Alat Bukti Surat Kekuatan Pembuktian

a. Saksi memberi keterangan sebenarnya mengenai peristiwa yang ia alami, ia dengar, ia lihat, ia rasakan dengan alat panca indranya, sedangkan ahli memberi keterangan mengenai penghargaan dari hal-hal yang sudah ada dan mengambil kesimpulan mengenai sebab dan akibat dalam suatu perbuatan terdakwa; b. Saksi dikenal adanya asas unus testis nullus testis yang tidak dikenal pada ahli, sehingga dengan keterangan seorang ahli saja, Hakim membangun keyakinannya dengan alat-alat bukti yang lain; c. Saksi dapat memberi keterangan dengan lisan dan ahli dapat memberi keterangan lisan maupun tulisan; d. Hakim bebas menilai keterangan saksi dan Hakim tidak wajib turut kepada pendapat, kesimpulan dan keterangan ahli bilamana bertentangan dengan keyakinan Hakim; e. Kedua alat bukti: saksi dan saksi ahli digunakan Hakim dalam mengejar dan mencari kebenaran materiil.

3. Alat Bukti Surat

Menurut Pitlo, surat adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti menerjemahkan suatu isi pikiran. Atas bahan apa dicantumkannya tanda bacaan ini di atas kertas, karton kayu atau kain adalah tidak penting. Juga tidak penting apakah tanda bacaan itu terdiri dari huruf yang kita kenal atau dari huruf China, tanda stenografi atau dari tulisan rahasia yang disusun sendiri, yag tidak termasuk Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 dalam kata surat adalah, foto dan peta; barang-barang ini tidak memuat tanda bacaan. 45 Bandingkan dengan Pasal 26 A Undang-undang No. 20 Tahun 2001. 46 Seseorang menerima sejumlah uang atau barang, baru merasa dirinya aman jika ia memberi suatu tanda terima. Orang yang memberi tanda terima itu harus mengerti bahwa tulisan atau surat tanda terima itu kemudian hari dapat dipergunakan terhadap dirinya sebagai bukti bahwa ia benar telah menerima uang atau barang itu. Pada hakekatnya, semua bukti tulisan itu merugikan atau memberatkan bagi orang yang menulisnya atau si pembuat. Pengecualian terhadap asas ini terdapat dalam Pasal 7 Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang mengatakan “Hakim adalah bebas untuk kepentingan masing-masing akan memberi kekuatan bukti sedemikian rupa kepada pemegang buku setiap pengusaha, sebagaimana menurut pendapatnya dalam tiap-tiap kejadian khusus harus diberikannya.” Ketentuan ini juga terdapat dalam Pasal 167 HIR. Atau dengan kata lain, ada kemungkinan bahwa pemegangan buku itu menguntungkan pembuatnya. 47 45 Pitlo, Bewijs en Verjaring naar het Nederlands Burgelijk wetboek, Nederlands : Wetbook, 1968, hal. 51. 46 Juga diberlakukan ketentuan tentang alat bukti sebagai berikut : a. Informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik, misalnya : microfilm, compact disk, read only memory cd-rom atau write once read many worm dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Alat optik disini tidak terbatas pada data penghubung elektronik electronic data interchange, surat elektronik e-mail, telegram, teleks, faximile. b. Dokumen, yakni setiap rekaman data ataupun informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka atau perforasi yang memiliki makna. 47 Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta : Pradnya Paramita, 1980, hal. 25. Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 Surat sebagai alat bukti tertulis dapat dibagi dalam dua golongan: akte dan surat-surat lain bukan akte. Sedangkan akte dapat dibagi dalam dua: akte otentik dan akte dibawah tangan. Akte adalah surat yang diberi tanda tangan, memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau perkataan yang dibuat sejak semula sengaja untuk pembuktian. Keharusan tanda tangan pada surat untuk dapat disebut sebagai akte ternyata dari Pasal 1869 Kitab Undang-undang Hukum Perdata BW. Dengan demikian, karcis kereta api, tiket resi dan lain-lain bukan termasuk akte. Akte otentik adalah suatu akte yang di dalam bentuk ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan seorang pegawai