Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan hidup manusia pendidikan menjadi salah satu bagian terpenting. Pendidikan telah ada sejak manusia itu ada. Pendidikan dari sisi sosiologis dapat dipahami sebagai serangkaian upaya masyarakat dalam rangka mewujudkan kualitas anggota-anggotanya agar dapat menjadi manusia dewasa Arif Rohman, 2009:2. Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Sisdiknas,2006:5. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam membangun sebuah kemajuan bangsa. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat memanfaatkan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup orang banyak. Kualitas sumber daya manusia tidak diperoleh secara instan. Manusia yang berkualitas lahir dari proses pendidikan yangpanjang. Pendidikan diperlukan saat manusia itu berproses dari 2 masa anak-anak, remaja, dewasa dan akhirnya menjadi manusia yang produktif untuk manusia lain. Oleh karena itu banyak negara bersaing untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam negeri mereka masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang juga ingin membentuk masyarakat yang berkualitas. Hal ini selaras dengan Pasal 31 UUD 1945 yang dibuat oleh pemerintah sebagai usaha membentuk manusia yang berkualitas. Dalam pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa 1 setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; 2 setiap warga negara berhak wajib mengikuti penidikan dasar dan wajib membiayainya; 3 pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; 4 memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran dan pendapatan belanja negara serta dari anggaran pendapatandan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; 5 serta pemerintah memajukan ilmu dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia Republik Indonesia, 2010:23. Zaman globalisasi saat ini secara tidak sadar telah melunturkan nilai-nilai pendidikan. Beberapa kasus kriminal di Indonesia sebagian besarmuncul dari orang-orang berpendidikan. Terkhusus dalam dunia pendidikan, tindakan-tindakan itu antara lain plagiat, meningkatnya tawuran antar-pelajar, serta bentuk-bentuk kenakalan remaja lainnya terutama di kota-kota besar, pemerasankekerasan 3 bullying, kecenderungan dominasi senior terhadap yunior, dan kekerasan pada peserta didik telah menurunkan nilai moral bangsa ini. Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesa KPAI pada 2004 kekerasan pelajar mulai umur 9-20 tahun yang dilaporkan ke kepolisian meningkat 20 persen pada 2013. Sementara itu, hasil survei KPAI di sembilan provinsi, yaitu Sumatera Barat, Lampung, Jambi, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, dan Kalimantan Timur, dengan total responden 1.026 siswa, menyebutkan masih tingginya kekerasan pada siswa. Berdasarkan data kekerasan tersebut, jelas pendidikan saat ini belum mampu menjadi wahana humanisasi siswa. Pendidikan seharusnya menjadi ruang menyemai humanisasi, namun pada realitanya siswa menjadi wahana melanggengkan kekerasan bullying dan ketidakmanusiawian. http:sinarharapan.conews – Agus Wibowo, 2014 Hal ini menunjukkan masyarakat belum mampu bertanggung jawab atas perilakunya dalam hidup bersama. Secara ideal masyarakat diharapkan mampu menjalankan aktivitas kehidupannya sesuai dengan nilai-nilai pendidikan yang diperoleh selama proses belajar di lembaga pendidikan baik formal, non formal maupun informal. Pendidikan pada hakikatnya memiliki dua fungsi yakni transfer of knowledge transfer pengetahuan dan transfer of value transfer nilai. Nilai-nilai pendidikan yang biasa dikenal masyarakat luas adalah nila-nilai seperti religius, kesopanan, toleransi, kehormatan, kejujuran, bertanggung jawab, bekerjasama dan lain sebagainya merupakan hal yang utama dalam proses mendidik manusia. Harapannya dengan nilai-nilai tersebut seseorang akan dapat 4 menggunakan ilmu yang mereka miliki secara bertanggung jawab dan bermanfaat bagi orang lain. Mundurnya nilai moral peserta didik yang berdampak pada buruknya karakter masyarakat saat ini merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat. Pendidikan karakter sangat erat dengan nilai moral. Nilai moral merupakan bagian terpenting untukmembentuk peserta didik yang berkarakter. Untuk itu Kementrian Pendidikan Nasional dengan cepat menanggapi permasalahan kemunduran nilai moral peserta didik ini dengan memunculkan konsep pendidikan karakter bagi setiap jenjang pendidikan di Indonesia . Untuk mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, Kementrian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan sejak tahun 2010 melalui situs Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi banyak mempublikasikan kebijakan Kemendiknas tentang pendidikan karakter, diantaranya adalah tentang Grand Design Pendidikan Karakter yang memuat tentang Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter bangsa 2010-2025, Desain Induk Pendidikan Karakter Kementrian Pendidikan Nasional, serta Tahapan, dan Prioritas Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Muchlas Samani, 2013:8 Pendidikan karakter menurut Grand Disign kementrian pendidikan nasional menerangkan, bahwa pendidikan karakter melalui beberapa tahap. Tahap- tahap pendidikan karakter tersebut antara lain 1 Tahap Mengetahui, 2 Tahap memahami, 3 Tahap membiasakan, 3 Tahap meyakini, 4 Tahap melakukan sesuai 1,2,3,4 dan 5 Tahap mempertahankan.Dari tahapan tersebut kemudian 5 diperjelas kembali dalam sistem pendidikan di sekolah-sekolah yakni melalui kegiatan belajar mengajar, kemudian membentuk budaya sekolah kegiatan kehidupan keseharian di satuan pendidikan, kemudian terimplementasikan dalam kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat. Mendidik masyarakat bermoral telah menjadi agenda pembaharuan sistem pendidikan. Kesejahteraan masyarakat merupakan basis utama lahirnya masyarakat bermoral, dan keperkasaan bangsa dalam membela negara merupakan fondasi keamanan dan ketentraman masyarakat. Apabila nilai moral tersebut dapat terimplementasi dengan baik oleh peserta didik maka bangsa ini akan melahirkan generasi yang cerdas dan bermoral yang dapat memajukan bangsa.Sudarmawan Danim, 2003:66 Pentingnya nilai moral terhadap pembentukan karakter bangsa Indonesia,menuntut adanya inovasi dalam praktik pendidikan karakter untuk menginternalisasikan nilai moral kepada peserta didik di semua jenjang pendidikan baik pendidikan formal, non formal maupun informal. Pada dasarnya dari semua lembaga pendidikan memiliki keterkaitan secara holistik dalam membentuk karakter peserta didik sesuai nilai moral yang diharapkan. Secara khusus pendidikan formal saat ini telah diberikan kesempatan seluas-luasnya oleh pemerintah untuk bisa mengembangkan nilai moral di lembaga sekolah masing- masingnamun tetap disesuaikan dengan lingkup pendidikan karakter oleh kementrian pendidikan. 6 Salah satu sekolah yang mempraktikan pendidikan karakter dengan intensif adalah Sekolah Dasar Islam Terpadu Luqman Hakim Internasional atau biasa dikenal dengan sebutan SDIT LHI Yogyakarta. SDIT LHI berupaya untuk meningkatkan pendidikan yang bermutu sebagaimana diamanatkan oleh Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaga sekolah yang baru saja berdiri kurang lebih enam tahun ini memang berbeda dengan sekolah lainnya. Kemandirian sekolah terlihat pada beberapa aspek sistem sekolah. Salah satunya pada kurikulum pendidikan sekolah LHI. Asal muasal nama Luqman Hakim terinspirasi dari sumber pedoman hidup umat Islam yakni Al-Qur’an tepatnya dalam surat Luqman. Kisah Luqman adalah kisah yang banyak mengandung nilai pendidikan karena Luqman merupakan seorang ayah yang terus menanamkan pendidikan nilai dan moral pada anaknya yang ditujukan pada Tuhan yakni Allah SWT untuk selalu beriman pada-Nya. Keunggulan sekolah SDIT LHI ada pada visi dan misinya. Secara singkat SDIT LHI memiliki cita-cita mulia yakni mencetak generasi yang secara moralitas dan karakter kuat sehingga sistem pendidikan yang dibentuk lebih pada penanaman nilai yang terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Peneliti tertarik melakukan penelitian di SDIT LHI ini karena dalam menanamkan nilai moral yang sesuai dengan visi dan misi sekolah, SDIT LHI memadukan beberapa kurikulum dalam praktik pendidikan karakter.Kurikulum yang dipadukan adalah National Curriculum UK dan kurikulum Indonesia serta konsep pendidikan integral-holistik yang dikembangkan oleh praktisi pendidikan 7 Dawud Tauhidi. Konsep Dawud Tauhidi disini merupakan ilmu yang saling integral tidak terpisah-pisah yang bersumber pada 1 sumber yakni Allah sehingga ketika peserta didik belajar maka hasilnya adalah peserta didik mampu mengenal dan mengesakan Tuhannya yakni Allah SWT. Harapan sekolah dengan mereka yang mengenal dan mengesakan Allah adalah bertambah rasa keimanan mereka kepada Allah SWT. Berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan “Nilai Moral dalam Praktik Pendidikan Karakter di SDIT Luqman Hakim Internasional Yogyakarta.”

B. Identifikasi Masalah