BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional di Indonesia mempunyai peran ganda karena penyakit menular masih merupakan
masalah utama kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian besar, disamping itu terjadinya peningkatan penyakit tidak menular. Salah satu penyakit menular yang
masih menjadi permasalahan di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah rabies Depkes, 2003.
Penyakit anjing gila atau dikenal dengan nama rabies merupakan suatu penyakit infeksi pada hewan yang bersifat akut dan dapat ditularkan dari hewan kepada
manusia zoonosis. Penyakit ini bila sudah menunjukkan gejala klinis pada hewan dan manusia selalu diakhiri dengan kematian, sehingga menimbulkan rasa cemas dan
takut bagi orang yang terkena gigitan serta kekuatiran bagi masyarakat Departemen Pertanian RI, 2006.
Penyakit rabies disebabkan oleh virus rabies dan penularannya kepada manusia dapat terjadi melalui gigitan hewan penular rabies HPR terutama anjing, kucing dan
kera. Timbulnya penyakit ini pada manusia dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi anti rabies VAR dan serum anti rabies SAR setelah digigit hewan yang
menderita rabies Soeharsono, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Menurut laporan WHO 2005a, penyakit rabies dapat timbul akibat kelalaian manusia “neglected disease” karena penyakit ini sebenarnya dapat dicegah sebelum
muncul. Penyakit rabies tersebar di seluruh dunia dengan perkiraan 55.000 kematian per tahun, hampir semuanya terjadi di negara berkembang. Jumlah yang terbanyak
dijumpai di Asia sebesar 31.000 jiwa 56 dan Afrika 24.000 jiwa 44. Diperkirakan 30 – 50 proporsi dari kematian yang dilaporkan terjadi pada anak-
anak di bawah usia 15 tahun WHO, 2006. Berdasarkan laporan WHO 2005a, South East Asia Regional Office SEARO
mempunyai beban kerja yang besar karena sekitar 25.000 kematian terjadi pada manusia setiap tahun akibat rabies dengan jumlah terbesar terdapat di India yaitu
sekitar 19.000 jiwa dan Banglades sekitar 2000 jiwa. Myanmar, Nepal, Indonesia, Srilanka dan Thailand, melaporkan sedikitnya terjadi 100 kematian manusia akibat
rabies setiap tahun. Berdasarkan laporan OIE Organization International des Epizooties, di negara berkembang penyakit rabies merupakan urutan nomor 2 dua
yang paling ditakuti wisatawan mancanegara setelah penyakit malaria Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat,2007 .
Dalam Surat
Keputusan Menteri
Pertanian Lampiran
I Nomor
1096KptsTN.120101999, dicantumkan daftar negarawilayah yang dilaporkan bebas rabies yaitu wilayah Negara Amerika Serikat Hawaii, Australia, Denmark,
Hongkong, Irlandia, Jepang, Malta, New Zealand, Norwegia, Singapura, Swedia, United Kingdom, Turki, Brunei Darussalam, Sabah dan Serawak Wilayah Negara
Kerajaan Malaysia, Cyprus, Taiwan, Iceland dan Kepulauan Fiji.
Universitas Sumatera Utara
Menurut laporan Sub Direktorat Zoonosis Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2006, jumlah kasus gigitan hewan penular rabies HPR di Indonesia
dari tahun 2001 sampai tahun 2005 terus mengalami kenaikan, dilaporkan pada tahun 2001 terdapat 11.942 kasus gigitan dengan 68 kasus rabies pada manusia 5,7 per
1000 kasus gigitan, tahun 2002 dilaporkan 13.805 kasus gigitan dengan 84 kasus rabies pada manusia 6,1 per 1000 kasus gigitan, tahun 2003 terdapat 14.875 kasus
gigitan dan 84 kasus rabies pada manusia 5,6 per 1000 kasus gigitan, tahun 2004 terdapat 14.996 kasus gigitan dan 109 kasus rabies pada manusia 7,3 per 1000 kasus
gigitan, dan tahun 2005 sebanyak 16.619 kasus gigitan dengan 147 kasus rabies pada manusia 8,8 per 1000 kasus gigitan. Pada tahun 2006, Departemen Kesehatan
2007b melaporkan kasus gigitan hewan penular rabies sebanyak 13.929 kasus dengan 106 kasus rabies pada manusia 7,6 per 1000 kasus gigitan.
