peliharaannya. Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik ternyata tidak ada pengaruh pekerjaan dengan pemeliharaan anjing ditunjukkan dengan nilai p = 0,822.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Gunawardhani 2002 menyatakan dimana faktor sosial yaitu pekerjaan tidak ada pengaruh dengan perilaku pemilik hewan
rentan rabies dalam upaya pengendalian penyakit rabies. Menurut peneliti kemungkinan dengan bekerjanya responden dapat memberikan penghasilan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga tetapi belum tentu dipergunakan untuk pemeliharaan anjing peliharaannya melihat dari hasil wawancara
dimana penghasilan responden dengan kategori ≤ Rp.822.205,- sebanyak 53,1.
5.1.5. Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan dari 64 responden dengan pengetahuan kurang, sebanyak 52 responden 81,3 pemeliharaan anjingnya kurang baik dan dari 32
responden dengan pengetahuan baik sebanyak 15 46,9 melakukan pemeliharaan anjing yang kurang baik. Hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,001 maka
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara tingkat pengetahuan dengan pemeliharaan anjing.
Hasil penelitian yang diperoleh, jumlah responden dengan berpengetahuan kurang, lebih banyak pemeliharaan anjingnya kurang baik dibandingkan dengan
responden yang pengetahuannya baik dan sebaliknya jumlah responden yang berpengetahuan baik, lebih banyak melakukan pemeliharaan anjing yang baik
dibanding responden dengan pengetahuan kurang.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil wawancara diketahui sebanyak 8,3 menjawab tidak tahu pengertian penyakit rabies, sebanyak 26,0 responden menjawab tidak tahu
penyebab penyakit rabies, 18,8 responden menjawab tidak tahu hewan yang dapat menularkan rabies kepada manusia, 30,2 responden menjawab tidak tahu
mengetahui cara penularan rabies, 12,5 responden tidak tahu tanda-tanda rabies pada anjing, sebanyak 60,4 responden tidak mengetahui tanda-tanda rabies pada
manusia, 39,6 responden menjawab tidak tahu bagaimana cara pencegahan agar anjing peliharaan tidak tertular rabies, dan 39,6 responden tidak tahu bagaimana
partisipasi atau tindakan masyarakat untuk pencegahan rabies. Menurut peneliti pengetahuan responden yang rendah berhubungan dengan
tingkat pendidikan responden yang mayoritas rendah dan keterbatasan informasi mengenai rabies yang diketahui oleh responden. Hal ini diketahui dari hasil
wawancara dimana sebanyak 57 responden 59,4 berpendapat tidak pernah mendengar penyuluhan dari petugas peternakan mengenai rabies, 62,5 responden
berpendapat tidak pernah membaca penjelasan mengenai penyakit rabies melalui selebaran, 65,6 responden tidak pernah membaca informasi mengenai rabies
melalui surat kabar sebanyak 71,9 responden tidak pernah membaca informasi tentang rabies melalui poster dan 70,8 responden tidak pernah mendengar informasi
tentang rabies melalui radio. Hasil penelitian Ganefa 2001 sejalan dimana dinyatakan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan pemilik anjing
dengan ketidakpatuhan memberikan vaksinasi rabies.
Universitas Sumatera Utara
Mustamar 2000 dalam penelitiannya menyatakan rendahnya pengetahuan pemilik anjing pemburu di Kecamatan X Koto, Kecamatan Tanjung Mas dan
Kecamatan Lintang Buo, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat tentang cara memelihara anjing, penyebab rabies maupun manfaat vaksinasi rabies
menyebabkan masih rendahnya perilaku pemiliknya dalam pemberian vaksin anti rabies bagi anjingnya.
Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik , diketahui ada pengaruh antara pengetahuan dengan pemeliharaan anjing dimana nilai p = 0,002.
Hal ini sejalan dengan penelitian Gunawardhani 2002 yang mengemukakan bahwa ada pengaruh antara faktor pengetahuan dengan perilaku pemilik hewan rentan rabies
dalam upaya pengendalian penyakit rabies dan penelitian Ganefa 2001 yang menyatakan ada pengaruh antara variabel pengetahuan dengan ketidakpatuhan
pemilik anjing memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya. Pengetahuan sangat menentukan seseorang dalam berperilaku, misalnya
tindakan pencegahan penyakit rabies pada anjing peliharaan yang dilakukan oleh pemilik anjing untuk mencegah anjing peliharaannya terkena rabies. Pengetahuan
yang kurang dapat mengakibatkan tindakan pencegahan yang kurang baik. Pengetahuan responden berhubungan dengan tindakannya dalam pemeliharaan
anjing, hal ini sesuai dengan pendapat Green dan Kreuter 2005 bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposisi antara lain pengetahuan yang sejalan dengan
pendapat Bloom dikutip oleh Notoatmodjo 2003 pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku nyata tindakan
Universitas Sumatera Utara
seseorang. Pengetahuan adalah bentuk tahu individu yang diperolehnya dengan penalaran, perasaan dan akal pikiran tentang segala sesuatu yang dihadapinya. Ketika
individu sudah tahu, memahami kemudian melakukan tindakan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan itu sendiri sebahagian besar diperoleh dari pendengaran dan penglihatan.
