Konsep Konsep dan Teori

Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk membahasnya secara detail dalam sebuah skripsi yang berjudul : Studi Deskriptif dan Musikologis Gondang Sabangunan Dalam Upacara Mardebata Pada Masyarakat Parmalim Hutatinggi-Laguboti di Desa Siregar Kec. Lumban Julu, Kab. Toba Samosir. 1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan pada latar belakang masalah diatas, adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah 1. Bagaimana Deskripsi Jalannya Upacara Mardebata di Desa Siregar, kec. Lumban Julu, Kab. Toba-Samosir 2. Bagaimana fungsi dan Penggunaan Gondang Sabangunan dalam Upacara Mardebata di Desa Siregar, Kec. Lumban Julu, Kab. Toba-Samosir.

1.3 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Untuk Memperoleh Deskripsi Pelaksanaan Upacara Mardebata di Desa Siregar, Kec. Lumban Julu, Kab. Toba-Samosir 2. Untuk mengetahui Fungsi dan Pengggunaan Gondang Sabangunan dalam Upacara Mardebata di Desa Siregar, Kec. Lumban Julu, Kab. Toba-Samosir.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep adalah pengertian abstrak dari sejumlah konsepsi-konsepsi atau pengertian, pendapat paham yang telah ada dalam pikiran Bachtiar 1997:10. Konsep juga merupakan defenisis dari apa yang perlu diamati, dan merupakan penentuan antara variabel-variabel jika ingin menentukan adanya hubungan empiris. 11 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata studi adalah kajian, telaah, penelitian, dan penyelidikan ilmiah 1990:860 ; deskriptif adalah menggambarkan apa adanya 1990:201 ; musikologis adalah berkaitan dengan ilmu musik, aspek historis, sosiologis 1990:602 ; upacara adalah 1 tanda –tanda kebesaran, 2 peralatan menurut adat istiadat, rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama, 3 perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting 1990:994 ; ritual adalah berkenaan dengan ritus, hal ikhwal ritus ; dan ritus adalah tata cara dalam upacara keagamaan 1990:751. Dalam Ensiklopedia Indonesia agama adalah manusia mengakui adanya yang suci ; ada suatu kekuasaan yang melebihi segala yang ada. Kekuasaan ini dianggap sebagai asal atau khalik segala yang ada. Menurut H. Endang Saifuddin Anshari, agama adalah sistem credo tata keimanan atau tata keyakinan dan satu sistem ritus tata peribadatan manusia akan adanya sesuatu yang dianggap Mutlak diluar manusia; agama juga adalah satu sistem norma tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama dan hubungan manusia dengan alam lainnya sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan tersebut. Lebih jauh Pasaribu mengatakan bahwa dasar dari agama adalah kepercayaan, ucapan syukur dan kesadaran akan kelemahan atau kekurangan dengan tujuan mencapai keharmonisan, perdamaian, dan pengharapan. Menurut beliau beberapa hal yang menjadi tujuan agama yakni : mengajar manusia tentang asal usulnya, mengajar manusia tentang moralitas, mengajar manusia menghargai orang lain, mengajar manusia tentang 12 tujuan kehidupan, mengajar manusia memelihara keseimbangan, mengajar manusia memberikan bimbingan dalam hidup, mengajar manusia menentramkan batin. Dari uraian diatas, pengertian atau defenisi serta tujuan dari agama terdapat juga dalam Ugamo Malim. Dalam ajaran Ugamo Malim juga terdapat nilai-nilai religius yang bertujuan menata pola manusia menuju keharmonisan, baik sesama maupun kepada pencipta. Akan tetapi pemerintah menganggap bahwa Ugamo Malim bukanlah agama melainkan hanya sebuah budaya yang bersifat religius. Pemerintah mengatakan bahwa Ugamo Malim adalah salah satu aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah salah satu bentuk kebudayaan. Menurut beberapa pandangan ilmu sosial Ugamo Malim layak dijadikan sebagai agama resmi, hanya saja pemerintah