Pada tahun 2004 Propinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara masih merupakan daerah bebas rabies, tetapi pada awal tahun 2005 terjadi KLB rabies di
kedua propinsi tersebut Depkes, 2006. Pada tahun 2005, rabies tersebar di 17 propinsi di Indonesia dimana dilaporkan kasus rabies pada manusia lyssa dari
Provinsi NAD sebanyak 2 kasus, Propinsi Sumatera Utara sebanyak 5 kasus, Propinsi Sumatera Barat 14 kasus, Propinsi Riau sebanyak 2 kasus, Propinsi Jambi sebanyak
3 kasus, Propinsi Bengkulu 6 kasus Propinsi Lampung sebanyak 9 kasus, Propinsi Kalimantan Barat 1 kasus, Propinsi Kalimantan Selatan 2 kasus, Propinsi Kalimantan
Timur 3 kasus, Propinsi Sulawesi Utara sebanyak 30 kasus, Propinsi Gorontalo 3 kasus, Propinsi Sulawesi Selatan 18 kasus, Propinsi Sulawesi Tenggara 10 kasus,
Universitas Sumatera Utara
Propinsi Nusa Tenggara Timur 21 kasus, Propinsi Maluku sebanyak 15 kasus dan Propinsi Maluku Utara sebanyak 3 kasus Depkes R.I, 2007c. Menurut Menteri
Pertanian Anton Apriyantono, jumlah kasus kematian manusia periode 1997 sd 2005 di NTT akibat rabies sebanyak 135 orang, dengan kasus gigitan anjing mencapai
1.200 orang Amalo, 2005. Hingga akhir tahun 2007 daerah yang bebas rabies hanya 11 propinsi di
Indonesia yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, Papua, Irian Jaya Barat, Bangka-Belitung, Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Depkes 2007a namun berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1637.1KptsPD.610 122008 telah dinyatakan berjangkitnya wabah penyakit anjing
gila rabies di Kabupaten Badung Propinsi Bali sehingga wilayah yang bebas rabies semakin sedikit.
http:karantina.deptan.go.id dokKepMen_Rabies.pdf.
Pemerintah Indonesia secara intensif tetap melakukan program pembebasan rabies secara bertahap. Program ini dimulai pada Pelita V 1989-1993 di Pulau Jawa
dan Kalimantan, kemudian pada Pelita VI 1994-1998 diperluas ke semua pulau tertular yaitu Pulau Sumatera dan Sulawesi. Sehubungan dengan target Indonesia
bebas rabies pada tahun 2005 tidak tercapai maka program pembebasan rabies ini menjadi Program Nasional dan diharapkan pada akhir tahun 2012 kasus rabies dapat
terkendali sampai nol kasus Departemen Pertanian R.I, 2006. Propinsi Sumatera Utara sangat rawan dengan serangan penyakit rabies, hal ini
disebabkan hewan penular rabies HPR pada jenis anjing diperkirakan ada berjumlah 190.042 ekor yang menyebar pada 25 kabupatenkota. Tingginya populasi anjing di
Universitas Sumatera Utara
Propinsi Sumatera Utara disebabkan umumnya penduduk gemar memelihara anjing karena dapat dijadikan sebagai hewan peliharaan kesayangan, penjaga rumah,
kebunladang dan ternak. Secara geografis, Propinsi Sumatera Utara letaknya berbatasan dengan beberapa propinsi lainnya secara langsung sehingga penyebaran
penyakit rabies dapat terjadi dalam waktu singkat Dinas Peternakan Prop. Sumut, 2007.
Beberapa etnis di Propinsi Sumatera Utara memiliki kebiasaan memelihara anjing. Suku batak yang akrab dengan anjing bahkan ada sebagian yang memakan
daging anjing, besar kemungkinan mendapat gigitan dari anjing yang dipeliharanya. Pemeliharaan anjing dilakukan secara bebas, dibiarkan berkeliaran keluar masuk
rumah, sehingga kemungkinan kontak dengan anjing lain sangat besar dan mempunyai kemungkinan mendapat virus rabies Nasution,1995.
Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah endemis rabies dan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara setiap tahun ada
laporan kasus rabies baik pada hewan maupun manusia. Pada tahun 2004 dilaporkan jumlah kasus gigitan anjing adalah 1290 kasus baru 10,3 kasus per 100.000
penduduk , 1012 kasus 78,44 diantaranya mendapatkan vaksin anti rabies VAR dan 3 kasus 0,02 mendapatkan serum anti rabies SAR , sedangkan kasus rabies
pada manusia adalah 7 kasus baru 5,4 per 1000 kasus gigitan dan jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 106 ekor 45,88 dari 231
spesimen otak anjing yang diperiksa. Pada tahun 2005 jumlah kasus gigitan anjing yang dilaporkan ada sebanyak 1430 kasus baru 11,5 kasus per 100.000 penduduk,
Universitas Sumatera Utara
897 kasus 62,72 diantaranya mendapatkan vaksin anti rabies VAR, sedangkan jumlah kasus rabies pada manusia adalah 5 kasus baru 3,5 per 1000 kasus gigitan
dan jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 137 ekor 90 dari 151 spesimen otak anjing yang diperiksa .
Pada tahun 2006 terdapat kasus gigitan 1409 kasus baru 11,1 kasus per 100.000 penduduk, 1031 kasus 73 diantaranya mendapatkan vaksin anti rabies VAR,
jumlah kasus rabies pada manusia adalah 5 kasus baru 3,5 per 1000 kasus gigitan dan jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 75 ekor 67
dari 112 spesimen otak anjing yang diperiksa. Pada tahun 2007 kasus gigitan anjing di Propinsi Sumatera Utara dilaporkan
sebanyak 1936 kasus baru 15 per 100.000 penduduk , 1456 kasus 75,2 diantaranya mendapatkan vaksin anti rabies VAR, jumlah kasus rabies pada
manusia sebanyak 5 orang 2,6 per 1000 kasus gigitan. Dinas Kesehatan Prop.Sumut, 2007. Jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium
63 ekor 93 dari 68 spesimen otak anjing yang diperiksa Dinas Peternakan Prop.Sumut, 2007 . Tahun 2008 kasus gigitan anjing di Propinsi Sumatera Utara
dilaporkan sebanyak 2634 kasus baru 20,4 kasus per 100.000 penduduk, 2040 kasus 77,4 diantaranya mendapat vaksin anti rabies VAR, jumlah kasus rabies
pada manusia sebanyak 7 orang 2,7 per 1000 kasus gigitan. Dinas Kesehatan Prop.Sumut, 2008.
Berdasarkan data yang di dapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, Pada tahun 2004 terdapat jumlah kasus gigitan anjing 193 kasus baru 71 per 100.000
Universitas Sumatera Utara
penduduk, 171 kasus 88 diantaranya mendapat vaksin anti rabies, sedangkan jumlah kasus rabies pada manusia ada 3 kasus baru 1,5 per 100 kasus gigitan dan
jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 3 ekor 100 dari 3 spesimen otak anjing yang diperiksa. Tahun 2005 terdapat 246 kasus baru gigitan
anjing tersangka rabies 94 kasus per 100.000 penduduk, 180 kasus 73 diantaranya mendapat vaksin anti rabies, jumlah kasus rabies pada manusia 2 kasus
baru 0,8 per 100 kasus gigitan dan jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 3 ekor 100 dari 3 spesimen otak anjing yang diperiksa.
Tahun 2006 terdapat 100 kasus gigitan anjing tersangka rabies 37 per 100.000 penduduk, 90 kasus 90 diantaranya mendapat vaksin anti rabies, terdapat 1
kasus kematian pada manusia 1 per 100 kasus gigitan dan jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 5 ekor 62,5 dari 8 spesimen otak anjing
yang diperiksa. Tahun 2007 jumlah kasus gigitan anjing tersangka rabies 236 kasus baru 87 kasus per 100.000 penduduk, 216 kasus 91,5 diantaranya mendapat
vaksin anti rabies, terdapat kasus rabies pada manusia 2 kasus baru 0,8 per 100 kasus gigitan dan jumlah kasus rabies pada anjing dengan konfirmasi laboratorium 1
ekor 100 dari spesimen otak anjing yang diperiksa . Pada tahun 2008 jumlah kasus gigitan anjing tersangka rabies 251 kasus baru 92 kasus per 100.000
penduduk, 239 kasus 95,2 diantaranya mendapat vaksin anti rabies, terdapat kasus rabies pada manusia 2 kasus baru 0,8 per 100 kasus gigitan.
Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dairi, dari 15 kecamatan yang ada, Kecamatan Sumbul merupakan kecamatan yang masih sering dijumpai
Universitas Sumatera Utara
kasus gigitan anjing dan adanya kasus kematian akibat rabies pada manusia . Pada tahun 2006 di Kecamatan Sumbul dilaporkan kasus gigitan anjing tersangka rabies 35
kasus baru 11 per 10.000 penduduk, 29 kasus 83 diantaranya mendapat vaksin anti rabies, terdapat kasus rabies pada manusia 1 kasus baru 2,8 per 100 kasus
gigitan. Pada tahun 2007 dilaporkan kasus gigitan anjing 30 kasus baru 8 per 10.000 penduduk, 28 kasus 93 diantaranya mendapat vaksin anti rabies, dan
kasus rabies pada manusia dilaporkan 1 kasus baru 3,3 per 100 kasus gigitan. Pada tahun 2008 dilaporkan kasus gigitan anjing 15 kasus baru 5 per 10.000 penduduk,
11 kasus 73 diantaranya mendapat vaksin anti rabies, terdapat kasus rabies pada manusia 2 kasus baru 13,3 per 100 kasus gigitan.
Tabel 1.1. Kondisi Kasus Lyssa di Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Dairi dan Kecamatan Sumbul Tahun 2006 sd 2008
Kasus Lyssa Lokasi
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Propinsi Sumatera Utara
Kabupaten Dairi Kecamatan Sumbul
5 1
1 5
2 1
7 2
2
Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga orang pemilik anjing tersangka rabies yang menyebabkan kasus rabies pada manusia di Kecamatan Sumbul,
diketahui bahwa ketiga ekor anjing peliharaan tersebut tidak pernah mendapat
Universitas Sumatera Utara
vaksinasi anti rabies dan dibiarkan bebas berkeliaran. Satu kasus rabies pada manusia di gigit oleh anjing yang tidak bertuan atau tidak diketahui pemiliknya.
Menurut hasil penelitian Maroef, dkk 1994 di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang serta DKI Jakarta, diketahui perilaku masyarakat di desa memelihara
anjingnya lebih banyak melepas anjing peliharaannya secara bebas 65,5, dibandingkan dengan di kota 24,0. Kebiasaan keluarga terutama di desa yang
lebih banyak memelihara anjing secara bebas atau tidak diikat dan tidak divaksinasi akan merupakan kendala dari program pembebasan rabies. Perilaku masyarakat
pemilik hewan terutama pemilik anjing berperan dalam upaya pencegahan rabies karena salah satu kendala yang dihadapi untuk penanggulangan rabies adalah
kurangnya kesadaran masyarakat, baik di pedesaan maupun kota besar untuk memelihara hewan sesuai dengan peraturan yang telah ada.
Menurut teori
Health Beliefs Model HBM Rosenstock dalam Smet 1994, kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara
langsung pada dua keyakinan atau penilaian kesehatan health beliefs yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka perceived threat of injury or illness dan
pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian perceived benefits and costs. Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap risiko yang akan muncul.
Hal ini mengacu pada sejauh mana seorang berpikir penyakit betul-betul merupakan ancaman kepada dirinya. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan
pada : a ketidak kekebalan yang dirasakan perceived vulnerability , b keseriusan yang dirasakan perceived severity .
Universitas Sumatera Utara
Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dengan kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan
pencegahan atau tidak. Tambahan penilaian yang terdahulu, petunjuk untuk berperilaku cues to action diduga tepat untuk memulai proses perilaku. Hal ini dapat
berupa berbagai macam informasi dari luar atau nasehat mengenai permasalahan kesehatan. Ancaman, keseriusan, ketidak-kekebalan dan pertimbangan keuntungan
dan kerugian juga dipengaruhi oleh a variabel demografis usia seseorang, jenis kelamin dan latarbelakang budaya, b variabel sosiopsikologis kepribadian, kelas
sosial, tekanan sosial, dan c variabel struktural pengetahuan dan pengalaman masalah. Menurut Becker dkk 1977 dalam Muzaham 1995 perbedaan faktor
demografis, personal, struktural dan sosial mempengaruhi perilaku kesehatan, namun semua variabel itu sebenarnya mempengaruhi persepsi dan motivasi individu, bukan
berfungsi sebagai penyebab langsung dari suatu tindakan. Menurut hasil penelitian Ganefa 2001 di Kota Administratip Kotip Cimahi,
Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat, dikemukakan bahwa ketidakpatuhan pemilik anjing memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya ada hubungannya dengan
pendidikan, pengetahuan, sikap, sarana vaksinasi rabies, anjuran petugas, anjuran tokoh formal, dan keterpaparan terhadap media penyuluhan, serta tidak berhubungan
dengan usia, jenis kelamin dan pekerjaan pemilik anjing. Dari penelitian yang
dilakukan Simanjuntak 1991 di kota Bangkok diperoleh hasil yang menyatakan tidak ada hubungan antara, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan pemilik anjing
dengan tindakannya dalam pemberian vaksinasi rabies. Menurut hasil penelitian
Universitas Sumatera Utara
Gunawardhani 2002 di Kotamadya Jakarta Selatan ada hubungan antara penghasilan, pendidikan, akses terhadap informasi, pengetahuan dan sikap pemilik
anjing dengan perilakunya dan tidak ada hubungan antara pekerjaan pemilik anjing dengan perilakunya dalam upaya pengendalian penyakit rabies.