Menurut Smet 1994 mengacu teori Rosenstock dengan Health Belief Model, kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit
tergantung secara langsung atas dua keyakinan atau penilaian kesehatan health beliefs, yaitu ancaman yang dirasakan dari sesuatu penyakit atau luka perceived
threat of injury or illness dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian benefits and costs. Menurut peneliti, ancaman yang dirasakan oleh seorang pemilik
anjing adalah rentan terhadap penyakit rabies, artinya terdapat kemungkinan perubahan perilaku responden dalam tindakan pemeliharaan anjing bila mengetahui
dirinya rentan terhadap penyakit rabies yang dapat ditularkan melalui gigitan anjing yang menderita rabies dan keuntungan yang diperoleh oleh responden jika melakukan
tindakan pencegahan rabies misalnya melalui pemberian vaksinasi rabies terhadap
anjing peliharaan sehingga tidak terkena dan menularkan penyakit rabies. 5.1.6. Sikap
Sikap responden dikategorikan dalam 2 kategori yaitu positif dan negatif. Hasil bivariat ditemukan bahwa sebanyak 56 responden yang sikapnya negatif sebesar 34
60,7 pemeliharaan anjingnya kurang baik dan dari 40 responden yang sikapnya
Universitas Sumatera Utara
positif sebanyak 33 82,5 pemeliharaan anjingnya kurang baik. Mayoritas responden memiliki sikap yang negatif. Sikap yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah mencakup penerimaan terhadap berbagai kebijakan dan anjuran yang bertujuan untuk pencegahan penyakit rabies. Berdasarkan hasil uji chi square
diperoleh nilai p = 0,039 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap responden dengan pemeliharaan anjing. Penelitian yang
sejalan adalah penelitian Ganefa 2001 yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna antara sikap yang positif pada pemilik anjing terhadap pemberian vaksinasi
rabies. Setelah dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ternyata tidak
ada pengaruh antara variabel sikap dengan pemeliharaan anjing ditunjukkan dengan nilai p = 0,074. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Gunawardhani 2002 yang
mengemukakan ada pengaruh sikap pemilik hewan rentan rabies dengan dengan perilakunya dalam upaya pengendalian penyakit rabies.
Thurstone, Likert dan Osgoold dalam Azwar 2003 menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu
objek adalah perasaan mendukung atau memihak favorable, maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak unfavorable pada objek tersebut. Menurut Allport
dalam Dayakisni.T dan Hudaniah 2003 sikap memiliki tiga komponen yaitu kognitif yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan terhadap obyek sikapnya,
afektif yaitu berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang dan konatif yang
Universitas Sumatera Utara
merupakan kesiapan untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.
Menurut Azwar 2003 mengacu kepada Icek Ajzen dan Martin Fishbein dalam Teori Tindakan Beralasan theory of reasoned action mengatakan bahwa
sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan dampaknya terbatas hanya pada tiga hal. Pertama, perilaku tidak
banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. Ke dua, perilaku dipengaruhi oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan kita
mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. Ke tiga, sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat
untuk berperilaku tertentu. Menurut Thrustone dalam Azwar 2003 sikap sebagai derajat afek positif
atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis. Dalam sikap yang positif reaksi seseorang cenderung untuk mendekati obyek sedangkan dalam sikap yang negatif
orang cenderung untuk menjauhi atau menghindari obyek. Menurut
peneliti responden yang bersikap negatif dan tindakannya dalam
pemeliharaan anjingnya kurang baik disebabkan kurangnya komponen kognitif dalam hal ini pengetahuan responden. Peneliti berpendapat bahwa hal ini disebabkan karena
mayoritas responden memiliki pendidikan dengan kategori rendah dan pengetahuan dengan kategori kurang, sedangkan responden dengan kategori sikap positif yang
pemeliharaan anjingnya kurang baik kemungkinan disebabkan kurangnya intensi atau niat dari responden, faktor ekonomi atau hambatan-hambatan seperti kurangnya
Universitas Sumatera Utara
sarana vaksinasi rabies. Menurut peneliti responden yang bersikap negatif tetapi tindakan pemeliharaannya baik kemungkinan disebabkan perilakunya tersebut
dipengaruhi oleh norma-norma subjektif yaitu keyakinan pemilik anjing agar pemeliharaan anjing dilakukan sesuai dengan keinginan orang lain kemungkinan
keinginan petugas peternakan, tetangga atau tokoh masyarakat. Sikap positif pemilik anjing tentang upaya pencegahan rabies akan mempermudah pemilik anjing untuk
melakukan upaya tindakan pencegahan rabies.
5.2. Faktor Eksternal