umum yang berwenang untuk itu di tempat akte itu dibuat Pasal 1868 BW, Pasal 165 HIR atau Pasal 285 Rbg. Akte-akte lainnya yang bukan otentik dinamakan akte di bawah tangan. Menurut Pasal 1868 BW tersebut ada dua macam akte otentik, yakni : suatu akte yang dibuat oleh dan dihadapan Pegawai Umum yang ditunjuk oleh undang-undang. Contoh: Laporan rapat perseroan dengan dihadiri oleh semua anggota persero adalah akte otentik yang dibuat oleh Notaris. Berita acara sidang dan berita acara pemanggilan saksi adalah akte otentik yang dibuat oleh Panitera Pengganti, Juru sita Pengadilan. Contoh akte yang dibuat dihadapan Notaris : dua pihak menghadap Notaris, menerangkan bahwa mereka telah mengadakan perjanjian misalnya jual beli, hutang piutang dan lainnya dan minta kepada Notaris agar perjanjian tersebut dibuatkan suatu akte. Akte demikian adalah akte otentik yang Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 dibuat dihadapan Notaris. Surat kelahiran adalah akte otentik yang dibuat oleh Pejabat Kantor Catatan Sipil. Akte di bawah tangan ialah akte yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh pihak-pihak tanpa bantuan dari pegawai umum yang berwenang untuk itu S 1867 Nomor 29 untuk Jawa dan Madura dan untuk luar Jawa dan Madura diatur Pasal 286-305 Rbg. Termasuk pengertian surat di bawah tangan menurut Pasal IS. 1867 No. 29 dan 286 Rbg, Pasal 1874 BW ialah akte di bawah tangan, surat-surat, daftar register catatan mengenai rumah tinggal dan surat-surat lain yang dibuat tanpa bantuan Pegawai Umum yang berwenang. Akte di bawah tangan dapat dibubuhi pernyataan oleh seorang Notaris atau pegawai lain yang ditunjuk oleh Undang-undang dan dibukukan menurut aturan yang diadakan oleh Undang-undang. Pembubuhan pernyataan oleh Notaris atau pegawai lainnya seperti tersebut di atas disebut “legalisasi” yang berarti pengesahan. Pejabat-pejabat lain yang berwenang memberi legalisasi adalah: Hakim, Bupati, Kepala Daerah, Walikota Ordonansi tahun 1916 Nomor 46. Disamakan dengan tanda tangan adalah cap jempol yang dibubuhi pernyataan yang bertanggal oleh Notaris, Hakim, Bupati Kepala Daerah, Walikota, yang menyatakan bahwa pejabat tersebut kenal kepada pembubuh cap jempol tersebut atau orang tersebut telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akte telah dijelaskan kepada orang tersebut dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 dibubuhkan di hadapan pejabat tadi. Akte tersebut kemudian harus dibukukan dalam buku khusus yang disediakan guna keperluan itu Ordonansi tahun 1916 Nomor 46. Dalam akte otentik tidak menjadi persoalan mengenai tanda tangan, tetapi dalam akte di bawah tangan, pemeriksaan tentang benar atau tidaknya akte yang bersangkutan yang telah ditandatangani oleh yang bersangkutan merupakan masalah pokok. Apabila tanda itu disangkal maka perlu diperiksa kebenaran tanda tangan tersebut. Surat sebagai alat bukti disebutkan dalam Pasal 184 dan diatur dalam Pasal 187. Lengkapnya Pasal 187 berbunyi : “Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat 1 huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, yaitu: a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialami sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu; b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau suatu keadaan; Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu yang diminta secara resmi daripadanya. d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti disebut dalam Pasal 184 sub e dan juga disebut dalam Pasal 188, tentang kadar keterangan terdakwa adalah sama dengan keterangan tersangka di muka Penyidik Pasal 52 jo Pasal 117, artinya terdakwa memberikan keterangan secara bebas. Keterangan terdakwa dalam Pasal 184 sub e dan Pasal 189 KUHAP, adalah apa yang dinyatakan oleh terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui atau alami sendiri. Selain itu keterangan terdakwa dapat berisi : 1. Pembenaran seluruhnya atau sebagian perbuatan yang