2. Konsepsi
Dalam bagian ini akan dijelaskan hal-hal yang berkenaan dengan konsepsi
30
yang berkaitan dengan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan penafsiran dan
pengertian dari beberapa istilah yang digunakan, antara lain : “Shifting of Burden Proof” adalah suatu “pergeseran beban pembuktian”
yang dianut oleh Undang-undang No. 3 Tahun 1971 dan Undang-undang No. 31 Tahun 1999. Kedua produk perundang-undangan ini tetap hanya menempatkan
pembuktian sebagai suatu “pergeseran” saja, bukan “pembalikan” beban pembuktian, sehingga istilah yang populer pada Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang
pembalikan beban pembuktian adalah Sistem Pembalikan Beban Pembuktian yang bersifat Terbatas dan Berimbang.
Arti ”terbatas”, karena memang pembalikan beban pembuktian tidak dapat dilakukan secara total dan absolute terhadap semua delik yang diatur dalam
Undang-undang No. 31 Tahun 1999, Sedangkan “berimbang” artinya beban pembuktian terhadap dugaan adanya tindak pidana korupsi tetap dilakukan oleh
Jaksa Penuntut Umum. “Reversal of burden proof” atau “omkering van bewijslast” adalah suatu
proses pembuktian Tindak pidana korupsi yang beban pembuktiannya diletakkan pada Terdakwa, artinya terdapat suatu pembalikan beban pembuktian.
31
30
Bandingkan dengan M. Solly Lubis, Pandangan Konseptual dalam arti mampu berpikir dan memproduk buah pikiran yang bernilai konseptual untuk menunjang kegiatan-kegiatan konseptualisasi
baik melalui jalur formal maupun non formal, M. Solly Lubis, Sistem Nasional, Bandung : Mandar Maju, 2002, hal. V.
31
Indriyanto Seno Adji, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana, Jakarta : Diadit Media, 2007, hal. 331.
Andy Faisal : Analisis yuridis terhadap undang-undang no. 20 tahun 2001 tentang pembalikan beban pembuktian dalam kerangka Optimalisasi pemberantasan tindak pidana korupsi, 2008.
USU Repository©2008
“Extra ordinary crime” adalah tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya. Sedangkan “extra ordinary enforcement”, yaitu terjadinya
pergeseran komprehensif terhadap sistem pembuktian tindak pidana korupsi mengingat sulitnya pembuktian kejahatan ini.
Korupsi sebagai “white collar crime”, adalah kejahatan kerah putih, mengingat secara harfiah orang-orang yang memegang jabatan penting baik
dalam struktur pemerintahan maupun badan usaha tersebut biasanya memakai kemeja berkerah putih atau berdasi serta memiliki tingkat sosial dan
intelektualitas lebih tinggi yang membedakannya dengan orang kebanyakan atau orang biasa.
32
G. Metode Penelitian