Berdasarkan hasil penelitian Sudardjat 2003 di Indonesia, anjing jalanan yang bebas berkeliaran merupakan penular utama rabies kepada manusia . Lebih dari 2,5
juta ekor anjing yang berada di wilayah tertular rabies, hampir keseluruhannya adalah merupakan anjing liar di jalanan street dog. Lebih dari 90 kasus gigitan anjing
disebabkan oleh gigitan anjing liar. Anjing liar yang terdapat di Indonesia berpotensi sebagai reservoir rabies.
Hasil pengamatan penulis di Kecamatan Sumbul dijumpai banyak anjing berkeliaran secara bebas. Pemilik anjing di Kecamatan Sumbul memiliki budaya
tidak membuat kandang pada anjing peliharaannya. Pada survei pendahuluan yang dilakukan peneliti bulan Desember tahun 2006, pada umumnya rumah penduduk
termasuk yang memelihara anjing tidak memiliki pagar sehingga sehingga anjing terbiasa berkeliaran dan bebas keluar masuk rumah pemiliknya serta tidak ada
dijumpai anjing yang mempunyai penutup moncong berangus. Menurut Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian Kabupaten Dairi, di Kabupaten Dairi tidak
dilakukan eliminasi terhadap anjing yang tidak berpemilik dan tidak dilakukan perdaftaran anjing oleh pemiliknya kepada Ketua RT maupun Lurah setempat.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian bidang peternakan Kabupaten Dairi, pada tahun 2008 jumlah populasi anjing di Kecamatan Sumbul sebanyak 2050 ekor
Universitas Sumatera Utara
Dinas Pertanian Kabupaten Dairi. Penduduk di Kecamatan Sumbul yang mayoritas adalah suku Batak memiliki kegemaran untuk memelihara anjing sehingga besar
kemungkinan untuk mendapat gigitan dari anjing yang dipeliharanya atau gigitan dari anjing yang diliarkan dan dibiarkan bebas berkeliaran. Dengan situasi masyarakat
yang demikian maka lalu lintas anjing sangat sulit diawasi sehingga memiliki risiko tertular rabies dari anjing yang menderita rabies.
Menurut Kepala Bidang Peternakan Kabupaten Dairi pelaksanaan sosialisasi rabies di Kecamatan Sumbul dilakukan bersamaan dengan penyuluhan program di
bidang pertanian. Sosialisasi mengenai rabies pernah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan melalui media cetak berupa leaflet dan media elektronik berupa siaran
melalui radio lokal pada tahun 2008. Poster dan leaflet yang memuat informasi tentang rabies juga dibagikan ke Puskesmas untuk disosialisasikan kepada
masyarakat. Pelaksanaan vaksinasi rabies pada anjing di Kecamatan Sumbul dilakukan oleh
petugas vaksinasi vaksinator. Pada pelaksanaan vaksinasi massal yang dilakukan setahun sekali, jadwal pelaksanaan vaksinasi massal di desa dikoordinasikan oleh
petugas peternakan dengan Kepala DesaLurah setempat. Pelaksanaan vaksinasi rabies massal pada anjing dilakukan oleh petugas vaksinasi vaksinator dengan
melakukan kunjungan ke rumah pemilik anjing. Bagi anjing yang telah divaksinasi diberikan tanda vaksinasi berupa surat keterangan vaksinasi rabies kepada
pemiliknya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kondisi di Kecamatan Sumbul tersebut dan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di berbagai tempat di atas, maka perlu dilakukan penelitian
dan diharapkan mampu menjelaskan tentang hubungan faktor internal dan eksternal pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing untuk mencegah penyakit rabies di
Kabupaten Dairi, khususnya di Kecamatan Sumbul.
1.2. Permasalahan