34 e. Sistem kurs tetap fixed exchange rate.
Dalam sistem ini, suatu Negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual
atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat
sempit.
H. Inflasi
1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan barang-barang naik secara umum dan dalam jangka waktu yang tertentu Case dan Fair, 1999. Dalam ilmu
ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus kontinu berkaitan dengan mekanisme pasar
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang.
Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan
tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses
kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh- mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua
yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. Pada urnumnya inflasi bermakna kenaikan yang berterusan dalarn tingkat harga
urnum.
35
2. Timbulnya Inflasi
Timbulnya inflasi dapat dilihat dari :
a. Berdasarkan keparahan inflasi 1 Inflasi ringan, dibawah 10 setahun
2 Inflasi sedang, antara 10 - 30 setahun 3 Inflasi berat, 30 - 100 setahun
4 Hiperinflasi di atas 100 setahun
b. Berdasarkan timbulnya inflasi
1 inflasi yang berasal dari dalam negeri domestic inflation, inflasi ini timbul karena defisit anggaran belanja negara dan gagalnya
pasar yang berakibat harga kebutuhan pokok menjadi mahal. 2 inflasi yang berasal dari luar negeri imported inflation
terjadi karena kenaikan harga barang di negara lain, biaya produksi barang luar negeri tinggi, kenaikan impor tarif barang
c. Berdasarkan sebab-sebab timbulnya inflasi, dapat digolongkan:
1 Tarikan permintaan demand pull inflation Inflasi ini terjadi karena permintaan agregat masyarakat akan berbagai
macam barang terus meningkat, misalnya bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan uang baru dan
bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kemudahan kredit bank.
36 2 Desakan biaya cost push inflation
Inflasi ini diakibatkan oleh kenaikan ongkos produksi, biasanya diawali dengan kenaikan biaya produksi, seperti kenaikan upah,
kenaikan harga bahan modal, berkurangnya jumlah penawaran, naiknya harga barang yang dibarengi dengan turunnya jumlah
produksi 3 Inflasi campuran, terjadi karena kombinasi unsur inflasi tarikan dan
inflasi dorongan biaya. 4 Inflasi impor, terjadi karena pengaruh inflasi luar negeri dan adanya
perdagangan antar negara. Misalnya: suatu negara sedang mengalami inflasi, kemudian hasil produksi dari negara tersebut dibutuhkan oleh
negara lain dan diimpor, maka harga barang tersebut meningkat.
3. Cara Mengatasi Inflasi
Usaha untuk mengatasi terjadinya inflasi harus dimulai dari penyebab terjadinya inflasi supaya dapat dicari jalan keluarnya. Secara
teoritis untuk mengatasi inflasi relatif mudah, yaitu dengan cara mengatasi pokok pangkalnya, mengurangi jumlah uang yang beredar.
Berikut ini kebijakan yang diharapkan dapat mengatasi inflasi: a. Kebijakan Moneter
Segala kebijakan pemerintah di bidang moneter dengan tujuan menjaga kestabilan moneter untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan ini meliputi:
37 1 Politik diskonto, dengan mengurangi jumlah uang yang beredar
dengan cara menaikan suku bunga bank, hal ini diharapkan permintaan kredit akan berkurang.
2 Operasi pasar terbuka, mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara menjual SBI
3 Menaikan cadangan kas, sehingga uang yang diedarkan oleh bank umum menjadi berkurang
4 Kredit selektif, politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara memperketat pemberian kredit
5 Politik sanering, ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan
pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi Rp. 1 b. Kebijakan Fiskal
Dapat dilakukan dengan cara: 1 menaikkan tarif pajak, diharapkan masyarakat akan menyetor uang
lebih banyak kepada pemerintah sebagai pembayaran pajak, sehingga dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.
2 Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah 3 Mengadakan pinjaman pemerintah, misalnya pemerintah memotong
gaji pegawai negeri 10 untuk ditabung, ini terjadi pada masa orde lama.
38 c. Kebijakan Non Moneter
Dapat dilakukan melalui: 1 Menaikan hasil produksi, pemerintah memberikan subsidi kepada
industri untuk lebih produktif dan menghasilkan output yang lebih banyak, sehingga harga akan menjadi turun.
2 Kebijakan upah, pemerintah menghimbau kepada serikat buruh untuk tidak meminta kenaikan upah disaat sedang inflasi.
3 Pengawasan harga, kebijakan pemerintah dengan menentukan harga maksimum bagi barang- barang tertentu.
I. Debt To Equity Ratio DER
Debt To Equity Ratio merupakan perhitungan sederhana yang
membandingkan total hutang perusahaan dari modal pemegang saham. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ross et al,.2008:66 yang menyatakan bahwa
“debt to equity ratio is dividing total debt with total equity”. Menurut Horne dan Wachoviz 2004
:145 “Debt to equity is computed by simply dividing the total debt of the firm lincluding current liabilities by its shareholders equity”.
Debt to equity ratio merupakan perhitungan sederhana yang membandingkan
total hutang perusahaan dari modal pemegang saham. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Brealey et al. 2001:490
“Debt to equity is long term debt of the firm
dividing equity“. Dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio merupakan rasio yang membandingkan total hutang dengan total ekuitas dari
pemegang saham.
39 Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi segala
kewajibannya atau juga bisa diartikan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban baik jangka pendek
maupun jangka panjang pada saat perusahaan dilikuidasi. Para banker dan kreditur jangka pendek sangat berminat untuk mengetahui kemampuan
perusahaan membayar hutangnya dalam jangka pendek. Sedangkan kreditur jangka panjang sangat berkepentingan untuk mengetahui kemampuan
perusahaan membayar hutang jangka pendek dan kemampuan membayar hutang jangka panjang. Salah satu bagian dari rasio solvabilitas adalah Debt to
Equity Ratio DER . Debt to Equity Ratio DER adalah bagian dari setiap
rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang. Semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk
membayar hutang. Semakin besar rasio ini berarti semakin besar sumber dana yang berasal dari hutang, sehingga aset yang dimiliki oleh perusahaan sebagian
besar didanai oleh hutang dan semakin besar risiko yang akan dihadapi perusahaan. Sehingga apabila nilai debt to equity ratio nya tinggi menunjukkan
tingkat hutang yang besar dan hutang yang besar itu akan mengurangi keinginan para investor dalam menanamkan modalnya ke perusahaan tersebut,
sehingga harga saham suatu perusahaan akan bernilai rendah dan berpengaruh terhadap return saham yang akan diperoleh.
40 Dengan demikian, debt to equity ratio juga dapat memberikan
gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat dilihat tingkat risiko tak terbayarkan suatu hutang. Adapun perhitungan
dari DER adalah sebagai berikut :
J. Return On Asset
Aktiva suatu perusahaan didanai oleh pemegang saham dan kreditor, sehingga aktiva tersebut akan menjadi modal kerja bagi perusahaan dalam
melakukan usahanya. Sedangkan hasil usaha perusahaan dinyatakan dalam bentuk laba bersih atau Net Income After Tax NIAT. Return on Assets ROA
merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak NIAT terhadap total assets. ROA mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih
setelah pajak dari total asset yang digunakan untuk operasional perusahaan Gitman, 2003.
Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah
pajak. Dengan demikian, semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif kinerja perusahaan. Hal ini akan meningkatkan daya tarik investor terhadap
perusahaan tersebut dan menjadikan perusahaan tersebut menjadi perusahaan yang diminati oleh banyak investor karena tingkat pengembaliannya akan
semakin besar Ang, 1997. Minat yang besar dari investor berdampak