Petunjuk Keterangan terdakwa Kekuatan Pembuktian

yang lain Pasal 189 ayat 4. Ketentuan ini, menurut peneliti memberikan penegasan bahwa KUHAP menganut pembuktian menurut Undang-undang secara negatif negatief wettelijke bewijstheorie. Oleh karena itu, satu alat bukti misalnya berujud keterangan terdakwa baik itu mengandung pembenaran seluruhnya atau sebagian dari perbuatan yang didakwakan ataupun penyangkalan seluruhnya atau sebagian perbuatan yang didakwakan tidak merupakan bukti sempurna untuk menjatuhkan hukuman pidana. Demikian juga, tidak seorangpun dapat dikenakan hukuman pidana hanya didasarkan atas persangkaan belaka. Tidak ada alat bukti satu pun yang dapat mengikat Hakim Pidana dalam hal kekuatan pembuktian. Jika ada akte otentik diajukan dalam perkara pidana, Hakim untuk membangun keyakinannya tentang kesalahan terdakwa, tidak memerlukan kontra bukti, lain halnya dengan Hakim perdata. 48

4. Petunjuk

Pengertian petunjuk diatur dalam Pasal 188 ayat 1, yaitu, perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Sedangkan ayat 2, perbuatan, kejadian atau keadaan itu hanya dapat diperoleh dari : a. keterangan saksi; b. surat; c. keterangan terdakwa. 48 Wiryono Prodjodikoro, Op. Cit, hal. 78. Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 Menurut Wiryono Prodjodikoro, apa yang disebut sebagai petunjuk sebenarnya bukan alat bukti melainkan kesimpulan belaka yang diambil dengan menggunakan alat-alat bukti sah yang lain, yaitu keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. 49

5. Keterangan terdakwa

Kelahiran Undang-undang Hukum Acara Pidana Nasional yang berlandaskan dan dijiwai oleh Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945, memang sudah lama dinanti-nantikan oleh seluruh rakyat Indonesia. Ada kesepakatan bahwa Hukum Acara Pidana ini untuk menegakkan ketertiban umum tetapi sekaligus juga melindungi hak asasi manusia tiap-tiap individu. 50 Dalam kaitannya dengan keterangan terdakwa dalam perumusan Pasal 52 dan 117 tidak dapat dilepaskan dari prinsip hukum diterapkannya asas praduga tak bersalah presumption of innocence, baik dalam pemeriksaan penyidikan maupun dalam pemeriksaan sidang pengadilan. Oleh karena itu, keterangan terdakwa di muka Penyidik dan Hakim dilandasi oleh kebebasan memberi keterangan Pasal 52 yang berbunyi sebagai berikut : “Dalam pemeriksaan pada tingkat Penyidikan dan Pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada Penyidik dan Hakim.” 49 Ibid, hal. 82. 50 Imron Rosjadi, Zain Badjeber, Undang-undang Hukum Acara Pidana, Jakarta : Eko Jaya, 1979, hal. 265. Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 Pengertian kebebasan memberi keterangan dalam penjelasan pasal demi pasal, adalah Supaya pemeriksaan dapat mencapai hasil yang tidak menyimpang daripada yang sebenarnya maka tersangka atau terdakwa harus dijauhkan dari rasa takut. Oleh karena itu wajib dicegah adanya paksaan atau tekanan terhadap tersangka atau terdakwa. Menurut peneliti, kata “rasa takut” harus dihubungkan atau ditujukan kepada “paksaan” dan atau “tekanan”. Jika kata “paksaan” itu harus diartikan sebagai paksaan badan fisik dan kata “tekanan” mengandung makna sebagai “dorongan psikis” atau rohani. Misalnya diancam, ditakut-takuti. Seorang yang tertekan jiwanya tidak bebas dalam memberi keterangan sehingga tidak mencapai tujuan pemeriksaan yang sebenarnya. Bilamana dibandingkan dengan salah satu alat bukti “pengakuan” dalam Pasal 307 HIR, yang berbunyi : Eene bekentenis, door den beklaagde voor de rechter afgelegd, dat hij de strafbare daad, aan hem ten laste gelegd, heft gepleegd, vergezeld van eene bepaalde en nauwkeurige opgave van omsdtandigheden, welke ook, hetzij uit eene verklaring van den persoon, tegen wien het feit is gepleegd, of uit andere beeijmiddelen bekend zijn en daar mede overstemmen, kan een volledig bewijs van schuld opleveren. Suatu pengakuan yang diberikan oleh si tertuduh di muka Hakim bahwa ialah yang melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya, dan pengakuan itu disertai dengan pemberitahuan yang tertentu dan teliti, mengenai hal ihwal yang diketahui baik dari orang yang dikenai perbuatan itu, alat bukti yang lain yang sesuai dengan pengakuan itu, boleh menjadikan bukti yang lengkap tentang kesalahan itu. 51 Maksud ketentuan adalah, adanya pengakuan salah dari Terdakwa di depan sidang pengadilan bahwa apa yang didakwakan itu seluruhnya benar 51 Himpunan Engelbrecht, Jakarta : Iktiar Baru van Hoove, 1960, hal 308. Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 gerechtelijk bekentenis dan jika pengakuan itu disertai keterangan yang jelas tentang keadaan-keadaan mengenai peristiwa pidana yang dilakukan, semua atau sebagian cocok dengan keterangan saksi korban atau dengan bukti yang lain, dapat menjadi bukti sempurna. Jadi, seorang terdakwa yang mengaku salah terhadap dakwaan seluruhnya, belum cukup guna menjatuhkan suatu hukuman pidana kepadanya, melainkan harus ada keterangan dari luar terdakwa yang menguatkan terdakwa itu. Dalam praktek, ada kemungkinan terdakwa sengaja mengaku salah, karena diupah atau hanya bermaksud menolong belaka. Dalam Pasal 117 KUHAP disebutkan: “Keterangan tersangka dan atau saksi kepada Penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun. Pasal 117 memberikan keleluasaan kepada terdakwa dan saksi untuk menerangkan dengan bahasa yang dimengerti oleh mereka sendiri dan Penyidik akan mencatat apa kata-katanya. Dalam pembuktian tindak pidana korupsi hukum acara, selain ketentuan KUHAP sebagaimana uraian diatas, juga diberlakukan ketentuan tentang alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 A Undang-undang No. 20 Tahun 2001, yaitu : Informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik, misalnya : microfilm, compact disk, read only memory cd-rom atau write once read many worm dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Alat optik disini tidak terbatas pada data penghubung elektronik electronic data interchange, surat elektronik e-mail, telegram, teleks, faximile. 52 52 Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jakarta : Q-Communication, 2006, hal. 177. Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008. USU Repository©2008 a. Dokumen, yakni setiap rekaman data ataupun informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sarana, baik yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka atau perforasi yang memiliki makna. 53

D. Penerapan Pasal 37 dan 38 Tentang Pembalikan Beban Pembuktian yang

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Upaya Pengembalian Keuangan Negara Atas Tindak Pidana Korupsi Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 6 42

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

1 34 229

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PEMBERIAN SANKSI DI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEDAN.

0 4 25

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 8

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 1

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 1 28

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 36

Eksistensi Pidana Denda dalam Pemidanaan Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi

0 0 3

Pembuktian Terbalik Oleh Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 0 14

PENCANTUMAN SANKSI PIDANA KUMULATIF SEBAGAI SUATU PENAL POLICY DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DIKAITKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO.20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NO.31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDA

0 0 16