disebut dalam surat dakwaan; 2. Penyangkalan seluruhnya atau sebagian perbuatan yang disebutkan dalam surat dakwaan. Oleh karena pengertian keterangan terdakwa mempunyai makna lebih luas daripada pengertian pengakuan salah, peneliti tidak menggunakan kata “keterangan salah” atau “pengakuan salah”, sebab kedua terminology tersebut berkonotasi sebagai sesuatu yang berlawanan dengan prinsip presumption of innocence. Dikatakan Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 terdakwa bersalah apabila sudah ada putusan yang berkekuatan tetap dengan penghukuman pidana kepadanya. Yang menjadi masalah ialah bagaimana jika terdakwa mencabut keterangannya dahulu yang dibuat di depan Penyidik dan bagaimana penilaian terhadap keterangan terdakwa? Menurut peneliti, Hakim dalam menghadapi masalah ini harus berprinsip pada keterangan terdakwa sebagai alat bukti, yaitu apa yang ia nyatakan dalam persidangan. Pencabutan keterangan terdakwa atas keterangannya di depan Penyidik harus dibuktikan adanya paksaan dan atau tekanan. Kedua alasan itu disebut didalam penjelasan pasal demi pasal, yakni tidak limitatif, tetapi jika ada alasan lain yang tepat dan masuk akal aannemelijk, misalnya salah faham dalam pengertian suatu hal maka pencabutan itu dapat diterima. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat dipergunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asal keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya Pasal 189 ayat 2. KUHAP memberi penegasan bahwa keterangan terdakwa di muka sidang Pasal 189 ayat 3 hanya merupakan bukti bagi diri sendiri, dan tidak bagi kawan terdakwa mede beklaagde. Dalam praktek sering terjadi bahwa terdakwa menyeret kawannya menjadi mede beklaagde, hanya karena balas dendam atau alasan lain. Berkenaan dengan penerapan alat-alat bukti yang bermacam-macam itu. KUHAP memberikan tekanan bahwa keterangan dari terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, melainkan harus disertai dengan alat bukti Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 yang lain Pasal 189 ayat 4. Ketentuan ini, menurut peneliti memberikan penegasan bahwa KUHAP menganut pembuktian menurut Undang-undang secara negatif negatief wettelijke bewijstheorie. Oleh karena itu, satu alat bukti misalnya berujud keterangan terdakwa baik itu mengandung pembenaran seluruhnya atau sebagian dari perbuatan yang didakwakan ataupun penyangkalan seluruhnya atau sebagian perbuatan yang didakwakan tidak merupakan bukti sempurna untuk menjatuhkan hukuman pidana. Demikian juga, tidak seorangpun dapat dikenakan hukuman pidana hanya didasarkan atas persangkaan belaka. Tidak ada alat bukti satu pun yang dapat mengikat Hakim Pidana dalam hal kekuatan pembuktian. Jika ada akte otentik diajukan dalam perkara pidana, Hakim untuk membangun keyakinannya tentang kesalahan terdakwa, tidak memerlukan kontra bukti, lain halnya dengan Hakim perdata. 48

4. Petunjuk

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Upaya Pengembalian Keuangan Negara Atas Tindak Pidana Korupsi Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 6 42

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

1 34 229

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PEMBERIAN SANKSI DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEDAN.

0 4 25

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 8

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 1

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 1 28

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 36

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 3

Pembuktian Terbalik Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 14

PENCANTUMAN SANKSI PIDANA KUMULATIF SEBAGAI SUATU PENAL POLICY DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DIKAITKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO.20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NO.31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDA

0 0 16