Identifikasi senyawa menggunakan GCMS Pembuatan Reagen untuk Uji Antiinflamasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
larutan induk sehingga didapatkan seri konsentrasi 1.000, 100, dan 10 ppm. Selanjutnya dilakukan pengenceran dari larutan
induk, yaitu: 1.000 ppm: Sebanyak 500 μL dari larutan induk
ditambahkan dengan 4.500 μL metanol.
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan induk ditambahkan dengan 4.950
μL metanol. 10 ppm: Sebanyak 5 μL dari larutan induk ditambahkan
dengan 4.995 μL metanol.
3. Penyiapan variat konsentrasi EPMS, APMS, dan senyawa hasil modifikasi sampel
Pembuatan larutan induk sebesar 10.000 ppm EPMS, APMS, dan senyawa hasil modifikasi dengan pelarut metanol.
Pembuatan larutan induk dilakukan dengan melarutkan 50 mg EPMS, APMS, dan senyawa hasil modifikasi dalam 5 mL
metanol. Kemudian dilakukan pengenceran dari larutan induk sehingga didapatkan seri konsentrasi 1.000, 100, dan 10 ppm.
Selanjutnya dilakukan pengenceran dari larutan induk, yaitu: 1.000 ppm: Sebanyak 500 μL dari larutan induk
ditambahkan dengan 4.500 μL metanol.
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan induk ditambahkan dengan 4.950
μL metanol. 10 ppm: Sebanyak 5 μL dari larutan induk ditambahkan
dengan 4.995 μL metanol.
4. Pembuatan BSA 0,2 wv Sebanyak 0,5 g BSA dilarutkan dalam Tris Buffer
Saline TBS 250 mL pH 6,3 Williams et al., 2008.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Pengujian Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi Terhadap
Denaturasi BSA
1. Pembuatan Larutan Uji Sebanyak 5 mL larutan uji terdiri dari 50
μL larutan sampel yang kemudian ditambah dengan
4.950 μL BSA. Larutan uji dibuat berbagai macam konsentrasi, yaitu:
100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 10.000 ppm ditambahkan dengan 4.950
μL larutan BSA. 10 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 1.000
ppm ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 100 ppm ditambahkan dengan 4.950
μL larutan BSA. 0,1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan sampel 10 ppm
ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
2. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif Sebanyak 5 mL larutan kontrol negatif terdiri dari 50
μL metanol pro analisis yang kemudian ditambah dengan 4.950 μL BSA.
3. Pembuatan Larutan Kontrol Positif Sebanyak 5 mL larutan kontrol positif terdiri dari 50 μL
larutan Natrium diklofenak yang kemudian ditambah dengan 4.950 μL BSA. Larutan kontrol positif dibuat
berbagai macam konsentrasi, yaitu: 100 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif
10.000 ppm ditambahkan dengan 4.950 μL larutan
BSA. 10 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif
1.000 ppm ditambahkan dengan 4.950 μL larutan BSA.
1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif 100 ppm ditambahkan dengan 4.950
μL larutan BSA.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0,1 ppm: Sebanyak 50 μL dari larutan kontrol positif 10 ppm ditambahkan dengan 4.950
μL larutan BSA. Masing-masing
larutan dihomogenkan
dengan menggunakan vortex kemudian diinkubasi selama 30 menit
di suhu ruang 27ºC. Setelah itu dipanaskan selama 5 menit pada suhu 72 ºC, lalu didiamkan pada suhu ruang selama 25
menit dan diukur turbiditasnya dengan spektrofotometer UV-Vis HITACHI pada gelombang 660 nm.
Presentase inhibisi dari denaturasi atau presipitasi BSA dikalkulasikan dengan rumus berikut:
inhibisi =
x 100
Pengujian aktivitas Natrium diklofenak, EPMS, APMS, dan senyawa hasil modifikasi terhadap denaturasi BSA
dilakukan secara triplo dan dilakukan penghitungan standar deviasi terhadap tiap konsentrasi yang digunakan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta