penganutnya hanya sedikit yakni hanya 103 orang dari 528 orang, mereka tetap menjalankan dan mempertahankan kepercayaannya tersebut.
Sama seperti agama lainnya, parmalim juga mempunyai acara ibadah rutin yang biasanya dilaksanakan pada hari sabtu. Ibadah ini disebut dengan Mararisabtu.
Selain Mararisabtu ibadah yang rutin dilaksanakan, yakni : Mangan Napaet, yaitu upacara peribadatan memohon pengampunan dosa ; Sipaha Sada, yaitu upacara
peribadatan penyambutan kelahiran Tuhan Simarimbulubosi dan juga merupakan penyambutan tahun baru Ugamo Malim ; Sipaha Lima, yaitu upacara syukuran
kepada Ompung Mulajadi Nabolon. Selain upacara tersebut, upacara peribadatan yang secara khusus yang
dilakukan parmalim yakni : Martutuaek, yaitu upacara pembabtisan dan pemberian nama pada bayi yang baru lahir ; Mardebata, yaitu upacara yang dilakukan sebagai
sarana pengampunan dosa ; Pasahat Tondi, yaitu upacara penyerahan roh orang yang telah meninggal.
2.5 Sistem Kekerabatan
Kekerabatan adalah hubungan erat antara individu yang satu dengan yang lain, atau antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Tidak ada
masyarakat yang tidak mempunyai ikatan yang menghubungkan anggota-anggotanya satu sama lain. Ikatan dasar dan hakiki adalah ikatan akibat adanya hubungan darah
dan hubungan perkawinan. Masyarakat Batak Toba dalam menentukan garis keturunan adalah berdasarkan garis keturunan dari pihak laki-laki ayah yang dikenal
dengan istilah patrilineal. Sistem garis keturunan ini akan diteruskan oleh anak laki-
25
laki, dan garis keturunan ini akan punah apabila tidak ada anak laki-laki yang dilahirkan.
Dalam adat istiadat masyarakat Batak Toba khususnya di desa Siregar, perempuan dan laki-laki yang mempunyai marga yang sama disebut mariboto
bersaudara, dan mereka tidak diperbolehkan menikah, apabila hal ini terjadi maka mereka akan dikucilkan dari masyarakat serta tidak berhak ikut dalam kegiatan adat.
Seperti masyarakat Batak Toba pada umumnya, masyarakat desa Siregar mengenal sistem kemasyarakatan yang disebut dengan ”Dalihan Natolu”. Secara harfiah berarti
”Tungku nan Tiga”. Adapun fungsi Dalihan Natolu ini adalah mengatur hubungan antara tiga kelompok kekerabatan yang merupakan satu kesatuan sosial yang erat.
Ketiga kelompok kerabat tersebut adalah :
1.
Dongan Sabutuha. Secara harfiah artinya teman satu perut atau teman lahir, atau pengertian yang lebih tepatnya adalah saudara seibu yang dianggap
seperti saudara kandung dan mempunyai hubungan yang istimewa. Sebuah pepatah dikenal yang menggambarkan hubungan ini adalah ”manat
mardongan tubu” yang artinya penuh tenggang rasa. Kebiasaan yang terjadi walaupun belum saling mengenal namun sudah saling mengetahui, bahwa
seseorang yang mempunyai marga yang sama dengannya akan merasa lebih akrab dan mendapat sambutan yang hangat.
2.
Hula-hula yaitu keluarga pihak pemberi istri. Mempunyai sifat yang sangat peka, oleh sebab itu bagi masyarakat Batak Toba tindakan atau perlakuan
terhadap hula-hulanya harus hati-hati. Kehati-hatian tersebut digambarkan dengan sebuah pepatah ”somba marhula-hula” artinya bersembah sujud
26
3.
Boru yaitu pihak yang menerima gadis istri. Pihak boru menganggap bahwa dirinya berkewajiban menolong hula-hulanya dalam segala hal, terlebih dalam
kegiatan adat. Di lain pihak hula-hula juga berhak untuk menerima sumbangan dari borunya. Oleh sebab itu, boru tidak akan pernah merasa rugi
apabila memberikan yang terbaik bahkan terkadang sampai berkorban hutang demi memberikan sumbangan kepada hula-hulanya. Hal ini dapat terjadi
karena adanya anggapan bahwa hula-hula dapat menjatuhkan kutuk selama tujuh generasi, doa restu hula-hula dapat menjadikan seseorang kaya, dan doa
restu hula-hula dapat menjadikan agar memiliki keturunan. Ketiga kelompok kekerabatan dalam Dalihan Natolu, dalam menjalankan
kehidupannya sehari-hari, dan dalam melakukan upacara adat mereka saling mengisi dan mempunyai tugas masing-masing.
27
2.6 Sistem Mata Pencaharian