan sentralistik. Upaya tersebut belum mampu menggambarkan secara komprehensif pembangunan koperasi terkait dengan pembangunan ekonomi regional yang mencerminkan semangat kompetisi. Sejalan dengan era reformasi dan globalisasi, mencari jawaban atas permasalahan di atas merupakan bagian dari perubahan proses pembangunan berdasarkan otonomi daerah. Kepala Daerah diberikan kewenangan yang besar dalam pembangunan dengan pelimpahan urusan pembangunan termasuk koperasi, sehingga Kepala Daerah juga harus ikut bertanggungjawab terhadap keberhasilan pembangunan koperasi. Bagaimana model dan indikator pembangunan koperasi yang terintegrasi dengan pembangunan daerah dan nasional menjadi permasalahan yang perlu dipecahkan melalui studi ini.

1.3. Tujuan dan Manfaat