Patogenesis Gejala Rabies Penyakit Rabies

virus rabies dalam jumlah sangat tinggi, penyebaran melalui udara pernah dilaporkan terjadi. Penularan rabies melalui transplantasi organ kornea dari orang yang meninggal karena penyakit sistem saraf pusat yang tidak terdiagnosa sebelumnya kemungkinan dapat menularkan rabies kepada penerima organ tadi Chin, 2000 2.1.4.Masa Inkubasi Rabies Masa inkubasi sangat tergantung dari tingkat keparahan luka, lokasi luka yang erat kaitannya dengan kepadatan jaringan saraf di lokasi luka dan jarak luka dari otak Masa inkubasi rabies bervariasi sekitar 10 hari sampai 6 bulan. Biasanya berlangsung antara 3-8 minggu. Masa inkubasi akan semakin pendek jika gigitan semakin dekat dengan kepala. Gigitan di daerah kepala mempunyai masa inkubasi sekitar antara 30 – 48 hari, sedangkan gigitan di daerah tangan 40-59 hari Shnurrenberger, 1991. Masa inkubasi lebih pendek pada anak-anak, karena anak-anak umumnya terkena gigitan di daerah kepala dan leher Bell,1995.

2.1.5. Patogenesis

Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan di dekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus berjalan ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus ini menyerang Universitas Sumatera Utara hampir tiap organ dan jaringan di dalam tubuh dan berkembang biak dalam jaringan- jaringan seperti kelenjar ludah, dan ginjal Depkes, 2007a.

2.1.6. Gejala Rabies

1. Hewan Dikenal 2 dua bentuk rabies pada hewan terutama anjing, yakni dumb rabies bentuk tenang dan furious rabies bentuk ganasberingas. Hewan yang terjangkit rabies menunjukkan gejala umum dengan adanya kelainan pada tingkah laku. Anjing yang biasanya galak dapat tampak kehilangan sifat galak, sedangkan anjing yang semula sangat jinak cenderung bersembunyi menyendiri dan menjadi galak. Pada tipe rabies ganas, hewan tidak menuruti lagi perintah pemilik dan terlihat air liur yang keluar berlebihan. Hewan menjadi ganas, menyerang atau menggigit apa saja yang ditemui dan ekornya dilengkungkan ke bawah perut diantara dua paha. Terjadi kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul gejala atau paling lama 12 hari setelah penggigitan. Bentuk ganasberingas lebih banyak dijumpai pada anjing, kucing dan kuda dibanding sapi dan spesies hewan laboratorium Fenner,1995. Pada tipe rabies tenang, hewan bersembunyi ditempat gelap dan sejuk. Kejang- kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat. Kelumpuhan terjadi sehingga tidak mampu menelan . Mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan. Kematian terjadi dalam waktu singkat Soeharsono 2002. Universitas Sumatera Utara 2. Manusia Untuk mengetahui tanda-tanda rabies pada manusia , yang pertama harus diperhatikan adalah riwayat gigitan oleh hewan seperti anjing atau hewan penular rabies HPR lainnya. Berdasarkan diagnosa klinik gejala klinis rabies terbagi menjadi 4 stadium Depkes, 2007a, yaitu : a. Stadium Prodromal Gejala-gejala awal berupa demam, mual, malaise dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari. b. Stadium Sensoris Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi berlebihan terhadap rangsangan sensorik. c. Stadium Eksitasi Tonus otot-otot dan aktifitas simpatis jadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya bermacam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi. Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsi dan takikardi. Tindak- tanduk penderita menjadi maniakal. Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal. Universitas Sumatera Utara d. Stadium Paralisis Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang- kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paralysis otot-otot pernafasan. 2.1.7. Kejadian Rabies di Lapangan Kejadian kasus positif rabies di lapangan ditentukan atau dipengaruhi oleh hal: 1. Pola penggigitan Ada 2 pola penggigitan oleh anjing terhadap manusia yang lazim terjadi di daerah-daerah pedesaan yaitu : a. Penggigitan karena ada provokasi : Penggigitan yang terjadi di sini didahului oleh adanya gangguan baik langsung atau tidak langsung. Pada anjing yang baru beranak, biasanya naluri untuk melindungi anaknya sangat kuat sehingga sangat mudah sekali anjing menyerang dan menggigit kalau diganggu. Bentuk provokasi terhadap anjing sangat beragam dari mulai memukul, menyeret ekor sampai dengan mengganggu anjing yang sedang tidur. Hal tersebut akan merangsang anjing untuk menggigit. Penggigitan-penggigitan yang disebabkan oleh adanya provokasi apalagi dilakukan dengan sengaja, tidak menjadi persoalan serius dalam kejadian rabies di lapangan, namun tetap harus diwaspadai melalui kegiatan observasi, apalagi bila diketahui anjing tersebut belum divaksinasi. Universitas Sumatera Utara b. Penggigitan tanpa provokasi Dalam hal ini anjing menyerang dan menggigit secara tiba-tiba tanpa adanya gangguan dalam bentuk apapun. Di lapangan, anjing yang menggigit secara tiba-tiba biasanya sudah menjadi “wandering-dog” atau “anjing luntang-lantung” yang berjalan tanpa tujuan dan menyerang serta menggigit siapa saja yang ditemuinya. Anjing tersebut biasanya adalah anjing liar atau anjing-anjing peliharaan yang ditelantarkan sehingga menjadi liar. 2. Pola Penyebaran Penularan rabies di lapangan berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang ada di pedesaan yang berkembang sangat cepat dan sulit dikendalikan. Suatu kondisi yang sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis. Pada umumnya manusia merupakan “dead end” atau terminal akhir dari korban gigitan. Baik anjing liar maupun anjing peliharaan setiap saat dapat menggigit manusia. Sementara itu anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar dan anjing peliharaan dapat saling menggigit satu sama lain. Jika salah satu diantara yang menggigit tersebut positif rabies, maka akan terjadi kasus rabies yang semakin tinggi Dinas Peternakan.Prop.Sumut 2006 b. Universitas Sumatera Utara Sumber : Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia Penyakit Hewan Menular, Departemen Pertanian, Dirjen Bina Produksi Peternakan, Direktorat Kesehatan Hewan 2006. p, 7. Gambar 2.1. Pola Penyebaran Rabies di Lapangan

2.1.8. Diagnosa

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Pemilik Anjing dan Faktor Persepsi Pencetus dengan Pencegahan Penyakit Rabies di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 51 177

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

3 60 154

Profil pemeliharaan anjing dan keterkaitannya dengan kejadian rabies di Kecamatan Pasaman KabupatenPasaman Barat Provinsi Sumatera Barat

0 6 142

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN PEMILIK DALAM PEMELIHARAAN ANJING SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH KOTA PADANG TAHUN 2012.

0 1 15

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Vaksinasi Rabies Dalam Pemeliharaan Anjing di Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem Tahun 2015.

0 0 42

Perhatian Pemilik Anjing dalam mendukung Bali Bebas Rabies.

0 0 8

Perhatian Pemilik Anjing Dalam Mendukung Bali Bebas Rabies.

0 0 8

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEMILIK ANJING DENGAN UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI PUSKESMAS TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA | Lesnussa | JURNAL KEPERAWATAN 11898 23724 1 SM

0 2 8

Hubungan Pengetahuan Pemilik Anjing dan Faktor Persepsi Pencetus dengan Pencegahan Penyakit Rabies di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

0 0 14

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 18