membantah advokasi tersebut dengan alasan masih adanya terdapat kejanggalan-kejanggalan, misalnya ketidakadaan dokumen sejarah yang jelas mengenai kapan Ugamo Malim pertama kali diyakini sebagai sebuah kepercayaan di tanah Batak, alasan lain yang tentu saja mengacu pada persepsi umum adalah ketidakadaan kitab suci parmalim, disamping itu masih saja ada persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa ajaran Ugamo Malim adalah ajaran sesat. Oppung R.M.Naipospos mengatakan “Ugamo Malim bukan ajaran sesat, bahkan ajaran Ugamo Malim menuntut manusia agar hidup dalam kesucian dan hidup untuk mengayomi sesama dan meluhurkan Ompung Mulajadi Nabolon”. Dalam mendefenisikan Masyarakat, penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat 1986:146-147 yaitu Masyarakat adalah sebagai kesatuan hidup 13 manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas. Parmalim menurut bapak R.M.Naipospos adalah halak namangoloi ajar ni Malim orang yang menuruti ajaran suci, sipulung pelean ambu-ambuan Malim orang yang mengumpulkan dan memberikan persembahan suci, siparngoluhon ajar ni Malim marojahan dibagasan hamalimon dohot dalan marsolam diri orang yang hidup dalam ajaran suci, berdiri di dalam kesucian dengan jalan menahan dan membatasi diri. Dengan kata lain, Parmalim ditujukan kepada jemaat atau umatnya, yaitu sekumpulan orang-orang yang mengikuti dan menjalankan ajaran-ajaran suci dalam kehidupannya. Dalam kepercayaan parmalim, ugamo adalah Dalan Pardomuan Dompak Debata artinya jalan untuk bertemu dan berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu cara atau jalan untuk dapat berkomunikasi dan berhubungan dengan Tuhan yaitu dengan melakukan upacara Mardebata. Mardebata berarti Marsomba tu Debata menyembah kepada Tuhan. Adapun tujuan upacara ini dilakukan adalah sebagai sarana pengampunan dosa kepada Ompung Debata Mulajadi Nabolon melalui pelean yang bersih, dan melalui bunyi Gondang Sabangunan. Dalam upacara Mardebata, untuk menyampaikan pelean dan permohonan kepada Ompung Mulajadi Nabolon dilakukan dengan Martangiang yang kemudian diikuti dengan Manortor. Kata martangiang berasal dari kata Tangi yang berarti bege atau mendengar, dan kata iang yang berarti nabasa atau yang sudi menolong. Tangiang ditujukan kepada oknum yang lebih berkuasa dan memiliki kuasa-kuasa gaib. Jadi tangiang adalah suatu aktifitas, perbuatan atau pekerjaan manusia untuk mendengarkan kepada 14 sesuatu yang dianggap lebih berkuasa, lebih illahi yaitu Ompung Debata Mulajadi Nabolon. Kemudian kata manortor adalah aktifitas menari pada masyarakat Batak Toba. Dalam upacara Mardebata Gondang Sabangunan mempunyai peranan penting yaitu untuk mengesahkan dan menghantarkan permohonan-permohonan kepada Ompung Mulajadi Nabolon dan penguasa alam roh lainnya. Gondang Sabangunan juga berfungsi sebagai pengiring tortor yang merupakan bahagian dari upacara mardebata. Berdasarkan konsep diatas, maka yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah jalannya upacara mardebata termasuk gondang sabangunan yang merupakan bahagian dari upacara mardebata, sampai sejauh mana fungsi dan penggunaan gondang sabangunan di dalam pelaksanaan upacara mardebata tersebut. Dalam hubungan ini akan dikaji juga tentang proses upacara, makna upacara, pelaku upacara, benda atau peralatan upacara, serta ensambel musik yang digunakan di dalam upacara. Pada aspek musikalnya, penulis akan mengkaji dan menganalisa 2 dua melodi gondang sabangunan yang dimainkan oleh sarune bolon yaitu melodi gondang Ni Tuhan dan melodi gondang tu Raja Nasiakbagi. Dalam hal ini yang akan dianalisa adalah skala tangga nada, nada dasar, wilayah nada, jumlah pemakaian nada, interval, bentuk melodi, frasa, dan pola-pola kadensa.

1.4.2 Teori