7 Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya
mengetahui performa pembangunan koperasi. Pada awal pengenalan KUD awal tahun 1980-an pemerintah telah menetapkan kriteria KUD
Model dan Klasifikasi Koperasi. Kemudian pada awal tahun 1990-an pergantian Menteri yang menangani pembangunan koperasi juga
mengganti program pembangunan koperasi dengan mengeluarkan kebijakan KoperasiKUD Mandiri. Upaya pada era Orde Baru tersebut
ternyata tidak menunjukkan kualitas koperasi yang sebenarnya. Pada era reformasi pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang menghasilkan
Program Koperasi Berkualitas, yang sampai saat ini masih berlaku dan sebagai dasar dalam menentukan koperasi yang berprestasi.
Berdasarkan masalah di atas, perlu dianalisis seberapa jauh pemurnian jatidiri koperasi, melalui implementasi prinsip-prinsip koperasi
sebagai pencerminan koperasi yang memegang teguh fisolofiideologi genuine cooperatives. Hal ini diduga implementasi prinsip-prinsip
koperasi memiliki intensitas yang beragam, baik pada jenis maupun skala usaha dan cakupan luas wilayah kerja koperasi.
1.3 Rumusan Masalah
Seberapa jauh implementasi prinsip-prinsip koperasi pada KSP dan Kopdit
1.4 Tujuan dan Manfaat Kajian
1.4.1 Tujuan Kajian
Mengetahui perbandingan implementasi prinsip-prinsip koperasi antara KSP dan Kopdit Kajian ini bertujuan untuk
mengetahui komparatif seberapa jauh implementasi prinsip-prinsip koperasi pada Koperasi Simpan Pinjam KSP dan Koperasi Kredit
Kopdit.
8
1.4.2 Manfaat Kajian
Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan koperasi, khususnya KSP dan Kopdit lebih lanjut
1.5 Output Kajian
Laporan hasil
kajian yang
menganalisis perbandingan
implementasi prinsip-prinsip koperasi dan kualitas pelayanan KSP dan Kopdit kepada anggotanya
9
++ ++
++ ++,-.+-
,-.+- ,-.+-
,-.+-
Kerangka pikir teori mengenai analisa komparatif jatidiri Koperasi Simpan Pinjam KSP dan Koperasi Kredit sebagai titik tolak pada lima
komponen utama antara lain : 1 situasi perkoperasian di Indonesia , 2 faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pembangunan koperasi, 3
jatidiri koperasi, 4 nilai-nilai koperasi sebagai unsur jatidiri yang penting, 5 kerangka konseptual pembangunan koperasi.
2.1. Situasi Perkoperasian Di Indonesia
Koperasi adalah organisasi ekonomi yang bekerja berdasarkan nilai-nilai, artinya tidak bebas nilai, dan nilai-nilai tersebut dijabarkan
melalui prinsip-prinsip yang dianutnya. Dengan demikian dalam kehidupannya koperasi menggunakan dua standar, ialah standar hukum
sebagai konsekuensi dari perundang-undangan yang berlaku dan standar moral berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya. Mungkin ada
tindakan-tindakan yang berdasarkan hukum positif dianggap benar, akan tetapi belum tentu hal itu diterima oleh standar moralnya. Dalam
praktek hal itu banyak terjadi, di mana tidak ada keseimbangan antara tindakan menurut hukum dan tindakan menurut moralnya. Sering terjadi
bahwa tindakan-tindakan
yang tidak
baiki dibungkus dengan
mengkaitkannya dalam kegiatan koperasi agar secara moral masih dapat diterima.
Dalam situasi seperti ini dan dengan menggunakan jatidiri sebagai standar, maka banyak koperasi telah kehilangan atau sekurang-
kurangnya sangat lemah jatidirinya. Proses ini sebenarnya sudah sejak lama dikonstatir yang dimulai dengan adanya krisis ideologi koperasi
didorong oleh menguatnya pragmatisme di kalangan masyarakat akibat
10 dari paham materialisme dan konsumelisme yang melekat pada konsep
pembangunan dengan tujuan pertumbuhan. Krisis ideologi ini mendorong terjadinya krisis kepemimpinan di kalangan koperasi, karena bergesernya
nilai-nilai yang diberlakukan dan selanjutnya terjadi krisis kepercayaan terhadap koperasi di kalangan masyarakat dan ironisnya juga di kalangan
anggota-anggota koperasi sendiri. Kesemuanya itu akhirnya bermuara pada krisis jatidiri. Kiranya berharga untuk memahami apa yang
dikatakan oleh Dr. G. Fauquet, bahwa “koperasi dengan gerak tunggal meningkatkan taraf kehidupan material dan juga moral dari rakyat. Kalau
koperasi gagal dalam tugas moralnya, ia akan gagal pula dalam tugas ekonominya”. Juga Mahatma Gandhi telah mengingatkan, bahwa
keberhasilan gerakan koperasi bukan diukur dan jumlah perkumpulan koperasi yang dibentuk, tetapi dan kondisi moral dari para koperatornya.
Banyak orang menilai bahwa melemahnya norma moral perkoperasian tersebut tidak terlepas dari melemahnya moral bangsa
sebagai akibat dari pembangunan ekonomi dengan mengabaikan pembangunan bangsa nation building dan pembangunan watak
character building. Dan segi pemerintahan gambarannya juga kurang menggembirakan. Aparatur pemerintah terkesan tidak memahami tidak
peduli akan jatidiri koperasi yang merupakan kepribadian dari koperasi sebagai perkumpulan orang-orang member based, otonom dan
independen ini. Tampaknya kekuatan politik yang begitu besar tunggal di tangan pemerintah tanpa ada kekuatan tandingan check and balance
mendorong pemerlintah berbuat sekehendak hati dan sertingkali dengan pelanggaran hukum. Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang
Perkoperasian sebagai dasar hukum peran dan wewenang pemerintah dalam keterlibatannya dengan kehidupan perkoperasian secara fomal
telah menciptakan debirokratisasi, akan tetapi dalam kenyataannya karena dukungan politik riil pemerintah justru menggenggam kekuasaan
operasional yang sangat besar.
11 Sampai sekarang sama sekali tidak ada upaya untuk memperbaiki
citra koperasi yang jelek dimata masyarakat, supaya citra koperasi tampak bersih dan koperasi-koperasi yang baik dapat tumbuh dengan
sehat guna memperbaiki citra buruk yang ada. Mengapa hal itu dapat terjadi ada dua hal yang sangat dominan yang terjadi :
1. Banyak koperasi yang tumbuh oleh fasilitas-fasilitas yang
disediakan pemerintah sehingga ada ketergantungan koperasi dengan fasilitas-fasilitas tersebut.
2. Banyak koperasi yang seharusnya dibubarkan berdasarkan
ketentuan undang-undang karena tidak memenuhi persyaratan hukum dibiarkan saja, akan tetapi atas pertimbangan politis, atau
tenggang rasa, pemerintah tidak melaksanakannya.
2.2. Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhui Pembangunan Koperasi